Keadaan Ryung sudah cukup membaik. Bong Soon merawat Ryung dengan sangat perhatian. "Itu menyakitkan ya?" tanya Bong Soon, melihat Ryung menggeliat-geliat kesakitan. "Aku tahu kau menderita. Hidupmu sangat menderita."
Ryung akhirnya sadar, wajahnya pucat pasi. Bong Soon menyuruh Ryung minum obat.
"Apa ini?" tanya Ryung melihat ke dalam mangkuk.
"Darah sapi." jawab Bong Soon.
"Darah sapi?!" seru Ryung, belum apa-apa dia sudah ingin muntah. "Bawa itu pergi. Aku tidak mau minum."
"Aku lari ke rumah hakim di utara untuk meminta ini." kata Bong Soon. "Besok dia akan pergi ke Wei. Karena itulah keluarganya memotong sapi."
"Hakim?" Ryung berpikir. Ia teringat saat menyalin buku yang dipinjamnya dari Eun Chae secara diam-diam.
"Mana aku tahu! Cepat minum!"
Ryung bertanya pada Hee Bong kenapa hakim tersebut pergi ke Wei. Hee Bong menjawab, "Beberapa hari yang lalu, di pantai Pulau Jin, datang sebuah kapal milik Negara Wei dan kapal kemudian tersebut disita. Pihak istana berdebat apakah kapal tersebut merupakan mata-mata dari Wei atau bukan. Karena itulah hakim melakukan perjalanan ke Wei."
"Berapa lama dia pergi?"
"Tidak bisa diperhitungkan." jawab Hee Bong. "Bisa beberapa bulan, atau beberapa tahu. Kemarin aku datang ke rumahnya dan dia sudah berbenah."
"Dia pergi besok, bukan?"
"Ya, tapi kenapa kau ingin tahu?" tanya Hee Bong.
Ryung tersenyum, "Tidak apa-apa."
Byun Shik meminta Shi Hoo mengambilkan buku laporan di kamar Eun Chae. Eun Chae mengambil buku tersebut di lemari.
"Kenapa buku ini di atas?" gumam Eun Chae.
"
"Tidak apa-apa." jawab Eun Chae. "Aku biasanya meletakkan buku daftar anggota Jeonwoohoe di bagian bawah, tapi rupanya aku salah meletakkan."
Shi Hoo curiga. "Apa kau pernah mengajak si pencuri itu masuk ke kamarmu?" tanyanya. Eun Chae tidak bisa menjawab. "Bagaimana kau bisa melakukan kesalahan seperti itu! Berikan buku itu padaku!"
Shi Hoo membolak-balik halaman buku Jeonwoohoe. Ia kemudian menemui Byun Shik. "Apa itu Jeonwoohoe?" tanyanya. "Aku mencurigai sesuatu."
"Jeonwoohoe adalah ikatan persaudaraan yang terdiri dari para pemberontak, termasuk para pejabat istana." jawab Byun Shik. "Tapi sekarang mereka bukan lagi kelompok pemberontak. Semua orang yang berkuasa bisa ikut ambil bagian dalam kelompok tersebut. Kenapa kau ingin tahu?"
Untuk lebih gampangnya, Jeonwoohoe adalah kelompok pemberontak yang dulu berusaha menurunkan raja sebelumnya, Gwang Hae, kemudian mengangkat Raja yang sekarang.
"Semua rumah yang dimasuki oleh pencuri itu adalah rumah para anggota Jeonwoohoe."
Byun Shik terkejut. "Apa?!"
Akhirnya, Byun Shik memerintahkan di rumah masing-masing anggota Jeonwoohoe harus dijaga oleh para pengawal istana.
Karena hakim akan pergi ke Wei besok dan belum tentu bisa kembali dengan cepat, maka mau tidak mau Ryung harus menyelinap ke rumah hakim tersebut malam ini. Ia memaksakan diri walau kondisi tubuhnya belum sembuh betul.
Ryung menyusup ke rumah sang hakim dan melihat pedang yang dimiliki hakim tersebut. Tidak ditemukan lambang pada pedang manapun.
Shi Wan saat itu sedang berjaga di rumah sang hakim. Ia tidak benar-benar berjaga, malah memanggil wanita penghibur ke sana. Ryung mengerjainya. Ia mengikat Shi Wan dan mencelupkannya ke sumur. Wanita penghibur yang dibawa Shi Wan berteriak.
Shi Hoo dan para pengawal berlari-lari datang.
"Ke sebelah sana!" seru Shi Wan menunjuk ke arah Iljimae pergi. Pengawal lain melihatnya dan si wanita penghibur dengan heran. "Ke sana!!"
Shi Hoo dan pengawal yang lain mengejar Iljimae. Shi Hoo berhasil melukai kaki Ryung, namun Ryung berhasil kabur dan naik ke tandu milik seseorang wanita.
Shi Hoo menemukan wanita pemilik tandu disekap di dalam sebuah gudang, kemudian bergegas memerintahkan orang untuk mengejar tandu tersebut.
Pengawal akhirnya berhasil menemukan tandu dan membukanya. Iljimae sudah tidak ada di sana.
Shi Wan membalik tandu, mencari lewat mana Iljimae kabur. Ternyata di bawah tandu itu ada lubang yang menjurus ke tempat penyimpanan biji-bijian. Shi Wan bergegas pergi ke ruang penyimpanan biji-bijian. Ia membuka pintu ruangan penyimpanan dan masuk ke dalamnya, namun tidak ada seorangpun di sana.
Ryung menutup dan mengunci pintu ruangan itu dari luar agar Shi Wan dan pengawal yang lain tidak bisa keluar.
Shi Wan naik ke atas, ke saluran yang menuju tempat Iljimae tadi menghilang dari tandu. Namun Ryung sudah meletakkan sebuah batu besar di atasnya. Shi Wan tidak bisa keluar.
Ruang penyimpanan biji-bijian tersebut adalah sebuah ruangan dingin (seperti kulkas).
Shi Hoo, yang akhirnya menyusul Shi Wan ke ruangan tersebut, sudah menemukan para pengawal telanjang karena Shi Wan memakai semua baju mereka.
"Kenapa kau lama sekali datang?" tanya Shi Wan pada Shi Hoo. "Apa kau sengaja melakukannya?"
Shi Hoo menemui Eun Chae. "Dia muncul lagi." kata Shi Hoo.
Eun Chae lega mendengarnya. "Berarti dia masih hidup." ujarnya senang.
"Apa kau tidak mengerti? Ia mencoba memperalatmu!" seru Shi Hoo. "Dia datang ke rumah para anggota Jeonwoohoe .
"Ini kesalahpahaman, kakak." bela Eun Chae.
"Kesalahpahaman? Baik, aku akan menangkapnya dengan tanganku sendiri dan membuka topengnya di hadapanmu!"
Ryung tidur di rumah. Swe Dol masuk ke kamarnya dan menyentuh kening Ryung. "Kau demam!" seru Swe Dol, mengoceh dan menasehati Ryung banyak hal tentang ini itu.
"Ayah, aku ingin istirahat sebentar." kata Ryung, menyuruh ayahnya diam.
"Ya, istirahatlah." kata Swe Dol. "Tapi kenapa para pengawal memeriksa setiap rumah seperti itu? Mereka bahkan memaksa laki-laki muda di desa untuk membuka baju."
Ryung cemas. Ia kemudian bangkit dan pergi keluar.
Di jalan, Ryung melihat Shi Hoo dan pengawal lain sedang berjalan ke arahnya. Ryung hendak melarikan diri, namun kemudian ia melihat sebuah geng sedang tawuran melawan geng lain. Ryung ikut ambil bagian.
Kong He geleng-geleng kepala melihat tawuran itu. Tapi begitu melihat Ryung sedang dipukuli orang, Kong He bergegas membantunya. "Nak, aku menyuruhmu beristirahat!" kata Kong He pada Ryung. "Kenapa kau malah berkelahi di sini?"
Kong He melawan semua orang disana dengan ilmu bela dirinya yang hebat. Ryung menjadi sangat terkesan. Ia memegangi kakinya yang sakit dan banyak mengeluarkan darah.
Para pengawal datang. Mereka menyuruh orang-orang yang terluka kakinya untuk maju. Ternyata karena tawuran tersebut, banyak orang yang terluka kakinya.
"Dia juga terluka di bagian perut." kata Shi Hoo.
Kong He menoleh ke Ryung, menyadari apa yang terjadi. Ia kemudian memukul seseorang yang paling dekat dengannya. "Apa kau tidak punya orang tua?!" omelnya, mencari keributan. "Pukul aku sekali lagi! Pukul aku sampai mati! Pukul aku sampai mati!"
Kong He memberi isyarat pada Ryung agar pergi. Ryung mengangguk, namun sayang Shi Hoo tidak terpengaruh pada kejadian tersebut dan terus memeriksa mereka.
Ryung membuka bajunya perlahan, Kong He sudah siap bertindak. Tapi tiba-tiba...
"Ryung!" Shi Wan melambai, memanggil Ryung. "Apa yang terjadi?! Kau terluka?!" seru Shi Wan khawatir, melihat kaki Ryung yang terluka.
Ryung langsung berteriak kesakitan. "Bukan begitu, Tuan. Aku dilukai oleh Bongdo saat berkelahi."
"Kau!" Shi Wan marah pada Bongdo dan mengeluarkan pedangnya, namun memasukkannya kembali. Ia kemudian mengajak Ryung pergi. "Ayo! Lukamu harus diobati terlebih dahulu."
"Dia salah satu orang yang dicurigai." kata kepala polisi.
"Apa maksudmu?" tanya Shi Wan. "Dia adalah orang kepercayaanku. Ayo pergi!"
Shi Wan memapah Ryung dan berjalan pergi.
Ketidakmampuan Ryung dalam bela diri membuatnya ingin berlatih. Ia teringat kemampuan Kong He dan mencoba mendekatinya.
Ryung membersihkan kandang kuda, tugas yang seharusnya dikerjakan oleh Kong He. Ia kemudian membawakan Kong He satu guci arak dan menyuapinya makan. Ryung memohon dan menyembah-nyembah agar Kong He mau mengajarinya.
Bong Soon memandang Ryung dari jauh dengan pandangan terpesona. Nyonya Kedai mengagetkannya. "Kenapa kau memandang seperti itu? Memangnya ada yang menarik?"
"Kurasa aku kena gangguan perncernaan." kata Bong Soon. "Walaupun aku belum makan, tapi aku selalu merasa penuh di sini." Ia memegang dadanya. "Apa yang terjadi denganku? Apa aku terkena penyakit yang tidak bisa disembuhkan?"
"Anak ini... Benar, kau memang kena penyakit. Penyakit cinta! Apa kau sedang jatuh cinta?"
"Apa? Sakit cinta?" Bong Soon terlihat takut, kemudian melarikan diri.
"Sepertinya memang benar." kata Nyonya Kedai, mencari-cari laki-laki terdekat. Ia melihat Ryung. "Masa..."
Byun Shik melihat Shi Hoo berlatih bela diri dengan keras. "Kenapa dia?" tanyanya pada kepala polisi.
"Dia hampir saja menangkap Iljimae dua kali, tapi Iljimae selalu berhasil lolos. Hatinya jadi dipenuhi kemarahan."
Byun Shik mengangguk, kemudian memanggil Shi Hoo.
Shi Hoo diperintahkan untuk mengirim surat pada Chun. Shi Hoo melihat kemampuan bela diri Chun yang hebat, lalu berlutut dihadapannya. "Tolong ajari aku bela diri." Chun menolak. Shi Hoo tetap berlutut disana sepanjang hari.
Chun membaca surat dari Byun Shik. "Kim Ik Hee pergi menemui Jung Myung So. Aku harus bertemu dengan Raja secara rahasia."
Chun mendatangi Shi Hoo, yang masih berlutut walaupun hujan turun dengan deras. "Aku harus menangkap seseorang." kata Shi Hoo.
"Kenapa kau sangat ingin menangkapnya?" tanya Chun.
"Karena itu adalah satu-satunya jalan untukku agar bisa hidup sebagai seorang manusia." kata Shi Hoo. "Caraku untuk mencapai tempat tertinggi."
Kong He diam-diam berniat pergi. Bong Soon menghadang jalannya. "Mau kemana kau?" tanya Bong Soon. "Kenapa akhir-akhir ini wajahmu kelihatan sedih?"
"Aku harus menghindari seseorang." jawab Kong He.
Kong He berjalan pergi. Ryung melihat Kong He hendak pergi, kemudian menutup jalannya. "Mau kemana kau, Guru? Bawa aku bersamamu."
"Aku memutuskan pergi karena aku tidak ingin melihatmu."
"Kau tidak boleh pergi! Tidak boleh!" seru Ryung bersikeras.
"Minggir!"
"Kau tidak boleh pergi!" teriak Ryung, menahan Kong He. Kong He mendorongnya hingga terjatuh.
Ryung tidak mau menyerah. Ia memegangi kaki Kong He. "Kau tidak boleh pergi! Bawa aku bersamamu!" Lagi-lagi Kong He menghempaskan Ryung ke tanah. "Kau tidak boleh pergi!"
Luka di perut Ryung berdarah lagi, namun Ryung tidak memedulikan rasa sakitnya. "Tolong izinkan aku ikut..." Ryung merangkak di kaki Kong He.
"Kenapa kau sangat ingin belajar bela diri?" tanya Kong He.
"Karena... Aku harus menyelesaikan sesuatu. Jadi aku... Aku tidak boleh mati!"
Ryung menemui Nyang Soon, anak si pedagang sayur. "Taaaraaaa!!" Ryung menunjukkan sebuah pita pink padanya. "Aku menggunakan uangmu untuk membeli ini."
"Uang?" tanya Nyang Soon, tersenyum senang.
"Kakak tampan ini akan mengikatkannya di rambutmu. Bagaimana?" tanya Ryung.
Nyang Soon mengangguk.
Ryung mengikatkan pita itu ke rambut Nyang Soon. "Nyang Soon-ku tersayang sudah cantik sekarang!" ujar Ryung ceria. "Walau kau tidak bertemu denganku beberapa hari ke depan, kau tidak boleh menyukai orang lain."
"Kemana kau akan pergi, Kakak?"
"Aku akan bekerja keras agar bisa menikahi Nyang Soon." kata Ryung. "Laki-laki harus punya kekuatan."
"Tapi kemana kau akan pergi?"
"Ke tempat yang sangat jauh. Kau harus menuruti kata-kata orang tuamu, ya? Aku pergi sekarang!"
"Hati-hati di jalan." kata Nyang Soon. "Aku tidak akan menyukai orang lain. Aku akan menjadi anak yang baik dan menunggumu pulang." Ryung tertawa dan melambaikan tangan padanya.
Bong Soon mengintip dan kesal setengah mati melihat pita itu diberikan pada Nyang Soon.
Ryung kemudian berkunjung ke rumah lamanya.
"Ayah." kata Ryung di depan pohon Mae Hwa. "Aku tidak bisa mengunjungimu untuk sementara waktu. Tapi aku akan menjadi sepertimu. Aku akan menjadi laki-laki yang kuat saat aku kembali."
Ryung berjalan ke pohon Mae Hwa besar dan menyentuh batangnya.
Bong Soon mengikuti Ryung dan mengintipnya dari balik tembok pagar. "Jadi ini adalah rumahmu." Bong Soon melihat Ryung sedang memandang pohon Mae Hwa dengan sedih.
Ryung meninggalkan surat untuk Swe Dol. Karena Swe Dol tidak bisa membaca, Heung Kyun menolongnya. "Dia bilang, dia ingin pergi ke gunung dan belajar keras untuk ujian yang akan datang."
"Apa dia meninggalkan pesan khusus padaku?" tanya Swe Dol berharap.
Heung Kyun tersenyum dan memanggil Dan Ee. "Bibi, Ryung bilang kau tidak perlu cemas. Dan ia menyuruhmu menjaga kesehatanmu."
Swe Dol tersenyum. "Kau sangat dingin padanya, tapi yang dia pikirkan hanya ibunya. Aku jadi iri."
Kong He dan Ryung menaiki sebuah kapal melewati laut. Sesampainya di pantai, Kong He sengaja membuang barang bawaannya ke laut dan menyuruh Ryung mengambilnya.
Ryung melompat ke laut. "Dingin sekali!" teriaknya. "Aduh, image-ku benar-benar sudah hancur!"
Ryung mengangkat barang bawaan Kong He, namun barang tersebut sangat berat sehingga membuatnya kesulitan mengangkat barang-barang tersebut.
Ryung mengikuti Kong He berjalan dari belakang. Lama mereka berjalan, Ryung mulai menyadari sesuatu. "Paman!" panggilnya. "Bukankah tadi kita sudah melewati tempat ini?"
"Siapa yang menyuruhmu mengikutiku?" tanya Kong He. "Pergi sana!"
Ryung bingung. Ia melihat dermaga kecil tempat rakit tadi, namun kapal itu sudah tidak ada. "Aku ikut denganmu!" teriaknya.
Mereka akhirnya sampai ke sebuah gubuk kecil. Kong He duduk dengan santai dan berseru pada Ryung, "Keringkan bajuku!"
Ryung mengomel sendiri dan melakukan perintah Kong He.
Kim Ik Hee adalah pejabat yang menemukan surat dari Kwon Do Hyun. Raja merencanakan sesuatu untuk menghabisinya dengan memasang pancingan.
Kim Ik Hee dan kedua pejabat melihat mayat di tengah hutan. "Pihak istana mulai mencari putra Lee Won Ho."
"Kita harus menemukan putra Lee Won Ho." kata Kim Ik Hee. "Itulah satu-satunya kesempatan kita agar bisa selamat. Kita harus menggunakan Geom untuk menjatuhkan Raja."
"Jadi, kita akan melakukan rencana pemberontakan?"
Kong He menyuruh Ryung membersihkan rumah dan mencari kayu bakar, sedangkan dia sendiri bermain-main dengan seorang wanita penghibur bernama Myung Wol. Ryung melihat Kong He dengan kesal.
"Cepat potong kayu bakar!" perintah Kong He padanya.
Ryung belum makan, ia mengendap-endap ke belakang rumah untuk makan. "Laparnya." gumam Ryung.
Baru makan satu gigitan, mendadak Kong He muncul dan merebut makanannya. "Pencuri ini... Kau lebih buruk daripada Iljimae! Myung Wol membawakan makanan ini untukku..."
Ryung melihat Kong He dengan kesal.
Kong He mendekati Ryung. "Myung Wol bilang, Iljimae tidak muncul belakangan ini." katanya curiga.
Ryung mencoba mengalihkan pembicaraan. "Aahh, ayam ini terlalu tua. Gigiku hampir copot!"
"Tapi kelihatannya tujuan utama Iljimae bukan untuk mencuri." kata Kong He, tidak terpengaruh.
"Apa lagi tujuan seorang pencuri kalau bukan untuk mencuri?" protes Ryung.
"Mungkinkah dia sedang mencari sesuatu?" pikir Kong He. "Dia mencuri hanya untuk menutupi tujuan yang sesungguhnya."
Ryung terus menerus mengelak dan meyakinkan Kong He bahwa Iljimae memang benar-benar ingin mencuri. Kong He tidak mau mendengarkan.
Setiap hari, Ryung selalu mengangkat kayu bakar dan membersihkan rumah.
Ryung membersihkan rumah. Saat Ryung membersihkan bagian sebelah kiri, Kong He mengotori bagian sebelah kanan. Saat Ryung membersihkan bagian sebelah kanan, Kong He mengotori langu bagian sebelah kiri.
Ryung berteriak frustasi. "Aku tidak mau melakukannya lagi!! Aku membersihkan, kau mengotorinya lagi! Sebenarnya apa yang kau mau?!"
Ryung kemudian mengangkat air. Kong He melemparkan kain ke wajahnya hingga Ryung terjatuh dan menumpahkan air yang dibawanya.
Ryung memasak sesuatu di dapur. Kong He lalu melemparkan kain lagi ke wajahnya. Ryung membalas lemparannya dan Kong He menangkap kain itu dengan gesit.
"Wajahku akan tergores!" seru Ryung marah.
"Gerakanmu terlalu lambat!"
"Kapan kau akan mengajarkan aku bela diri?"
"Aku tidak akan mengajarkanmu kecuali kau bisa menghindari kain ini."
"Benarkah?" tanya Ryung senang. Kong He melempar kain itu lagi ke wajah Ryung.
"Mereka termakan pancingan, bukan?" tanya Raja pada Chun.
"Ya, Yang Mulia. Setelah mereka berhasil menemukan putra Lee Won Ho, aku akan membunuh mereka secepatnya." jawab Chun.
Bong Soon datang menjenguk Ryung dan Kong He.
"Bong Soon!" panggil Kong He, senang melihat Bong Soon.
Bong Soon tidak memedulikannya dan mencari-cari Ryung. "Ryung!" Bong Soon memberikan makanan padanya, namun Ryung menolak.
"Aku harus memotong kayu bakar dan membersihkan rumah" katanya dengan wajah memelas. "Pundakku..."
Bong Soon melihat tumpukan kayu bakar yang dibawa Ryung, wajahnya berubah marah. "Kau pendeta tidak punya hati!" teriak Bong Soon pada Kong He.
Bong Soon mengajak Ryung makan dan menyuruh Kong He mencuci piring. "Tidak ada gunanya membesarkan seorang anak." Kong He ngedumel.
Bong Soon menyuapi Ryung makan. "Ini bagus untuk laki-laki. Laki-laki butuh kekuatan." Bong Soon melihat wajah Ryung terbaret. Ia menoleh pada Kong He. "Kau melempar kain lagi, kan?!"
Kong He melempar kain. Bong Soon mengelak. Kain tersebut tepat mengenai wajah Ryung.
"Ryung, kau tidak apa-apa?" tanya Bong Soon, mengambil kain tersebut dari wajah Ryung. "Wajahmu yang tampan jadi bengkak begini."
"Tidak ada gunanya membesarkanmu!" Kong He ngambek dan pergi keluar.
Ryung kesal. "Tapi, bagaimana caramu menghindari kain itu?"
Bong Soon tersenyum jahil. "Di dunia ini, tidak ada makan siang yang gratis." Ia kemudian memonyongkan bibirnya, minta dicium.
Ryung melempar kain ke wajah Bong Soon, kemudian pergi keluar.
Ryung belajar ilmu bela diri sendirian. Bong Soon menantangnya. "Kau ingin aku mengajarimu?"
"Kau?"
"Kenapa? Kau meremehkan aku?" tanya Bong Soon. "Ayo berduel."
Ryung hendak menolak, tapi Bong Soon tiba-tiba menonjok wajahnya sekali. Ryung langsung jatuh dan hidungnya berdarah.
Ryung marah dan menyerang Bong Soon, namun Bong Soon dengan mudah bisa menghindari dan membuat Ryung jatuh di sana sini.
"Bagaimana kau menghindari kain itu?"" tanya Ryung ketika mereka selesai berlatih dan beristirahat.
"Itu mudah." kata Bong Soon. "Kau hanya perlu menganggap kain itu sebagai kotoran."
"Kotoran?!" seru Ryung. "Kulihat kau bisa bela diri."
"Aku belajar sendiri."
"Kenapa kau belajar bela diri?" tanya Ryung. Saat itu, Kong He dengan diam-diam mendengar pembicaraan mereka.
Wajah Bong Soon berubah sedih. "Aku ingin balas dendam pada seseorang."
"Kau ingin membunuhnya?"
"Tentu saja." jawab Bong Soon. "Kau tidak boleh mengatakan hal ini pada ayahku. Jika kau mengatakan padanya, aku akan membunuhmu!"
Bong Soon dan Ryung berbaring di rumput, memandang bintang.
"Ryung, apa kau lelah?" tanya Bong Soon.
"Apa aku lelah?" Ryung bertanya pada dirinya sendiri.
"Ini semua karma." gumam Kong He.
Mereka bertiga berbaring bersama dalam satu ranjang kayu, namun tidak satupun dari mereka yang tidur. Bergulat dengan pikiran masing-masing.
Esoknya, Kong He memaksa Bong Soon pergi. "Ryung! Aku tidak mau pergi!" seru Bong Soon minta dukungan.
"Kenapa kau tidak mau pergi?" tanya Ryung santai. "Cepat pergi sana! Jangan pernah kembali ke sini lagi!"
Bong Soon terpaksa pergi. Ia melambaikan tangan pada Ryung.
"Apa yang kau lakukan pada putriku?" tanya Kong He marah pada Ryung. "Dulu dia hanya perhatian padaku. Kenapa dia jadi seperti ini?" Kong He kesal dan melempar kain ke arah Ryung, namun Ryung menghindari kain itu dengan spontan.
"Aku bisa menghindarinya!" seru Ryung senang. "Sekarang kau akan mengajarkan aku bela diri kan?!"
Kong He berpikir. "Benar. Akulah yang menyebabkan karma ini. Aku harus bertanggung jawab."
Kong He akhirnya bersedia mengajari Ryung. "Aku akan mengajarkanmu menggunakan pedang!"
"Seharusnya kau mengajarkan aku dasarnya dulu." ujar Ryung.
"Kau sudah mengangkat air, memotong kayu bakar dan membersihkan rumah beberapa hari ini. Jika itu bukan latihan dasar, lalu apa namanya?" kata Kong He. "Bisa menghindari kain dan pedang kayu, artinya kau sudah menguasai setengah dari ilmu pedang."
Kong He dan Ryung mulai berlatih dengan menggunakan pedang kayu.
"Gunakan pedangmu untuk menghentikan pedang lawan." ujar Kong He. "Mulai sekarang, aku akan menyerangmu."
Ayah Heung Kyun mengeluarkan pendapatnya tentang Iljimae. "Iljimae adalah seorang wanita." katanya. "Kenapa dia bisa lolos dari pemeriksaan badan waktu itu? Karena yang diperiksa hanya laki-laki."
Swe Dol mendengarkan dengan seksama. "Kenapa dia tidak muncul belakangan ini?"
"Aku tidak tahu mana yang benar." kata Ayah Heung Kyun. "Apa mungkin dia dibawa ke negeri Cing, atau mungkin dia bunuh diri, atau mungkin juga dia menikah?"
Swe Dol membuat cerita versinya sendiri. "Dengar ya! Iljimae menikah, kemudian pergi ke negeri Cing. Setelah sampai disana, pernikahannya berantakan dan dia bunuh diri. Begitu!"
Swe Dol pulang dan menceritakan gosip tentang Iljimae versinya sendiri. Ia dan Dan Ee makan, namun Dan Ee kelihatan banyak pikiran. "Aku bertanya-tanya apakah Ryung sudah makan saat ini." ujarnya khawatir.
Kong He terus melatih Ryung.
"Ada 9 teknik untuk menyerang dengan sebuah pedang." kata Kong He. "Tidak peduli secepat dan seindah apa permainan pedangmu, semua itu berasal dari 9 teknik tersebut. Selama kau mengerti teknik-teknik ini, siapapun yang bertarung melawanmu, kau tidak akan pernah kalah."
Kong He mengajari kesembilan trik ini dengan menjadikan Ryung objek serangan.
Di lain pihak, Chun juga sedang mengajari Shi Hoo. Namun objek serangan Shi Hoo adalah sebuah boneka jerami.
Sedikit demi sedikit, Ryung mulai bisa menangkis serangan-serangan Kong He.
"Guru, apa boleh besok kita berlatih dengan menggunakan pedang sungguhan?" tanya Ryung.
"Tidak!" jawab Kong He. "Kau tidak boleh menggunakan pedang untuk menyakiti orang. Dulu, aku adalah seorang pembunuh. Semakin aku berpikir bahwa itu hal yang benar, aku makin berpikir pula bahwa membunuh orang bukanlah hal yang buruk. Wanita, orang tua, bahkan anak-anak. Aku membunuh mereka semua tanpa ampun. Dengan tangan ini."
"Bagaimana caramu berpikir tentang kebenaran?" tanya Ryung.
"Benar. Apa itu kebenaran? Seseorang yang membunuh orang lain bukanlah orang yang benar. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, tapi ketika kau membunuh seseorang, semua kebenaran itu tidak lagi ada."
"Semua orang menyebutku pembunuh." kata Chun oada Shi Hoo. "Tapi aku tidak peduli. Aku akan membunuh siapapun yang menghalangi jalanku. Itulah yang kusebut kebenaran bagiku."
"Guru, seperti apa kebenaran yang kau percayai?" tanya Shi Hoo.
"Raja adalah kebenaran yang aku percayai."
Kong He melatih Ryung lagi. Ia memukuli Ryung habis-habisan sampai Ryung bisa mengelak sendiri dari serangannya.
Musim panas sudah berlalu, musim gugur, musim dingin, musim semi....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar