"Kemana kita akan pergi?" tanya Eun Jo pada Ki Hoon.
"Ke tempat dimana hanya ada kau dan aku." jawab Ki Hoon. "Untuk sementara, kita akan melupakan semua yang kita alami."
"Jangan pergi terlalu jauh." kata Eun Jo protes.
"Tutup saja mulutmu." kata Ki Hoon. Ia juga mengatakan pada Eun Jo bahwa ia sangat lapar. Saat disekap, ia tidak berani makan karena takut makanannya diracuni.
"Perhatikan jalan." kata Eun Jo. "Dan berhenti tersenyum."
"Aku tidak ingin mengambil apapun darimu, jadi jangan takut."
Ki Hoon mengajak Eun Jo ke pinggir hutan di gunung.
"Disini tidak ada restoran." protes Eun Jo. "Kenapa kau membawaku kesini? Sekarang kau lapar. Apa yang bisa dilakukan di tempat ini."
"Ayo duduk dan bicara." ajak Ki Hoon.
Tapi Eun Jo tidak menggubris kata-kata Ki Hoon. Ia pergi ke toko terdekat untuk mencari makanan. "Permisi, Nenek." ujarnya. "Aku tahu disini bukan restoran. Tapi, bisakah kau memberikan kami sesuatu untuk dimakan?
Akhirnya, Ki Hoon makan bubur dan duduk di atas tikar di pinggir mobil.
"Sekarang. Kau dan Aku. 1 Mei 2002. Mengerti?" ujar Ki Hoon. "Untuk 1 jam 10 menit kedepan, setiap 10 menit akan menjadi 1 tahun."
"Aku tidak mengerti apapun yang kau katakan." kata Eun Jo bingung.
"Aku tidak pernah naik ke kereta itu dan kita tetap hidup bersama di Perusahaan Dae Sung." ujar Ki Hoon. "Sepuluh menit lagi, kita ada di tahun 2002."
Eun Jo hanya diam.
"Eun Jo, kenapa soal matematikamu yang no. 10 salah?" omel Ki Hoon. "Kau harus dihukum pukul tangan. Mana tanganmu?"
Eun Jo hanya tersenyum. "Makan buburmu."
Dalam 1 hari itu, Ki Hoon ingin mengganti tahun-tahunnya yang hilang bersama Eun Jo.
Setelah itu, Ki Hoon mengajak Eun Jo berkeliling dengan sepeda.
Tahun 2005. Eun Jo masuk ke universitas tempat Ki Hoon kuliah. Ki Hoon bertanya pada Eun Jo siapa laki-laki yang bermain bersamanya. Ki Hoon membantu Eun Jo membawa buku-buku dan tas kuliah Eun Jo.
Tahun 2006. Ki Hoon sudah lulus kuliah tapi ia menunda mencari kerja dan terus berada di universitas itu. Ki Hoon mengatakan bahwa ia tidak bisa meninggalkan Eun Jo di universitas karena ia takut Eun Jo mungkin akan berkencan dengan pria lain.
Eun Jo dan Ki Hoon naik sepeda untuk membeli bensin.
"Kau akan pergi ke luar negeri?" tanya Ki Hoon. "Kau pikir aku akan mengizinkan? Sekarang saja aku sudah takut ada seseorang yang merebutmu. Kau pikir aku akan mengizinkan? Ke Amerika? Belajar? Aku yang akan mengajarimu bahasa Inggris! Cobalah! I'm a boy!"
Eun Jo tertawa.
Tahun 2008. Eun Jo lulus kuliah. Sampai saat ini, Eun Jo dan Ki Hoon belum putus.
Ki Hoon senang melihat Eun Jo tertawa. "Ketika kau tertawa, apa kau selalu mengeluarkan suara?" tanyanya. "Coba tertawa lagi. Aku sangat kagum."
Eun Jo mengelak dan kabur.
Ki Hoon dan Eun Jo tiba lagi di desa dan mengisi bensin mobil mereka.
"Coba lihat sekelilingmu." kata Ki Hoon. "Apakah ada laki-laki yang sepertiku? Aku tampan, pintar, berbakat dan lucu. Memiliki sedikit uang hanya adalah kekurangan, tapi aku bisa mendapatkan banyak uang mulai saat ini. Satu-satunya hal yang kusesali adalah bahwa kita harus hidup bersama ayahku. Sejak kehilangan perusahaannya, ayahku menjadi seperti macam yang kehilangan giginya. Tidak apa-apa, karena kau dan aku punya kekuatan."
Tahun 2010. Ki Hoon akhirnya mendapat pekerjaan. Sampai saat ini, ia belum pernah melakukan kesalahan. Ia melamar Eun Jo dengan sikap biasa. Eun Jo mengatakan bahwa ia butuh waktu untuk berpikir.
Ki Hoon meminta Eun Jo mengembalikan jirigen pada Nenek. Ketika Eun Jo menoleh dan hendak kembali ke mobil, Ki Hoon dan mobilnya sudah tidak ada.
Eun Jo menelepon Ki Hoon.
"Eun Jo," ujar Ki Hoon. "Aku akan menyerahkan dokumen ini ke Perusahaan Hong. Jika kita tidak ingin kehilangan Perusahaan Dae Sung, maka inilah satu-satunya solusi."
"Kembali sekarang." kata Eun Jo.
"Pulanglah." kata Ki Hoon. "Aku akan menyelesaikan semuanya."
"Kembali sekarang juga!"
"Eun Jo, dengarkan aku." kata Ki Hoon. "Kita harus menyelamatkan Perusahaan. Setelah itu, aku tidak akan peduli apapun lagi. Aku tidak peduli apakah aku akan berjalan di jalanan sebagai gelandangan."
Apapun yang dikatakan Eun Jo, Ki Hoon tidak mau mendengar. Keputusannya sudah bulat. Setelah kembali, Ki Hoon berjanji akan mengatakan hal keempat pada Eun Jo.
Tidak lama setelah Eun Jo menutup telepon Ki Hoon, Hyo Seon menelepon sambil menangis.
"Kakak." ujar Hyo Seon. "Joon Soo menghilang."
Hyo Seon, Jung Woo, Heojin, Bibi dan Nenek Hyo Seon sedang berusaha mencari Joon Soo kemana-mana, namun tidak juga bisa menemukannya.
Hyo Seon kembali ke rumah dan dengan takut menelepon ibunya. Ponsel Kang Sook tidak aktif. Akhirnya Hyo Seon meninggalkan pesan suara.
Kang Sook berjalan ke taman untuk menenangkan anak Ji
Kang Sook memeluk anak Ji
Eun Jo dan Hyo Seon pergi ke kantor polisi untuk melaporkan kehilangan Joon Soo.
"Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?" tanya Hyo Seon sedih dan terpukul.
"Ia akan baik-baik saja." kata Eun Jo menenangkan.
"Kemana saja kau seharian ini?" tanya Hyo Seon. "Aku berlutut di depan rumah nenek seharian, tapi nenek sama sekali tidak mau menemuiku. Tak peduli seperti apa aku bicara, ia berpura-pura tidak mendengarkan. Ketika aku pulang, aku tidak menemukan Joon Soo. Apa yang kau lakukan seharian ini?"
"Aku akan mengatakan padamu nanti." jawab Eun Jo. "Untuk saat ini, ayo kita cari Joon Soo."
"Apakah kau mencemaskan Joon Soo?" tanya Hyo Seon. "Apakah kau pernah memeluk Joon Soo? Apakah kau menganggap dia adikmu? Kadang-kadang, aku benar-benar tidak mengerti kau."
Eun Jo terpukul mendengar perkataan Hyo Seon.
Eun Jo, Hyo Seon dan Jung Woo hanya duduk diam, cemas memikirkan Joon Soo.
Eun Jo bangkit dan mengambil buku gambar Joon Soo. Disana, Joon Soo menggambar ketika Dae Sung menggendongnya di punggung. Setelah itu, ia menggambar keluarganya (Joon Soo, Dae Sung, Kang Sooj dan Hyo Seon, tanpa Eun Jo).
Eun Jo menangis.
Di lain sisi, Ki Hoon mengendarai mobilnya dan berhenti di depan Perusahaan Hong.
"Berikan aku
"Silahkan saja." tantang Ki Jung. "Jika kau melakukannya, kau tahu apa yang akan terjadi pada ayah, bukan?"
"Lihat saja, apakah aku berani atau tidak." balas Ki Hoon. "Aku akan menunggumu sampai besok malam."
Hyo Seon, Jung Woo dan Eun Jo duduk bersama dalam diam. Mendadak Kang Sook datang dengan panik.
"Apa maksud kalian Joon Soo hilang?!" serunya cemas. "Memangnya ada berapa orang disini sampai tidak bisa menjaganya?!"
Mereka bertiga terkejut melihat Kang Sook tiba-tiba muncul.
Hyo Seon memeluk Kang Sook.
"Apa kalian sudah memeriksa semua tempat?" tanya Kang Sook.
"Apakah kau akan kembali?" tanya Hyo Seon. "Kau akan kembali selamanya?"
Kang Sook berlari ke ruang kerja Dae Sung. Disana, Joon Soo sedang berbaring di karpet sambil menangis.
Joon Soo memeluk Kang Sook.
Eun Jo kelihatan lega melihat Joon Soo, tapi ia hanya berdiri diam, kemudian pergi bersembunyi di kamarnya.
Kang Sook dan Hyo Seon memandikan Joon Soo. Eun Jo masuk dan melihat mereka.
"Untuk apa kau bersembunyi dibawah meja?" tanya Kang Sook.
"Aku bermain petak umpet." jawab Joon Soo.
"Dengan siapa?" tanya Hyo Seon.
Rupanya Joon Soo bermain petak umpet bersama Dae Sung. (Hiiii... sereemmm...)
Joon Soo bersembunyi di bawah meja bersama Dae Sung. Dae Sung berpesan padanya agar menjaga ibu dan kedua kakaknya, menggantikan kedudukan ayahnya.
Karena semalaman tidak tidur karena Joon Soo, Kang Sook meminta Hyo Seon dan Eun Jo tidur. Tapi Hyo Seon mengatakan bahwa ia lapar dan ingin Kang Sook memasakkan sesuatu untuknya.
"Apa kau tahu bahwa Hyo Seon tidak bisa merasakan apapun?" tanya Eun Jo ketika Kang Sook sedang memasak di dapur. "Ibu, kaulah yang menyebabkannya."
Setelah selesai makan, Kang Sook makan bersama Eun Jo dan Hyo Seon.
Hyo Seon makan dengan lahap.
"Makan pelan-pelan." ujar Kang Sook. "Tidak akan ada yang merebut makanan itu darimu."
Hyo Seon hampir menangis.
Eun Jo memberikan minum pada Hyo Seon.
"Kami menjadi sangat miskin, Ibu." kata Hyo Seon. "Mungkin rumah ini akan diambil juga. Kita akan kehilangan segalanya. Walaupun aku tidak tahu apa artinya kehilangan semua, tapi kita akan merasakannya, Ibu. Kita tidak akan menjadi satu keluarga lagi."
"Apa maksudmu?" tanya Eun Jo. "Rumah siapa yang akan diambil?"
Hyo Seon tetap memandang Kang Sook. "Bagaimana aku harus menjalani semua ini? Tolong katakan padaku agar aku bisa bersiap-siap. Sebelum kau pergi, tolong peringatkan aku, Ibu."
"Tanyakan saja pada Eun Jo." jawab Kang Sook. "Sejak bayi sampai sekarang, ia tidak pernah mendengar kata-kata baik dari mulutku. Jika aku mengucappkan kata-kata baik padamu, apakah kau mau mempercayainya?"
Kang Sook menyuruh Eun Jo dan Hyo Seon melanjutkan makan. Kang Sook berpaling pada Eun Jo. "Kenapa jika ia bicara, ia tidak memiliki rasa hormat?" tanyanya. "Seharusnya kalian tahu apa konsekwensinya sebelum bicara. Seharusnya kalian mencari cara pemecahan masalah sebelum memutuskan untuk menjual rumah. Dia (Hyo Seon) menyuruhku memperingatkannya sebelum aku ingin meninggalkannya lagi? Kau! Belajarlah dari Eun Jo bagaimana caranya bicara dengan benar."
Hyo Seon dan Eun Jo hanya diam.
"Pada siapa kau menjual rumah ini?" tanya Kang Sook. "Kau pikir aku akan diam begitu saja melihat rumah ini dijual pada orang luar? Aku, Song Kang Sook, tidak akan pernah menjual rumah ini."
Melihat kondisi rumah berantakan, Kang Sook memarahi seluruh pekerja, termasuk Paman Hyo Seon.
Kang Sook hendak mengajak Hyo Seon ke suatu tempat.
"Kau akan mengenakan pakaian itu?" tanya Kang Sook. "Kau hanya akan mempermalukanku jika berjalan disampingku."
Kang Sook berjalan dan melihat lemaro Hyo Seon. "Berikan sebagian bajumu pada Eun Jo." katanya. "Apa kau tidak malu mengenakan pakaian mahal ini sementara Eun Jo hanya mengenakan pakaian biasa."
Hyo Seon menatap Kang Sook bingung.
"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Kang Sook. "Aku ibu tirimu. Aku hanya bersikap seperti ibu tiri."
Kang Sook memberikan satu pakaian untuk dikenakan Hyo Seon.
"Apa maksudmu kau akan bersikap seperti ibu tiri?" tanya Hyo Seon.
Kang Sook mengatakan pada Hyo Seon bahwa ia akan memperlakukan Hyo Seon berbeda dengan Eun Jo atau Joon Soo. Ia tidak ingin lagi berpura-pura atau mengatakan kata-kata manis. "Jika Eun Jo atau Joon Soo sakit, aku juga akan merasa ikut sakit. Tapi jika kau yang sakit, aku tidak akan merasa seperti itu. Tapi, aku akan merasakan luka kecil yang berdarah dan sakit sedikit. Kaulah satu-satunya yang bisa mengingatkanku pada ayahmu. Jika semua ini jelas, kita tidak akan membina hubungan yang lebih dalam."
Hyo Seon bertanya pada Kang Sook apakah mungkin jika Kang Sook ikut merasa sakit jika Hyo Seon sakit. Dan Kang Sook menjawab, tergantung Hyo Seon sendiri.
"Jika memang tergantung padaku, aku akan berusaha keras." kata Hyo Seon, menangis. Ia memeluk Kang Sook. "Hutangmu padaku dan ayah, jangan pernah dilupakan. Hanya itulah yang kuminta. Jika kau sedih seperti kakak, itu sudah cukup."
Jung Woo duduk diam, memegang tongkat baseballnya dan mengingat semua kenangannya bersama Eun Jo. Akhirnya ia membulatkan tekadnya untuk bicara dengan Eun Jo. Saat itu, Eun Jo sedang terburu-buru hendak pergi, namun Jung Woo menahannya.
Jung Woo menyerahkan tongkat Baseball pada Eun Jo. Eun Jo menerimanya.
"Aku tahu bahwa aku akan ditolak." kata Jung Woo. "Tapi, aku tetap ingin mengatakannya. Sejak umur 14, kau sudah menjadi gadisku. Kuharap aku bisa menjadi seseorang yang berada disampingmu. Aku tahu kau dan Hong Ki Hoon saling menyukai. Aku tidak akan mengatakan apa-apa. Tapi, dia sudah sering membuatmu menangis. Aku tidak bisa melihat itu lagi. Hiduplah bersamaku."
"Jung Woo..."
"Hiduplah bersamaku. Kau akan bahagia bersamaku. Aku akan melindungimu."
"Jung Woo, aku menyukai orang itu." ujar Eun Jo. "Bukan aku tidak menyukaimu, tapi aku sangat mencintai orang itu. Karena itulah aku tidak bisa bersamamu. Aku yakin kau akan menemukan seseorang yang mencintaimu seperti aku mencintai orang itu."
Eun Jo menyerahkan kembali tongkat baseball pada Jung Woo, kemudian pergi.
Ki Hoon masih menunggu dalam mobilnya di depan Perusahaan Hong. Tidak lama, ia melihat Eun Jo berlari masuk ke dalam perusahaan. Ki Hoon berusaha mengejarnya, namun terlambat. Eun Jo sudah naik ke elevator. Ki Hoon mengejar lewat tangga darurat.
Ki Hoon menelepon Eun Jo. "Diam disitu. Jangan berjalan selangkahpun!"
Akhirnya Ki Hoon berhasil mengejar Eun Jo.
"Semuanya sudah berakhir." kata Eun Jo. "Dokumen itu sudah berada di tangan polisi. Pabrik Hong dan.. Presiden Hong."
Mendadak pintu terbuka, Ki Jung keluar bersama para pegawainya, melewati mereka, kemudian berbalik.
"Bagus sekali." katanya. "Kau menang."
"Park Ki Man, Direktur sebelumnya dari perusahaan ini. Kau kenal dia?" tanya Eun Jo pada Ki Hoon. "Dia melaporkan Perusahaan Hong dan Presiden Hong pagi tadi. Seharusnya kau menjawab teleponmu. Seharusnya kau merundingkan semua ini dulu denganku. Mungkin saat ini Presiden Hong sedang diselidiki."
Eun Jo mengajak Ki Hoon melihat Presiden Hong. Presiden Hong sedang dibawa ke dalam mobil.
Ki Hoon berlari menuju ayahnya.
"Aku mohon padamu untuk terakhir kali." ujar Ki Hoon. "Bisakah kau melepaskan segalanya? Lepaskan segalanya dan ikutlah denganku. Aku akan menjagamu. Aku akan berusaha keras mencari uang. Aku akan bermain catur denganmu. Aku akan memancing denganmu. Aku akan... menghormatimu. Kumohon lepaskan segalanya, Ayah."
Presiden Hong menangis, namun tidak menjawab, pertanda bahwa ia tidak mau melepaskan semuanya.
Ki Hoon menunduk sedih. Eun Jo menggandeng tangannya pergi.
Hyo Seon berbelanja bersama Kang Sook. Kang Sook membelikan sebuah pakaian untuk Eun Jo. Hyo Seon tidak mau kalah dan memilih satu pakaian juga.
Ki Hoon menangis sedih. Eun Jo mengajaknya pergi.
Eun Jo menyentuh bahu Ki Hoon ketika Ki Hoon sedang menangis di mobil, kemudian menggandeng tangannya agar ia keluar.
Eun Jo memeluk Ki Hoon dengan sangat erat. "Jika sejak awal kau mengatakan segala kesulitanmu padaku, semuanya tidak akan berakhir seperti ini. Kita berdua tidak akan kehilangan apapun. Bersandarlah padaku. Kau bisa bersandar padaku."
Ki Hoon menangis dan memeluk Eun Jo.
Eun Jo berlari ke tempat penyimpanan anggur dengan perasaan kacau balau. "Aku tidak bisa menangis." pikirnya dalam hati. "Hatiku seperti terganjal sesuatu."
"Aku akan membawamu ke bulan dan ke bintang." kata Ki Hoon.
"Kapan?"
"Maukah kau menahanku pergi?"
"Bagaimana?"
Eun Jo menangis, setelah ia menyadari bahwa Ki Hoon mengalami penderitaan yang sama dengannya. Bahwa Ki Hoon, sama seperti dirinya, tidak memiliki siapapun.
Di kamar, Hyo Seon tersenyum, namun dengan mata berkaca-kaca. Ia sudah lega, akhirnya bisa menyampaikan
Sampai keesokkan harinya, Eun Jo tidak bisa tidur karena menunggu kedatangan Ki Hoon. Pagi-pagi sekali, ia menggedor kamar Ki Hoon dan Jung Woo. Tapi Ki Hoon belum juga pulang.
"Ia menyuruhku menunggunya, jadi ia pasti kembali." gumam Eun Jo cemas. "Jika ia mengatakan akan kembali, ia pasti akan kembali."
Eun Jo berlari ke luar gerbang. Mobil Ki Hoon sudah ada disana dan tidak terkunci. Tapi kenapa Ki Hoon tidak ada?
"Jung Woo, ada sesuatu yang terjadi, bukan?" tanya Eun Jo khawatir. Ia bergegas berlari ke ruang kerja Perusahaan Dae Sung. Jung Woo mengikutinya. Ia meminta Jung Woo mengatakan pada Hyo Seon agar Hyo Seon bicara pada nenek untuk menggantikannya.
Eun Jo membuka email lagi dan mencoba beberapa password. Tetap gagal.
Eun Jo terduduk panik. "Ia akan mengatakan 4 hal padaku, tapi ia baru memberitahukan 3 hal." gumam Eun Jo, berpikir. "Apa hal keempat?"
Akhirnya ia mengetikkan beberapa huruf di kolom password. Password tersebut benar.
Presiden Hong datang ke perusahaannya dengan cemas. Ia masuk ke ruangan Ki Jung, tapi ruangan tersebut kosong.
"Ia sedang pergi keluar." kata seorang pegawai.
"Kemana?" tanya Presiden Hong.
"Aku tidak tahu."
Orang-orang suruhan Ki Jung membawa Ki Hoon ke sebuah hotel. Wajah Ki Hoon babak belur. Sepertinya ia dipukuli.
Ki Jung datang ke kamar itu. "Aku menyesal karena harus melakukan ini." katanya. "Aku tidak ingin menyakitimu. Besok, ayah dan ibu akan bercerai. Beberapa hari kemudian, akan dilakukan kesepakatan. Diantara perceraian dan kesepakatan, permasalahan Perusahaan Anggur Dae Sung akan selesai. Kau bisa tinggal disini selama beberapa hari."
"Aku tidak tahu kalau kau punya geng, Kak Ki Jung." ujar Ki Hoon, tersenyum.
"Orang yang memberitahumu adalah
"Tanpa akupun kau akan jatuh, Kak." ujar Ki Hoon tenang. "Aku sudah tahu kau akan menggunakan cara seperti ini. Kau orang yang sangat lemah."
Ki Hoon diam sejenak, kemudian memukul Ki Jung dan mencoba kabur. Orang-orang Ki Hoon memukul dan dan menangkapnya lagi.
"Semuanya akan segera berakhir, Ki Hoon." kata Ki Jung. "Simpan tenagamu dan diam."
Eun Jo mendengarkan rekaman Ki Hoon. "Jung Woo, kurasa kakak Ki Hoon menangkapnya."
"Apa?"
"Orang ini berusaha membuat kesepakatan dengan Perusahaan Hong menggunakan kelemahan mereka. Informasi itu... ada di komputer ini. Masukkan komputer ini ke mobil, Jung Woo. Kita akan melakukan pertukaran dengan mereka." Eun Jo diam sejenak. "Apa yang dilakukan Hyo Seon?"
Di saat yang sama, Hyo Seon sedang berlutut di depan rumah Nenek Dong Sook. Karena neneknya tidak mau bicara dan menemuinya, Hyo seon tetap berlutut dan memohon sampai neneknya mau menemuinya.
"Apa nenek mau bertanggung jawab atas Joon Soo?" tangis Hyo Seon. "Dengan uang hasil penjualan perusahaan, apakah kau akan membayar biaya kuliah Joon Soo? Apakah kau akan menikahkan aku dan kakakku? Nenek! Nenek...."
Mendadak, Jung Woo berjalan mendekati Hyo Seon dengan iba. Hyo Seon mendongak kaget.
"Aku datang untuk menemanimu." kata Jung Woo. "Kakak menyuruhku menemanimu."
Eun Jo menelepon Ki Jung. "Kau menculik Hong Ki Hoon, bukan?"
"Ia adikku. Untuk apa aku menculik adikku sendiri?" jawab Ki Jung.
"Kau pernah berkata bahwa ia bukan adikmu." kata Eun Jo. "Aku tidak merekamnya, tapi aku ingat dengan jelas. Kau hanya memiliki satu adik, yaitu Hong Ki Tae. Hong Ki Jung bukan adikmu, tapi hanyalah putra ayahmu. Dengan kata-katamu itu, aku bisa menebak bagaimana kau memperlakukan adik tirimu."
"Katakan apa yang ingin kau katakan padaku." ujar Ki Jung. "Jika mengenai Ki Hoon, aku tidak akan mengatakan apa-apa. Aku akan menutup telepon."
Eun Jo meminta Ki Jung melepaskan Ki Hoon. Jika tidak, maka ia akan melaporkan semua informasi mengenai kejahatan perusahaan Hong ke polisi.
"Saat ini, aku sedang berada di depan kantor polisi." kata Eun Jo. "Aku tidak tahu informasi macam apa yang ada dalam file itu, tapi aku yakin bahwa kalian sudah melakukan kejahatan besar. Aku ingin menukar informasi ini dengan Hong Ki Hoon."
Eun Jo mengatakan bahwa ia rela memberikan semua yang dibutuhkannya untuk menyelamatkan Perusahaan Anggur Dae Sung demi Ki Hoon. Ia yakin, Dae Sung juga akan menganggap itu keputusan yang benar. Eun Jo memberikan waktu pada Ki Jung untuk membebaskan Ki Hoon. Jika tidak, maka semua informasi mengenai Perusahaan Hong akan jatuh ke tangan polisi.
Setelah selesai bicara, Eun Jo menutup telepon dan menangis.
Akhirnya Ki Jung membebaskan Ki Hoon.
Ki Hoon menelepon Eun Jo. "Turunkan jendela mobilmu agar aku bisa melihatmu." katanya.
Eun Jo menoleh dan melihat Ki Hoon ada di seberang jalan.
"Siapa yang menyuruhmu melakukan ini?" tanya Ki Hoon.
"Kau baik-baik saja?" tanya Eun Jo.
"Kau tidak bisa lihat? Aku baik-baik saja." jawab Ki Hoon. "Kau tidak bisa melakukannya. Informasi itu adalah kunci untuk menyelamatkan Perusahaan Anggur Dae Sung."
Eun Jo menangis dan menggeleng.
Ki Hoon menutup telepon dan menyeberang jalan, menuju ke mobil Eun Jo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar