Silahkan Mencari !!!

Info!!!

kelanjutan fan fiction & recap drama semua ada di blog q yang baru
fanfic : www.ff-lovers86.blogspot.com
recap : www.korea-recaps86.blogspot.com
terima kasih...

Selasa, 31 Agustus 2010

Seindah Mata Kristalnya (Part 1)

glitter-graphics.com

Title : Seindah Mata Kristalnya
Author : Sweety Qliquers
Genre : Romance
Episodes : 5 Part
Part 1 “Seindah Mata Kristalnya”
Production : www.korea-lovers86.blogspot.com
Production Date : 31 Agustus 2010, 03.01 PM
Cast :
Lee Min Ho
Son Ye Jin
Rain Bi


Seindah Mata Kristalnya
Created By Sweety Qliquers

Part 1
Seindah Mata Kristalnya


Malam bergulir perlahan. Detak jarum jam dinding di kamarku terdengar jelas. Kota Seoul terlelap dalam tidur. Hanya sesekali terdengar raungan kendaraan. Menggerung keras lalu lenyap ditelan kesunyian.

Pukul dua dinihari.

Aku menyeka sebuah luka memar di sekitar kelopak mataku dengan air hangat. Bekas luka pukulan itu, setelah seminggu perlahan-lahan mulai hilang.

Kini aku menatap wajahku sendiri di dalam cermin. Kenapa itu kau lakukan, Lee Min Ho? Kenapa kau mati-matian membela gadis itu? Kenapa kau tidak pernah berkompromi kepada seseorang yang telah membuat mata bening milik gadis itu mempunyai pesona lain dalam hatimu, Lee Min Ho? Ataukah, kau mempunyai perasaan khusus pada gadis itu yang sampai saat ini masih kamu sembunyikan? Yang sampai detik ini tidak pernah kau ungkapkan?!

***


"Hei, Son Ye Jin. Kau tahu tidak kenapa aku sampai saat ini sering memanggilmu, Kristal?" Suatu hari enam bulan lalu menjelang pelajaran matematika aku membisikkan kalimat itu.

Son Ye Jin menatapku.

"Karena aku anak Mama yang ke mana pun pergi selalu diantar dan dijaga?" sahut Son Ye Jin yakin.

Aku menggeleng sembari tersenyum.

"Karena aku merupakan kaum hawa, yang sering diidentikkan oleh kaummu sebagai penghias dunia kan?" Son Ye Jin melirikku. Membuka tas sekolah dan mengeluarkan diktat.

Aku tertawa. Lantas menggeleng.

"Penghias dunia? Memangnya kau aksesoris?" ledekku.

Son Ye Jin mengernyitkan keningnya.

"Karena aku seorang gadis yang hatinya mudah patah berkeping-keping seperti kristal?" pancingnya, bertanya.

Lagi-lagi aku menggeleng.

"Lalu apa, Lee Min Ho?" Son Ye Jin penasaran. Menatapku beberapa saat, menanti jawaban yang akan keluar dari mulutku.

"Karena kau mempunyai mata bagus dan sebening kristal," jawabku kemudian sembari menikmati mata indah milik gadis itu.

Son Ye Jin membelalak. Mencubitku gemas sambil menggigit bibirnya sendiri.

"Aku Jujur, Son Ye Jin. Matamu bagus. Bening bak telaga. Juga teduh. Malah kadang-kadang aku sering berkaca di bola matamu itu," kubiarkan wajah Son Ye Jin tersipu-sipu.

Tinggi semampai, wajah terkesan aristokrat, dan bermata bagus, itu kesan pertama ketika aku mengenal Son Ye Jin. Ia memang favorit di sekolahku. Ramah dan supel. Kesannya yang cuek dan tidak pernah memilih-milih teman, membuat Son Ye Jin tumbuh menjadi gadis favorit di SMA Shinhwa, SMA-ku.

"Kau tahu apa yang ada di dalam hatiku saat ini, Kristal?" Mataku menatap lurus ke depan. Memperhatikan Pak Ahn Jae Wook yang mulai sibuk memeriksa pe-er yang diberikan hari kemarin.

"Apa?" bisik Son Ye Jin lirih.

"Aku tidak ingin seorang pun yang akan melukai mata bagus itu." Aku tersenyum. Melindungi kupingku dari cubitan Son Ye Jin dengan buku diktat.


"Terima kasih, Lee Min Ho. Kau memang sahabatku yang terbaik." Tanpa melirikku, Son Ye Jin meluncurkan kalimat itu.

Keakrabanku dengan Son Ye Jin, sudah terjalin sejak kelas satu SMA. Malah sebagaian teman-teman menyangka kalau Son Ye Jin adalah kekasihku. Tetapi aku tidak pernah berpikir untuk itu. Tekadku waktu itu hanya satu. Aku ingin menjadi sahabat Son Ye Jin yang terbaik. Tanpa menodai rasa persahabatanku itu dengan perasaan cinta yang sering berakhir dengan kebencian. Aku tak ingin hal itu terjadi. Aku hanya ingin melihat mata kristal Son Ye Jin itu terus bersinar cerah. Bibir sensualnya terus berceloteh riang. Itu saja keinginanku. Meskipun aku sempat menangkap sinyal kalau sebenarnya Son Ye Jin sering memberiku lampu hijau untuk mengubah persahabatan itu menjadi hubungan yang lebih khusus. Tetapi ternyata aku ragu. Takut kalau suatu saat aku melukai hati Son Ye Jin. Takut kalau suatu saat aku akan menorehkan sembilu di hati gadis itu dan membuat mata kristal miliknya berubah kelabu. Sampai suatu saat Son Ye Jin mengatakan padaku kalau Rain Bi, anak II.3.B, yang sejak kelas satu mengejarnya dengan sabar, telah menjadi bagian dari hari-hari Son Ye Jin.

Setelah hal itu terjadi, di hati kecilku, tiba-tiba kurasakan ada sesuatu yang hilang. Dan aku yakin sesuatu itu adalah Son Ye Jin.

Bersambung...

Pastikan Dia Jangan Menunggu (FF)


Title : Pastikan Dia Jangan Menunggu
Author : Sweety Qliquers
Genre : Romance
Episodes : 7 Part
Production : www.korea-lovers86.blogspot.com
Production Date : 16 Agustus 2010, 03.44 PM
Cast :
Lee Min Ho
Son Ye Jin
Yoon Eun Hye
Song Hye Gyo
Rain Bi
Park Hae Mi (Min Ho’s Mother)
Kim Ja Ok (Ye Jin’s Mother)
Kim Young Ok (Kepala Rumah Tangga Keluarga Lee Min Ho)


Pastikan Dia Jangan Menunggu
Created By Sweety Qliquers

Part 1 (Si Petasan Injak)
Part 2 (Cintakah Dia?)
Part 3 (Segalanya Tentang Lee Min Ho)
Part 4 (Lee Min Ho & Yoon Eun Hye)
Part 5 (Air Mataku Menetes)
Part 6 (Hatiku Patah)
Part 7-Tamat (Pastikan Dia Jangan Menunggu)


Pastikan Dia Jangan Menunggu (Part 7-Tamat)

glitter-graphics.com

Title : Pastikan Dia Jangan Menunggu
Author : Sweety Qliquers
Genre : Romance
Episodes : 7 Part (Part 7-Tamat "Pastikan Dia Jangan Menunggu")
Production : www.korea-lovers86.blogspot.com
Production Date : 16 Agustus 2010, 03.44 PM
Cast :
Lee Min Ho
Son Ye Jin
Yoon Eun Hye
Song Hye Gyo
Rain Bi
Park Hae Mi (Min Ho’s Mother)
Kim Ja Ok (Ye Jin’s Mother)
Kim Young Ok (Kepala Rumah Tangga Keluarga Lee Min Ho)


Pastikan Dia Jangan Menunggu
Created By Sweety Qliquers

Part 7-Tamat
Pastikan Dia Jangan Menunggu


"Seharusnya Kak Lee Min Ho tidak perlu repot-repot begini. Sampai mengantarkan segala. Aku sudah minta tolong Song Hye Gyo."

"Song Hye Gyo datang kemarin. Tapi aku katakan, ingin aku antar sendiri."

"Ada yang penting?" Son Ye Jin duduk di hadapan Lee Min Ho. Menatapnya.

"Kalau tidak penting, tidak boleh menemuimu?"

"Bukan begitu. Biasanya Kak Lee Min Ho kan...."

"Tidak pernah mencarimu, apa lagi sampai ke rumah?" potong Lee Min Ho tersenyum. "Selama ini aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri, ya?"

"Tak apa. Melukis toh bukan hal yang jelek."

"Bukan itu. Maksudku...."

Son Ye Jin menunduk. "Aku mengerti."

"Seharusnya aku bisa lebih memahamimu."

"Tidak perlu. Pahami saja keinginanmu." Son Ye Jin menelan ludah pahit. "Sudah terima amplop coklat yang kutitipkan?"

"Ya."

"Rain Bi bilang, itu panggilan kerja untuk Kak Lee Min Ho."

Lee Min Ho mengangguk. "Pertambangan minyak di Batam-Indonesia."

"Kau mau menerimanya?"

"Menurutmu bagaimana?"

"Aku tidak punya pendapat untuk itu." Son Ye Jin menggeleng. "Kenapa tidak bertanya pada Yoon Eun Hye?"

"Yoon Eun Hye?" Lee Min Ho memajukan tubuhnya. "Karena kau melihatku memeluknya?"

"Sebenarnya bukan hanya itu."

"Apa lagi?"

"Aku tidak ingin membicarakannya."

"Kau belum tahu secara pasti bagaimana aku dengan Yoon Eun Hye. Kenapa langsung memutuskan?"

"Itu masalah pribadimu. Kenapa aku harus tahu?" elak Son Ye Jin. "Kenapa harus dibicarakan padaku?"

"Karena kau tersangkut di dalamnya."

"Aku?" Son Ye Jin tertawa. Pahit. "Aku bukan apa-apa."

"Kalau kau bukan apa-apa, dia tak akan cemburu. Yoon Eun Hye bukan tipe orang yang bisa menyerah begitu saja sebelum bertanding."

"Tidak perlu ada pertandingan. Toh memang sudah ada pemenangnya."

"Kau!" Lee Min Ho mengultimatum. "Kaulah pemenangnya!"

"Pembicaraan apa ini? Apa yang sedang kau bicarakan, aku tidak mengerti!" Son Ye Jin bangkit. Bagaimana dia bisa tahan duduk berhadapan begitu dan membiarkan Lee Min Ho mempermainkan perasaannya, mengobrak-abriknya?

"Duduk, Son Ye Jin. Aku belum selesai."

"Apa lagi?!"

"Aku diwisuda besok."

"Lalu?"

"Mau mendampingiku?"

"Kenapa tidak minta pada Yoon Eun Hye?"

"Yoon Eun Hye lagi, Yoon Eun Hye lagi!" Lee Min Ho menggeleng kesal. "Aku minta padamu! Bukan Yoon Eun Hye!"

"Apa yang kau inginkan sebenarnya?"

"Waktu Yoon Eun Hye meminta kembali, aku tidak tahu kenapa tidak ada lagi yang bisa kuberikan padanya. Di hatiku sudah tidak ada namanya lagi. Di hatiku hanya ada kau...."

Son Ye Jin menggeleng.

"Aku bukan apa-apa bagimu. Aku bukan apa-apa...."

"Karena aku tidak pernah membalas semua yang kau berikan?"

"Memang tidak harus, kan?"

"Son Ye Jin, waktu kau ke paviliun saat itu...."

"Aku tidak ingin mendengar penjelasanmu tentang alasan memeluk Yoon Eun Hye seperti itu. Itu urusanmu."

"Urusanmu juga." Lee Min Ho menatap tajam. "Aku perlu menanyakan ini, Son Ye Jin. Sebelum kuputuskan ke Batam atau tidak."

"Kau akan ke Batam?" Son Ye Jin menatap Lee Min Ho tanpa menyadari matanya menyimpan kepanikan.

"Tergantung jawabanmu."

"Aku?"

"Ya, bukan Yoon Eun Hye! Aku mohon, jangan bicarakan dia lagi. Kita sedang mendiskualifikasikan dia." Lee Min Ho menarik napas sejenak. "Kau ingin aku pergi ke Batam dan terikat kontrak yang memisahkan kita begitu lama?"

Son Ye Jin tak tahu harus menjawab apa. Kalau menuruti kata hatinya, maka dia ingin menjawab tidak.

"Apa kau ingin pergi?"

"Bagiku, kerja di manapun sama saja kalau tidak ada dirimu. Tapi kalau ada kau, kupilih kerja di sini. Sudah ada perusahaan lagi yang menawariku. Kalau kau ingin kita tidak berpisah, minta aku jangan pergi!"

Son Ye Jin mendongak. Menatap hitamnya mata Lee Min Ho yang bagus.

"Aku tidak ingin kau pergi," ucapnya pelan. "Aku...."

Lee Min Ho menarik gadis itu ke dalam pelukannya.

"Aku tak akan pergi," jawabnya pasti. "Aku tak akan pergi!"


TAMAT

Pastikan Dia Jangan Menunggu (Part 6)

glitter-graphics.com

Title : Pastikan Dia Jangan Menunggu
Author : Sweety Qliquers
Genre : Romance
Episodes : 7 Part (Part 6 "Hatiku Patah")
Production : www.korea-lovers86.blogspot.com
Production Date : 16 Agustus 2010, 03.44 PM
Cast :
Lee Min Ho
Son Ye Jin
Yoon Eun Hye
Song Hye Gyo
Rain Bi
Park Hae Mi (Min Ho’s Mother)
Kim Ja Ok (Ye Jin’s Mother)
Kim Young Ok (Kepala Rumah Tangga Keluarga Lee Min Ho)


Pastikan Dia Jangan Menunggu
Created By Sweety Qliquers

Part 6
Hatiku Patah


"Apa kau mau menolongku, Song Hye Gyo?"

"Apa?"

"Kalau pulang kau selalu lewat rumah Kak Lee Min Ho, kan?"

"Kadang-kadang. Memangnya kenapa?"

"Kalau lewat, tolong mampir sebentar. Ada beberapa barangku yang tertinggal di tempatnya."

Song Hye Gyo menoleh. Menatap Son Ye Jin dengan dahi berkerut.

"Ada apa denganmu?"

"Tidak ada." Son Ye Jin tersenyum.

"Kenapa harus aku yang datang? Bukannya kau?"

"Aku sibuk. Harus belajar untuk ujian semester."

"Biasanya minta Lee Min Ho yang mengajarkan."

"Merepotkan dia saja."

"Hei, ada apa denganmu?" ulang Song Hye Gyo heran.

Son Ye Jin menarik napas panjang, menunduk sedikit.

"Kau benar. Aku memang bukan apa-apa untuk Lee Min Ho."


"Oo, Son Ye Jin." Song Hye Gyo memeluk Son Ye Jin. "Dia mengatakan itu padamu?"

"Aku melihatnya sendiri. Yoon Eun Hye kembali."

"Dia bilang akan kembali pada Yoon Eun Hye?"

"Lee Min Ho tidak menjelaskan apa-apa. Aku melihatnya memeluk Yoon Eun Hye. Apa itu tidak menjelaskan segalanya?"

"Son Ye Jin!"

Son Ye Jin menelan ludahnya dengan susah payah.

"Seharusnya aku mengerti sejak dulu," ungkapnya.

"Kalau saja kau mau mendengarkan aku."

"Ya. Tapi tidak ada gunanya memang. Sudah selesai. Semua." Son Ye Jin tersenyum pahit. "Jangan lupa, ya? Tolong ambilkan barangku."

"Mau titip sesuatu untuk Lee Min Ho?"

Son Ye Jin menggeleng.

"Tak akan ada gunanya."

***


"Nah, itu dia pulang!"

Son Ye Jin tertegun di ambang pintu. Ibu berdiri dari duduknya. Menyambutnya. Tapi yang membuat Son Ye Jin bingung adalah kehadiran Lee Min Ho di ruang tamu sekarang.

"Kemana saja kau, Son Ye Jin? Lee Min Ho sudah lama menunggumu."

"Jalan-jalan."

"Tante tinggal ke dalam ya, Lee Min Ho."


Lee Min Ho mengangguk. "Terima kasih, Tante."

Pandangannya dialihkan ke Son Ye Jin setelah Ibu gadis itu menghilang. Sementara Son Ye Jin masih saja berdiri di tempatnya.

"Kenapa melihatku seperti melihat UFO?"

Son Ye Jin tertawa kecil. "Tumben kau kemari? Ada apa?"

"Mengantarkan barang-barangmu."

Bersambung…

Pastikan Dia Jangan Menunggu (Part 5)

glitter-graphics.com

Title : Pastikan Dia Jangan Menunggu
Author : Sweety Qliquers
Genre : Romance
Episodes : 7 Part (Part 5 "Air Mataku Menetes")
Production : www.korea-lovers86.blogspot.com
Production Date : 16 Agustus 2010, 03.44 PM
Cast :
Lee Min Ho
Son Ye Jin
Yoon Eun Hye
Song Hye Gyo
Rain Bi
Park Hae Mi (Min Ho’s Mother)
Kim Ja Ok (Ye Jin’s Mother)
Kim Young Ok (Kepala Rumah Tangga Keluarga Lee Min Ho)


Pastikan Dia Jangan Menunggu
Created By Sweety Qliquers

Part 5
Air Mataku Menetes


"Ada telepon untukku, Bu?"

"Tidak." Ibu mendongak, menatap Son Ye Jin sambil berkerut. "Kau menunggu telepon dari siapa, Son Ye Jin? Penting ya sampai menanyakannya setiap hari?"

Son Ye Jin tersenyum pahit. Menggeleng perlahan. Jadi Song Hye Gyo benar. Dia memang tidak berarti apa pun untuk Lee Min Ho.

Sudah lebih dari sebulan Son Ye Jin tidak lagi menemui Lee Min Ho. Terakhir adalah saat Son Ye Jin mengantarkan amplop titipan Rain Bi. Itu pun Lee Min Ho tidak ada di rumah. Dia hanya ditemani Ibu Lee Min Ho. Setelah itu Son Ye Jin menjauh. Mencoba menahan diri. Dia harus tahu, apa memang ada yang bisa diharapkan.


Tapi ternyata tidak! Sama sekali tidak!

Lee Min Ho tidak mencarinya. Tidak menelepon. Tidak datang ke rumah.

Mungkin dia memang harus melupakan. Tidak usah mengharapkannya. Tapi bisakah? Sebulan ini saja Son Ye Jin sudah merasa kehilangan.

"Oya, Son Ye Jin. Tadi Song Hye Gyo datang. Katanya, mau pinjam diktat organik untuk kuis besok. Ibu suruh cari sendiri di kamarmu. Tapi katanya tidak ada."

Tertinggal di tempat Lee Min Ho saat Son Ye Jin memaksa cowok itu mengajarkannya sebelum ujian kemarin. Dan dia lupa mengambilnya kembali untuk dipinjamkannya pada Song Hye Gyo besok.

"Aku pergi dulu, Bu."

"Lho, baru pulang kok mau pergi lagi?"

"Ambil diktat di rumah teman. Kasihan Song Hye Gyo, besok dia perlu sekali."

Sekalian mengambil semua barangnya yang tertinggal di paviliun Lee Min Ho.

***


"Kak Lee Min Ho ada, Bi?" Rumah besar itu sepi saat Son Ye Jin tiba di sana. Hanya Bibi Kim Young Ok-kepala rumah tangga keluarga Lee Min Ho, yang menyambutnya.

"Ada di paviliun, Non. Biasa, sedang melukis. Masuk saja ke dalam."

Son Ye Jin melangkah masuk. Menyusuri taman belakang yang luas sebelum sampai ke paviliun.

"Kak Lee Min Ho!"


Son Ye Jin tertegun di ambang pintu. Batal melangkahkan kaki untuk masuk. Merasakan seluruh dunia berputar balik. Dan dia terjebak dalam pusaran tanpa henti.

Lee Min Ho menoleh. Mendapatkan Son Ye Jin tertegun di ambang pintu. Dia bisa membaca seluruhnya. Keterkejutan. Kesakitan. Semua di mata itu. Perlahan dilepaskannya pelukannya pada Yoon Eun Hye.

"Son Ye Jin."

"Maaf, aku tidak tahu kalau Kak Lee Min Ho ada tamu." Son Ye Jin mencoba tersenyum.

"Tak apa." Lee Min Ho menghampiri. Tenang seperti biasa. "Oya, kenalkan. Ini Yoon Eun Hye. Yoon Eun Hye, ini Son Ye Jin."

Son Ye Jin melebarkan senyumnya. "Maaf mengganggu. Aku hanya ingin mengambil barang-barangku yang tertinggal."

"Berserakan di mana-mana."

"Tidak penting, kok. Hanya diktat itu yang mendesak. Bisa tolong kau ambilkan?"

Lee Min Ho meraih diktat organik Son Ye Jin di atas lemari.

"Terima kasih. Aku pulang."

Son Ye Jin berbalik cepat. Melangkah cepat melintasi taman belakang rumah Lee Min Ho.

"Son Ye Jin!" kejar Lee Min Ho. "Katanya mau mengambil barang-barang yang lain?"

"Tidak begitu penting. Bisa tolong kau kumpulkan dulu? Nanti kuminta Song Hye Gyo mampir mengambilkannya. Dia suka lewat sini kalau pulang."


"Kenapa tidak diambil sendiri?"

"Aku sibuk. Sudah hampir ujian semester. Harus belajar keras."

"Tidak ingin kuajari seperti biasa?"

"Aku tidak mau mengganggumu. Lagipula, aku harus mandiri kan?" Son Ye Jin tersenyum lagi. Menyamarkan semua rasa yang sempat terlihat Lee Min Ho tadi. "Aku pulang, Kak."

"Aku antar ya?"

Hampir setahun berada di dekat Lee Min Ho, menghampirinya selalu, Lee Min Ho tidak pernah menawarinya mengantar pulang. Pun setelah seharian Son Ye Jin menemaninya di paviliun. Atau membereskan paviliun yang seperti kapal pecah. Lee Min Ho bahkan tidak pernah mengantar sampai ke depan rumah, tempat Son Ye Jin memarkirkan mobilnya.

Lalu kenapa baru sekarang, setelah segalanya terlambat?

"Aku bawa mobil."

"Kuantar sampai depan."

"Tidak perlu. Kak Lee Min Ho kan ada tamu. Kau kembali saja kedalam, dia pasti sudah menunggumu."

"Hati-hati."

Son Ye Jin mengangguk. Lee Min Ho bahkan tidak pernah berpesan seperti itu.

Di dalam mobil, airmata Son Ye Jin mengalir deras.

Bersambung…

Pastikan Dia Jangan Menunggu (Part 4)

glitter-graphics.com

Title : Pastikan Dia Jangan Menunggu
Author : Sweety Qliquers
Genre : Romance
Episodes : 7 Part (Part 4 “Lee Min Ho & Yoon Eun Hye”)
Production : www.korea-lovers86.blogspot.com
Production Date : 16 Agustus 2010, 03.44 PM
Cast :
Lee Min Ho
Son Ye Jin
Yoon Eun Hye
Song Hye Gyo
Rain Bi
Park Hae Mi (Min Ho’s Mother)


Pastikan Dia Jangan Menunggu
Created By Sweety Qliquers

Part 4
Lee Min Ho & Yoon Eun Hye


"Lee Min Ho!"

"Kapan kembali?"

"Kemarin. Aku meneleponmu tapi kau sedang keluar. Jadi hari ini aku kemari."

Yoon Eun Hye masih saja cantik, seperti dulu. Lebih cantik malah. Tapi membuat Lee Min Ho merasa sangat asing.

"Masih suka melukis, Lee Min Ho?"

"Seperti yang kau lihat."

"Kudengar kau sudah lulus. Selamat, ya? Kapan wisudanya?"

"Bulan depan."

Genggaman tangannya pun sudah terasa lain. Yoon Eun Hye yang kembali sekarang sudah terasa lain. Yoon Eun Hye yang kembali sekarang bukan seperti Yoon Eun Hye yang dilepasnya pergi dulu.

"Tempat ini tidak pernah dibereskan, ya?" Yoon Eun Hye mengalihkan pembicaraan. Mencoba mencairkan kedinginan Lee Min Ho.

"Kadang-kadang." Kalau Son Ye Jin datang dan Lee Min Ho tidak sedang melukis. Lee Min Ho akan berselonjor di sofa panjang, mendengarkan kicauan petasan injak itu dan membiarkan gadis itu menata paviliunnya sesuka hati.

"Bagaimana kalau kita keluar, Lee Min Ho?"

"Maaf, aku capek."

"Kutemani di sini, ya?"

"Tempat ini kotor."

"Tak apa. Aku ingin melihatmu melukis lagi seperti dulu."

Bagaimana bisa, sementara suasana di antara mereka tidak lagi sama seperti dulu?

***


"Kenapa cita-citamu berubah?" tanya Lee Min Ho dua tahun yang lalu saat Yoon Eun Hye memutuskan berangkat ke Amsterdam.

"Kesempatan ini jarang sekali datang, Lee Min Ho. Aku tidak bisa mengabaikannya begitu disodorkan padaku."

"Juga kalau itu berarti kita berpisah?"

"Hanya sementara!"

"Tapi kau bahkan tidak bisa memastikan kapan akan kembali. Bagiamana kalau kau tidak kembali?"

"Aku pasti kembali."

"Sampai kapan?"

"Tidak lama!"

"Setahun, dua tahun, sepuluh tahun? Atau kau ingin aku menunggu seumur hidup?"

"Lee Min Ho!"

"Kuliahmu sudah setengah jalan, Yoon Eun Hye."

"Bisa kulanjutkan kalau aku kembali."

"Asal kau kembali belum jadi nenek-nenek."

"Kau tidak suka aku pergi?"

"Ya! Aku tidak suka kau membuang semua yang sudah kau miliki hanya untuk mengejar sesuatu yang baru. Yang tidak pasti!"

"Aku tidak membuangnya, Lee Min Ho. Aku hanya menundanya. Aku tak akan tahu kalau tidak pernah mencoba."

"Bagaimana kalau kau gagal?"

"Aku bisa kembali, dan meneruskan kuliahku yang di sini."

"Asal kau tidak terlambat. Asal pintu belum tertutup rapat saat kau kembali."

Lee Min Ho tidak bisa mengerti. Tidak bisa memahami. Yoon Eun Hye sudah punya segalanya. Keluarga. Cita-cita yang akan diraihnya dalam dua tahun mendatang. Lee Min Ho yang mencintainya, yang didapatnya setelah menyingkirkan tidak sedikit saingan.

Dan sekarang Yoon Eun Hye bermaksud meninggalkan semua demi sebuah kesempatan ke Amsterdam. Hanya karena gadis itu menerima tawaran untuk hidup dan belajar musik di Negeri Kincir Angin itu. Tawaran dari salah seorang pamannya!

Musik?! Astaga! Lee Min Ho tahu betul, Yoon Eun Hye tidak pernah berminat pada dunia yang satu itu.

"Aku tidak bisa menghalangimu. Aku hanya berharap, kau sudah kembali sebelum semuanya terlambat."

Termasuk dalam hal memperoleh kembali hati Lee Min Ho.

***


"Siapa Son Ye Jin, Lee Min Ho?" Yoon Eun Hye meraih diktat Son Ye Jin yang tergeletak di atas lemari.

"Adik angkatan." Lee Min Ho mengambil diktat itu dan meletakkannya di atas lemari.

"Dia sering kemari? Kok bukunya ada di sini?"

"Bukan urusanmu."

"Tentu saja urusanku kalau semua belum terlambat." Yoon Eun Hye menatap Lee Min Ho sambil tersenyum. "Belum terlambat kan, Lee Min Ho?"

Bersambung…

Pastikan Dia Jangan Menunggu (Part 3)

glitter-graphics.com

Title : Pastikan Dia Jangan Menunggu
Author : Sweety Qliquers
Genre : Romance
Episodes : 7 Part (Part 3 “Segalanya Tentang Lee Min Ho”)
Production : www.korea-lovers86.blogspot.com
Production Date : 16 Agustus 2010, 03.44 PM
Cast :
Lee Min Ho
Son Ye Jin
Yoon Eun Hye
Song Hye Gyo
Rain Bi
Park Hae Mi (Min Ho's Mother)


Pastikan Dia Jangan Menunggu
Created By Sweety Qliquers

Part 3
Segalanya Tentang Lee Min Ho


Lee Min Ho melangkah ke dalam. Melewati ruang makan dan terhenti di dapur.

"Ibu!"

"Lee Min Ho, Dari mana saja kau?"

"Jalan-jalan sebentar."

"Tadi Son Ye Jin kemari. Lebih dari satu jam menunggumu."

"Ada pesan?"

"Dia meninggalkan memo dan amplop. Ibu taruh di atas kulkas."

Lee Min Ho menjangkau atas kulkas dan menemukan secarik memo kecil tertindih amplop coklat.

Titipan Rain Bi.
Katanya bulan depan Kak Lee Min Ho diwisuda. Bawa foto dan urus administrasinya di sekretariat.
Son Ye Jin.

Kemajuan!

Lee Min Ho tersenyum tipis. Biasanya gadis itu tidak pernah cukup menulis memo dengan selembar kertas kecil seperti ini.


"Sudah makan, Lee Min Ho?"

"Tadi sudah makan di jalan. Aku ke paviliun dulu, bu."

"Oo, hampir lupa." Ibu meninggalkan blendernya. Menghampiri Lee Min Ho, menatap putranya lembut. "Ada tamu untukmu. Dia sudah hampir setengah jam menunggu. Katanya mau menunggu di paviliun saja. Jadi Ibu biarkan dia di sana."

"Son Ye Jin?"

"Yoon Eun Hye."

Lee Min Ho tertegun.

"Temuilah, Lee Min Ho. Ada yang harus diselesaikan antara kalian."

"Semua sudah selesai," gumam Lee Min Ho tak bergeming. "Dia sudah memilih jalan hidupnya. Untuk apa kembali?"


"Dia berhak memberi penjelasan." Ibu mendorong Lee Min Ho lembut. "Temuilah. Kalau kau masih mencintainya, kenapa harus menolak?"

"Aku sudah tidak mencintainya lagi."

"Karena Son Ye Jin?" Ibu tersenyum. "Atau karena menuruti kemarahanmu saja?"

"Son Ye Jin hanya anak kecil, Ibu."

"Tapi kau bahkan tidak bisa menolak kehadirannya."

"Ibu!" Pusing di kepala Lee Min Ho bertambah.

Lee Min Ho tidak ingin menemui Yoon Eun Hye sebenarnya. Biar saja gadis itu menunggu di paviliun sampai bosan. Lee Min Ho bisa berbaring di kamarnya di atas. Tapi itu tak akan menyelesaikan segalanya. Biar pun Lee Min Ho menghindar, tetap saja masih ada yang tersisa diantara kami, batinnya.

Bersambung…

Pastikan Dia Jangan Menunggu (Part 2)

glitter-graphics.com

Title : Pastikan Dia Jangan Menunggu
Author : Sweety Qliquers
Genre : Romance
Episodes : 7 Part (Part 2 “Cintakah Dia?”)
Production : www.korea-lovers86.blogspot.com
Production Date : 16 Agustus 2010, 03.44 PM
Cast :
Lee Min Ho
Son Ye Jin
Yoon Eun Hye
Song Hye Gyo
Rain Bi


Pastikan Dia Jangan Menunggu
Created By Sweety Qliquers

Part 2
Cintakah Dia?


"Nanti ke rumah Lee Min Ho?"

"Mungkin. Kenapa?"

Rain Bi mengeluarkan amplop coklat dari dalam ranselnya. "Titip ini buatnya. Dan ingatkan dia, Son Ye Jin. Wisudanya bulan depan. Dia harus datang mengurus administrasi. Jangan lupa bawa foto."

"Oke."

"Terima kasih." Rain Bi melambai sambil menjauh.

"Kenapa harus kau yang merawat bayi besar itu?" tanya Song Hye Gyo setelah Rain Bi berlalu. "Mengingatkannya makan. Bahkan sekarang mengingatkan untuk acara wisudanya. Sementara dia sendiri tidak ingat apa-apa selain melukis."


"Bayi besar yang mana?"

"Tentu saja Lee Min Ho! Siapa lagi?"

"Oo." Son Ye Jin tersenyum manis. Kalau bukan aku, siapa lagi? Lagipula, Kak Lee Min Ho banyak membantuku."

"Kimia?" Song Hye Gyo mencibir. "Sebenarnya tanpa dia pun kau bisa."

"Biar saja. Kak Lee Min Ho toh tidak keberatan."

"Apa yang kau cari darinya, Son Ye Jin?"

"Tidak ada."

"Kau tidak sedang jatuh cinta padanya, kan?"

"Tidak!"

"Kau terlalu cepat menjawab."

Jatuh cinta? Son Ye Jin bahkan tidak pernah memikirkan itu. Dia hanua merasa senang berada di dekat Lee Min Ho.

"Apa dia tidak terlalu tua untukmu, Son Ye Jin?"

"Kau ini bicara apa, sih?!" Son Ye Jin mendelik. Mulai sebal dengan Song Hye Gyo yang nyinyir.

"Aku hanya kasihan melihatmu. Selama ini selalu kau yang menghampirinya. Memperhatikannya. Apa dia pernah bertindak sebaliknya?"


Son Ye Jin terdiam. Memang tidak pernah, jawabnya dalam hati.

"Aku tidak menuntut apa pun," sanggah Son Ye Jin. Tapi dia tahu hatinya tidak yakin.

"Kau tidak jujur."

"Jangan bicara lagi, Song Hye Gyo!"

"Kalau kau menghindar terus, semua bisa terlambat. Dia terlalu tua untukmu. Kau bahkan baru duduk di semester pertama sementara Lee Min Ho sudah lulus."

"Kami cuma berbeda lima tahun!"

"Lebih baik mencari yang seumur denganmu. Yang mendekatimu banyak, Son Ye Jin. Untuk apa mengejarnya terus kalau dia tidak mencintaimu?"

"Aku tidak bilang aku jatuh cinta padanya."

"Suatu saat pun kau pasti sampai pada kesimpulan itu."

Benarkah?

"Son Ye Jin, aku bisa bicara seperti ini karena aku mengenal Lee Min Ho dengan baik. Aku sudah berteman dengannya sejak dulu. Bahkan saat dia masih bersama Yoon Eun Hye. Dia sangat mencintai gadis itu."

"Aku tahu."

"Bahkan mungkin sampai sekarang," lanjut Song Hye Gyo hati-hati. "Kukatakan ini karena aku tidak mau kau terperangkap. Kau teman baikku, Son Ye Jin. Aku tidak mau melihatmu terluka tanpa ada yang bisa kulakukan."

Lalu dia harus apa?!

Son Ye Jin bahkan tidak tahu harus bagaimana. Dia bahkan tidak tahu apa benar dia jatuh cinta pada Lee Min Ho, seperti yang dikatakan Song Hye Gyo? Namun hati kecilnya membenarkan sebagian besar yang dikatakan Song Hye Gyo.

Apa dia harus mencoba menjauh dari Lee Min Ho, sekedar mencari tahu apa Lee Min Ho peduli padanya? Lalu bagaimana kalau ternyata Lee Min Ho memang tidak mencarinya, kalau ternyata bagi pria itu seorang Son Ye Jin memang bukan apa-apa?

Son Ye Jin tidak berani membayangkan.

Dia bahkan tidak berani memikirkannya.

Bersambung…

Senin, 30 Agustus 2010

Pastikan Dia Jangan Menunggu (Part 1)

glitter-graphics.com

Title : Pastikan Dia Jangan Menunggu
Author : Sweety Qliquers
Genre : Romance
Episodes : 7 Part (Part 1 “Si Petasan Injak”)
Production : www.korea-lovers86.blogspot.com
Production Date : 16 Agustus 2010, 03.44 PM
Cast :
Lee Min Ho
Son Ye Jin
Yoon Eun Hye
Song Hye Gyo
Rain Bi


Pastikan Dia Jangan Menunggu
Created By Sweety Qliquers

Chapter 1
Si Petasan Injak


"Kak Lee Min Ho!"

Petasan injak itu lagi!

"Kenapa au cuek seperti itu padaku?" Son Ye Jin menarik kursi mendekati Lee Min Ho. "Aku kan tidak pernah dapat B. Selalu C, itu pun setelah belajar sampai jungkir balik."

"Kalau tidak bisa kimia, kenapa nekat masuk Perminyakan?"

"Kalau tidak masuk Perminyakan, tidak akan bertemu denganmu?" Son Ye Jin tersenyum manis.

Gadis ini! gerutu Lee Min Ho dalam hati. Selalu saja bisa menangkis semua kata-katanya. Lee Min Ho menoleh. Menatap ke arah Son Ye Jin sekilas. Gadis itu bahkan tidak menyadari kalau kehadirannya benar-benar mengganggu konsentrasi Lee Min Ho.

"Kemari cuma mau lapor hasil ujianmu?"

"Kak Lee Min Ho keberatan aku datang kemari, ya?" Son Ye Jin menatap profil samping Lee Min Ho. Pria itu masih saja menatap lurus ke arah kanvasnya.

"Bisa kan menjawab pertanyaan dulu sebelum bertanya balik?" tegur Lee Min Ho.

Son Ye Jin terkekeh. "Pertanyaan Kak Lee Min Ho seperti mau mengusirku."




Aku memang mau mengusirmu! geram Lee Min Ho dalam hati. Setiap Son Ye Jin muncul, lukisannya pasti terbengkalai. Tidak pernah selesai. Ada-ada saja permintaan gadis itu. Minta diajari kimia. Mencari buku. Kaset. Nonton bioskop. Segalanya, bahkan sampai makan! Dan dengan caranya sendiri, Son Ye Jin selalu berhasil membuat Lee Min Ho menuruti keinginannya.

"Kak Lee Min Ho sudah makan?"

"Sudah."

"Aku belum. Temani aku makan keluar, ya."

"Aku sedang melukis," tolak Lee Min Ho.

"Nanti kan bisa diteruskan lagi. Ayolah, Kak Lee Min Ho! Tidak kasihan melihatku kelaparan?"

"Kau kan bisa makan sendiri."

"Ah, mana enak makan tanpa teman."

"Kenapa tidak makan dulu sebelum kemari?" gerutu Lee Min Ho tanpa menyembunyikan rasa kesalnya.


"Aku mau mentraktirmu. Kan ujianku dapat B karena kau yang mengajariku."

"Aku tidak minta bayaran. Simpan saja uangmu."

"Kenapa kak Lee Min Ho menolak niat baik orang?"

"Lukisanku belum selesai."

"Nanti bisa dilanjutkan. Aku janji akan menemanimu untuk menyelesaikannya."

"Tidak perlu," tolak Lee Min Ho cepat. "Nanti malah lebih tidak selesai."

Bersambung…

Jejoongwon (Episode 15)

Hwang Jung berhadapan langsung dengan Seok Ran.

"Tuan Hwang, kenapa kau ada di desa tukang jagal?" tanya Seok Ran.

"Aku memberikan obat oles pada Ma Dang Gae." jawab Hwang Jung, mencoba bersikap biasa.

"Jadi ini rumah Ma Dang Gae?" tanya Seok Ran.

"Benar." kata Hwang Jung.

"Bukankah kau bilang sudah memberikan obat oles sewaktu di vaksin center?" tanya Seok Ran lagi, curiga.

"Yang itu.. sudah hampir habis." jawab Hwang Jung.

"Jadi begitu. Aku melihatmu membawa obat oles, jadi aku mengikutimu." kata Seok Ran. "Kau orang yang sangat luar biasa, Tuan Hwang. Kau sangat baik pada pasien sehingga membuat orang lain mencurigaimu."

"Benarkah?"

"Benar!" kata Seok Ran cepat. "Kau bisa datang kemari saat siang."

"Aku kemari karena ingat akan kondisinya." kata Hwang Jung.

"Lihat, kan? Aku salah paham padamu karena kau datang kesini malam hari." Seok Ran berkata jujur. Ia tersenyum pada Hwang Jung.

Seok Ran dan Hwang Jung berjalan pulang berdua.

Keesokkan paginya, Jang Geun membangunkan Hwang Jung. Hwang Jung bangkit dari tidurnya dengan memegang dadanya, kesakitan.

"Hwang, apa kau sakit?" tanya Jang Geun cemas. Ia membawa Hwang Jung untuk diperiksa oleh Dr. Allen.

"Kau terkena herpes zoster." kata Dr. Allen. "Jika kau pernah terkena cacar, maka virusnya masih ada di dalam. Ketika kondisi tubuhmu lemah, maka ia akan muncul lagi. Pasti sangat menyakitkan."

"Ya, terasa sakit jika aku bergerak." kata Hwang Jung.

"Tidak ada obat untuk penyakit ini." kata Dr. Allen.

"Apakah ia akan mati?" tanya Nang Rang cemas.

"Tidak usah cemas." Dr. Allen menenangkan. "Setelah satu minggu, bintiknya akan pecah dan rasa sakitnya akan menghilang. Kau harus beristirahat dari tugasmu."

"Tidak, aku ingin melakukan tugasku." Hwang Jung menolak.

"Ini perintah yang kuberikan padamu." Dr. Allen bersikeras.

Dr. Allen dan murid-murid melakukan perputaran untuk menjenguk pasien.

"Apa para perawat tidak hadir lagi?" tanya Dr. Allen.

"Mereka sedang tidak enak badan." kata Miryung, satu-satunya perawat yang hadir.

"Mereka selalu sakit jika akan perputaran." kata Allen kesal. "Hwang Jung sedang sakit, jadi untuk sementara ia tidak bisa menjadi asistenku. Tuan Baek, kau akan membantuku untuk sementara waktu."

"Ada apa dengannya?" tanya Do Yang.

"Dia memiliki bintik di lengannya dan tidak bisa bergerak dengan mudah." kata Jang Geun. "Dia punya cacar sewaktu masih kecil."

"Ia pasti terkena herpes zoster." gumam Do Yang. "Aku akan melakukan yang terbaik, Dokter."

"Selamat, Tuan Baek!" kata Miryung.

"Kau pasti bermimpi indah tadi malam, Do Yang!" Je Wook bertepuk tangan untuk menyelamati Do Yang. Namun tidak ada murid lain yang ikut bertepuk tangan.

"Dia pasti kelelahan saat membuat vaksin cacar sapi." kata seorang murid.

"Hwang bekerja sangat keras. Dia harus beristrirahat." kata murid yang lain.

Murid yang lain mengangguk menyetujui.

"Sejak kapan kalian peduli pada Hwang?" tanya Je Wook.

Di dapur, Seok Ran bercerita pada Mak Saeng bahwa tadi malam Hwang Jung pergi ke desa tukang jagal.

"Itu tidak hanya aneh, tapi sangat aneh." kata Mak Saeng menanggapi. "Kenapa ia tidak datang pada siang hari?"

Gwak muncul. Ia meminta permen yang dimakan Seok Ran, dan menyembunyikan satu dibajunya.

"Bagus kau kemari." kata Mak Saeng. "Aku ingin bertanya sesuatu. Jika seseorang pergi ke desa tukang jagal malam hari, itu aneh atau tidak?"

"Tentu saja aneh." jawab Gwak. "Kenapa ia pergi ke sana malam hari sendirian? Memangnya siapa yang melakukannya?"

"Siapa lagi? Majikanmu, Tuan Hwang!" jawab Mak Saeng.

"Sudah kubilang dia kesana untuk memberikan obat oles." kata Seok Ran, membela Hwang. "Tuan Hwang tidak akan membiarkan pasien sakit tidak diobati!"

Gwak setuju pada Seok Ran. Tapi Mak Saeng menambahkan, "Lagipula dari mana dia tahu rumah Ma Dang Gae?"

Seok Ran berpikir. Gwak memohon diri untuk pamit.

Gwak mengajak Hwang Jung ke perpustakaan dan bicara di sana. Hwang Jung berniat menceritakan hal yang sebenarnya pada Seok Ran, sebelum Seok Ran mengetahuinya dari orang lain. Namun Gwak melarangnya.

Hwang Jung berjalan keluar dari perpustakaan.

Di luar, seorang nenek dan cucu laki-lakinya memanggil Hwang Jung.

"Permisi." kata si nenek. "Apakau kau murid kedokteran disini?"

"Benar, Nenek." jawab Hwang Jung.

"Terima kasih banyak. Karena kau, cucuku tidak terkena cacar." kata Nenek, ia menyuruh cucunya berterima kasih juga. "Ucapkan terima kasih pada dokter."

"Terima kasih." kata cucu.

Hwang Jung tersenyum.

"Tolong terima ini." Nenek menyerahkan beberapa buah telur pada Hwang Jung. "Ini telur segar yang keluar tadi pagi."

"Tidak perlu, Nek." kata Hwang Jung. "Berikan saja pada cucumu."

"Kalau begitu..." Si nenek memecahkan sebuah telur diujungnya. "tolong dimakan satu telur."

"Terima kasih." Hwang Jung menerima telur itu dan menghisap sedikit. Ia melirik ke arah si cucu yang sepertinya menatap dengan kepingin. "Ayo kita makan bersama." kata Hwang Jung.

Seok Ran melihat mereka dari jauh dan tersenyum.

"Wah, sangat enak." kata Hwang Jung.

"Tuan, aku punya satu permintaan." kata nenek. "Aku tidak tahu berapa lama lagi aku hidup. Mataku juga sudah rabun. Jika aku sudah tidak ada di dunia ini, tolong jaga cucuku ketika ia sakit."

"Tuan Hwang." tiba-tiba Seok Ran berjalan mendekati. "Kenapa kau tidak menjawab nenek? Dia meminta tolong padamu." Seok Ran tersenyum dan beralih ke nenek. "Nenek, aku akan menjadi saksi."

"Nenek, aku akan menjadi seorang dokter yang hebat dan menjaga cucumu." kata Hwang Jung.

Nenek menggenggam tangan Hwang Jung. "Terima kasih banyak. Sekarang aku bisa mati dengan tenang."

Ketika nenek dan cucunya sudah pergi, Seok Ran mengatakan pada Hwang Jung bahwa ia akan merahasiakan kejadian tadi malam. Hwang Jung tidak perlu khawatir.

Ketika Gwak dan Miryung sedang berbincang, tiba-tiba Mong Chong datang membawa seorang pria dan ayahnya yang terluka parah. Miryung berlari membantu Mong Chong, kemudian mereka mambawanya ke ruang operasi.

"Ada apa?" tanya Dr. Allen.

"Mereka diserang oleh babi liar." jawab Mong Chong. "Babi liar itu datang ke desa karena tidak mendapat makanan di gunung."

"Arterinya putus. Kita harus segera melakukan operasi." kata Dr. Allen, memeriksa kondisi si pria terlebih dahulu.

"Tolong selamatkan ayahku!" kata si pria tersebut, kesakitan.

Dr. Allen bergegas memeriksa ayah si pria.

"Dia kehilangan banyak darah." kata Do Yang.

"Panggil Dr. Horton." perintah Allen.

"Dr. Horton sedang keluar bersama Nona Seok Ran untuk kunjungan rumah." jawab Miryung.

"Kalau begitu panggil Tuan Hwang!" seru Allen.

"Aku juga bisa menjahit." kata Do Yang.

"Ya, Tuan Baek, kau bisa menjahit dengan baik." Miryung mendukung.

"Tuan Baek belum siap." kata Allen. "Aku butuh Tuan Hwang!"

Do Yang kecewa.

Mendadak Hwang Jung datang berlari-lari. "Ada apa?" tanyanya.

"Tuan Hwang, aku senang kau kemari. Tolong rawat pasien ini." kata Allen.

"Dokter, tolong rawat ayahku." kata pria yang terluka. "Aku baik-baik saja."

"Tapi arterimu terputus." kata Allen.

"Aku tidak peduli. Tolong selamatkan ayahku."

"Tuan Hwang adalah salah satu orang terbaik Jejoongwon." Allen berkata menenangkan.

Hwang Jung bersiap melakukan operasi. Ketika hendak menjahit, lengan Hwang Jung terasa sakit karena herpes zoster.

"Hwang, kau tidak apa-apa?" tanya Do Yang.

"Aku baik-baik saja." jawab Hwang Jung.

"Tuan Hwang, apa kau kesakitan?" Allen melihat dengan cemas.

"Aku baik-baik saja." Hwang Jung bersikeras.

"Tuan Hwang, kau hanya akan membuat nyawa pasien lebih dalam bahaya." Allen melarang. "Kau harus pergi." Ia berpaling ke Do Yang. "Tuan Baek, cobalah hentikan pendarahannya. Aku akan menjahit lukanya ketika aku sudah selesai disini."

Hwang Jung keluar, mengintip dari jendela.

Allen menjahit luka si pria terlebih dahulu karena arteri pria tersebut terluka.

Do Yang mencoba menghentikan pendarahan ayah si pria. Ia memeriksa nadi dan kemudian menjahit si ayah.

"Tuan Baek, apa yang kau lakukan?!" seru Allen khawatir.

Do Yang tidak mendengarkan dan terus menjahit.

Setelah Allen selesai dengan pasien pria, ia bergegas melihat pekerjaan yang dilakukan Do Yang. "Tuan Baek, biar kulihat."

"Sudah hampir selesai." kata Do Yang. ""Urat yang terputus sudah disambung dan lukanya sudah dijahit."

"Kau melakukan pekerjaan bagus." ujar Allen. Ia melihat sesuatu, kemudian terkejut dan memeriksa nadi si ayah.

Do Yang menoleh.

"Dia sudah meninggal." kata Allen.

Do Yang terkejut dan merasa terpukul.

Dr. Allen, Do Yang dan Hwang Jung menunggu si pria bangun.

"Bagaimana ayahku?" tanyanya cemas. "Dimana dia?"

"Dengarkan baik-baik." Allen mencoba menenangkan. "Ayahmu meninggal satu jam yang lalu ketika sedang dioperasi."

"Apa maksudmu?! Kau berjanji akan menyelamatkannya!"

"Akulah yang melakukan operasi." ujar Do Yang. "Tapi dia kehilangan terlalu banyak darah."

Si pria menangis. "Ayah..." Dia bangkit dari tidurnya.

"Aku ikut berbela sungkawa." ujar Do Yang.

Si pria menarik baju Do Yang. "Pembunuh! Apa yang sudah kau lakukan?! Aku mendengar dokter melarangmu melakukan operasi, tapi kau bilang kau yang melakukan operasi itu?!"

"Tenanglah." kata Hwang Jung. "Tuan Baek melakukan operasi dengan baik."

"Benar." tambah Allen. "Tidak ada yang salah dengan operasi itu.'

"Lalu kenapa ayahku mati?! Jika operasi berjalan lancar, kenapa ayahku mati?!"

"Dia kehilangan banyak darah." kata Do Yang.

"Aku tidak ingin mendengar alasanmu! Aku akan melaporkanmu pada pihak berwajib!"

Do Yang menghempaskan tangan pria itu dengan kasar. "Laporkan aku jika kau mau!" teriaknya. "Kau mencoba menghentikan pendarahanmu sendiri, tapi kau tidak melakukan apapun untuk ayahmu! Itu artinya kaulah yang bertanggung jawab karena ayahmu kehilangan banyak darah!" Do Yang berjalan keluar ruangan.

Pria itu terdiam, merasa terpukul atas apa yang diucapkan Do Yang.

Allen dan Hwang Jung mengejar Do Yang.

"Kembalilah dan minta maaf padanya!" seru Allen.

"Aku tidak akan minta maaf! Kau yang bilang sendiri bahwa aku tidak melakukan kesalahan!" teriak Do Yang. "Aku melakukan semua yang kubisa untuk menyelamatkan nyawanya!"

"Kami tahu itu." Hwang Jung berkata dengan tenang. "Karena itulah kau harus kembali. Kau harus meminta maaf padanya untuk menunjukkan bahwa kau peduli."

"Benar." ujar Allen. "Kau harrus menunjukkan empatimu pada mereka."

"Emosi pasien belum stabil sehingga dia tidak percaya bahwa ayahnya meninggal karena kehilangan banyak darah." tambah Hwang Jung. "Kau harus mengerti, Tuan Baek."

"Kenapa dia tidak percaya pada kenyataan?!" Do Yang tetap bersikeras.

"Kau juga tidak percaya." kata Allen. "Kau tidak ingat?"

Do Yang teringat ketika ia menuduh Hwang Jung membunuh ayahnya. "Jangan bandingkan dengan kejadian saat itu. Hwang bukan murid kedokteran saat itu."

"Tuan Baek, biar aku katakan satu hal." kata Allen. "Kau tidak akan pernah menjadi dokter yang baik dengan sikap seperti itu!"

Do Yang terdiam, kemudian berjalan pergi meninggalkan mereka. Hwang Jung mengejarnya.

"Tuan Baek!" panggil Hwang Jung.

Do Yang menoleh, dimatanya tersirat kesedihan. Hwang Jung terdiam, dan membiarkannya pergi.

Malamnya, Do Yang mabuk-mabukkan. Seok Ran menemukannya di jalan, kemudian membawanya pulang.

"Aku pernah mendengar bahwa di barat, mereka memberi transfusi darah untuk menyelamatkan nyawa seseorang." kata Do Yang. "Aku harus melakukan penelitian."

"Aku juga pernah membaca di sebuah buku." kata Seok Ran. "Tapi banyak sekali efek sampingnya."

"Karena itulah aku ingin melakukan penelitian. Jika kita tidak menemukan jawaban, maka akan ada lebih banyak orang lagi yang mati karena kehilangan darah seperti hari ini." kata Do Yang.

Salju turun. Hwang Jung, Gwak, dan anak-anak jalanan lain membuat layangan.

"Apa kita bisa menerbangkan layangan saat kondisi seperti ini?" gumam Hwang Jung.

"Saljunya akan berhenti sebentar lagi." kata Gwak.

Tiba-tiba Mong Chong datang, menunjukkan jarinya yang ditusuk. "Ada apa dengan Tuan Baek itu? Dia mengambil darah semua orang yang ia lihat. Dia bilang, ia ingin tahu jenis darah yang kita punya."

"Kau tidak bisa berbohong soal darah." kata Gwak menanggapi. "Bangsawan punya darah bangswan dan rakyat jelata punya darah rakyat jelata. Mungkin itu yang ingin dia tahu."

Hwang Jung penasaran. Ia mengintip ke laboratorium tempat Do Yang melakukan penalitian.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Je Wook dari belakang Hwang Jung. Ia kemudian mendorong Hwang Jung untuk masuk.

"Aku sedang melakukan penelitian tentang darah." kata Do Yang. "Bisakah aku meminta sedikit darahmu?"

Mulanya Hwang Jung menolak, namun Je Wook memaksanya.

Do Yang memeriksa darah Hwang Jung. "Darahmu tidak bercampur dengan darahku, tapi bercampur dengan darah Je Wook." katanya.

"Apa artinya itu?" tanya Hwang Jung.

"Darahmu tidak cocok dengan darah milik Do Yang, tapi cocok dengan darahku." Je Wook menjelaskan.

"Jadi darahku normal?" tanya Hwang Jung.

Do Yang bingung. "Apa maksudmu normal?"

"Darahku tidak berbeda?" tanya Hwang Jung.

"Ah, apa kau menganggap darahmu spesial?!" seru Je Wook.

Hwang Jung sangat senang. Itu berarti darah tukang jagal tidak berbeda dengan darah manusia yang lain.

Hwang Jung, Gwak, dan anak-anak jalanan bermain layangan di pinggir danau yang beku. Di sana, Hwang Jung melihat Seok Ran sedang belajar ice skating bersama Dr. Horton.

Setelah bermain layangan, mereka bermain meluncur di danau yang beku, bergabung dengan Seok Ran dan Dr. Horton.

Ketika sedang bermain, tiba-tiba Hwang Jung dan Seok Ran bertubrukan, kemudian terjatuh. Anak-anak menertawakan mereka.

Hwang Jung langsung duduk dari jatuhnya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Seok Ran dan Hwang Jung bersamaan.

Secara tidak sadar, Hwang Jung memegang tangan Seok Ran, kemudian buru-buru melepasnya. "Maafkan aku."

Mendadak Dr. Horton menubruk Hwang Jung dari belakang. Hwang Jung jatuh menimpa Seok Ran.

"Maafkan aku!" seru Dr. Horton.

Begitu selesai bermain, mereka kembali ke Jejoongwon bersama-sama.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Hwang Jung, melihat Seok Ran.

"Tidak apa-apa, tapi sepatunya terlalu kecil. Ayahku tidak tahu ukuran sepatuku." kata Seok Ran.

Hwang Jung menawarkan bantuan untuk membesarkan sepatu Seok Ran.

Seok Ran melihat Hwang Jung mengerjakan sepatunya.

"Jika masih belum pas, beritahu aku." kata Hwang Jung.

"Ya, terima kasih." kata Seok Ran, tersenyum.

Gwak memandang mereka dengan aneh.

Do Yang memberitahu hasil penelitiannya mengenai darah pada Dr. Allen.

Jika darah cocok, maka tidak akan menggumpal sehingga bisa ditansfusikan. Namun jika darah tidak cocok, maka akan menggumpal.

"Hal itu masih belum bisa dipastikan." kata Allen.

"Kita bisa memastikannya. Tolong izinkan aku melakukan transfusi darah pada pasien yang kehilangan banyak darah. Kita bisa menggunakan darah pada murid untuk menguji kecocokannya." Do Yang mengajukan teorinya dengan sangat bersemangat.

"Tidak bisa." kata Allen menolak.

"Kenapa tidak?"

"Di barat, ada seorang dokter bernama James Blundell yang melakukan penelitian sama dengan yang kau utarakan. Ada satu pasien yang selamat, namun banyak pasien lainnya yang menderita dan mati."

"Itu karena dia tidak menguji kecocokkannya." kata Do Yang meyakinkan.

"Darah manusia tidak sesederhana itu." kata Allen. "Aku tidak bisa melakukan percobaan pada nyawa manusia."

"Jadi kau hanya akan duduk disini dan melihat mereka mati?" tanya Do Yang kehilangan kesabaran.

"Aku mengerti perasaanmu. Tapi kau tetap tidak bisa mengizinkanmu melakukan tranfusi darah. Selama aku menjadi direktur disini, aku tidak bisa membiarkanmu melakukan penelitian yang berbahaya."

Malamnya, Do Yang melakukan penelitian sendiri pada temannya Je Wook. Ia melakukan transfusi darah padanya.

Keesokkan harinya, Je Wook kejang-kejang dan badannya demam. Do Yang bergegas membawanya ke Dr. Allen.

"Darahmu pasti terlalu bangsawan untukku." gumam Je Wook.

"Darah? Apa maksudmu?" tanya Allen.

Je Wook pingsan. Allen melihat Je Wook mengeluarkan urin berwarna hitam.

"Apa kau melakukan transfusi darah?" tanya Allen.

"Kami mentrasfusikan darah kami satu sama lain." kata Do Yang. "Aku baik-baik saja, tapi kelihatannya ia mengalami efek samping."

"Tuan Baek, aku sudah melarangmu melakukannya!" Allen memarahi Do Yang. "Kau hampir membunuh temanmu sendiri! Jangan melakukan hal seperti ini lagi! Kau mengerti?!"

Do Yang tidak menjawab.

"Kenapa kau tidak menjawabku?!" Allen membentak Do Yang. "Jawab aku!"

Do Yang tetap tidak mengatakan apa-apa dan berjalan pergi.

Do Yang menuju ke laboratorium, merasa frustasi disana. Hwang Jung mengikutinya.

"Ini semua terjadi karena direktur melarangku melakukan transfusi darah pada pasien!" seru Do Yang.

"Kau tidak boleh mengorbankan nyawa untuk sebuah penelitian." kata Hwang Jung.

"Tapi dengan mengorbankan satu nyawa, kita bisa menyelamatkan banyak nyawa!" seru Do Yang.

"Sebuah nyawa harus dilindungi, walaupun banyak nyawa yang akan mati." kata Hwang Jung. "Semua nyawa sangat berharga dan nyawa hanya ada satu."

"Pemikiranmu sangat sempit." kata Do Yang. "Kau.. Kenapa kau ingin menjadi dokter? Itu karena kau ingin membantu orang sakit. Lalu kenapa kau tidak memilih untuk menyelamatkan banyak orang dibandingkan sedikit?"

"Aku berpikir bahwa jauh lebih baik jika aku melindungi nyawa seseorang yang ada dihadapanku." kata Hwang Jung tanpa ragu.

Dr. Allen membawa Je Wook ke kamarnya.

"Aku tidak akan mati, bukan?" tanya Je Wook.

Je Wook mengatakan pada Allen agar tidak terlalu keras pada Do Yang. "Do Yang lahir sebagai anak tunggal dari keluarga bangsawan, tapi ia tumbuh dengan sangat kesepian. Ia memang kelihatan keras kepala, namun itu bukan sifatnya yang sebenarnya."

"Aku tahu." kata Allen pengertian.

Hari tahun baru.

Do Yang pergi menemui Dr. Watanabe dan bertanya mengenai penelitian yang sedang dilakukannya.

Pemikiran Dr. Watanabe sangat berbeda dari Dr. Allen. Ia berkata pada Do Yang bahwa Do Yang harus menjaga tubuhnya sendiri. Jika ingin melakukan penelitian, lakukanlah pada orang lain. Banyak orang di Korea, katanya.

Dr. Horton dan nang Rang pergi bersama keluarga Yoo ke istana.

Seok Ran dan Dr. Horton akan mempertunjukkan kemampuan ice skating mereka di depan Ratu.

Dr. Allen, Kyu Hyun, Chung Hwan, Tuan Yoo dan Do Yang juga ingin pergi ke istana menemui Raja. Namun harus ada seseorang yang berjaga di tempat ice skating kalau-kalau ada yang cedera. Hwang Jung menawarkan diri.

"Tapi kau belum pernah bertemu Raja." kata Allen.

Chung Hwan dan Kyu Hyun menyuruh Hwang Jung cepat pergi.

"Kau bisa pergi setelah menyapa Raja." kata Tuan Yoo.

"Tidak apa-apa." kata Hwang Jung. "Aku akan pergi sekarang."

Di tempat lain, Seok Ran, bersama dengan Dr. Horton dan beberapa orang asing lain, mempertunjukkan permainan ice skating di depan Ratu. Nang Rang menonton mereka dengan kagum.

Setelah beberapa lama bermain, Seok Ran terpeleset hingga membuat lapisan es beku pecah. Dr. Horton, yang saat itu ada di belakangnya, tidak sengaja mengenai tangan Seok Ran dengan besi sepatunya, kemudian terpeleset dan jatuh.

Seok Ran tenggelam di bawah lapisan es. Dr. Horton tidak bisa membantu karena punggungnya terkilir sehingga tidak bisa bergerak.

Tangan Seok Ran berdarah.

Nang Rang panik dan memanggil Hwang Jung. "Tuan Hwang! Nona Seok Ran terjatuh ke dalam air!"

Hwang Jung terkejut dan bergegas berlari.

Di tempat lain, Dr. Allen dan yang lainnya menemui Raja. Raja memuji mereka atas keberhasilan mereka membuat vaksin cacar.

Mendadak seornag pria masuk dan berkata bahwa ada seseorang yang terjatuh di bawah lapisan es. "Ia adalah gadis penerjemah." kata pria itu.

Do Yang terkejut dan bergegas berlari.

Hwang Jung masuk ke dalam air untuk menyelamatkan Seok Ran.

Beberapa orang membantunya naik dengan menggunakan tali.

Hwang Jung membawa Seok Ran ke permukaan. Seok Ran pingsan.

"Dia tidak bernafas!" seru Hwang Jung panik. "Dr. Horton, ia tidak bernafas!"

"Dia butuh CPR!" teriak Dr. Horton. CPR adalah nafas buatan.

Hwang Jung melakukan nafas buatan seperti yang pernah diajarkan Dr. Allen.

Saat Hwang Jung memberi nafas buatan pada Seok Ran, Do yang datang dan melihat mereka.