Di lain sisi, Ibu Eun Chae sangat panik mengetahui putrinya tidak pulang semalaman dan menyuruh pengawal untuk mencari Eun Chae.
Byun Shik terkejut mengetahui bahwa para protestan kembali ke depan gerbang istana. Jung Myung Seo marah besar dan memutuskan untuk menangani sendiri para protestan tersebut.
Jung Myung Seo menemui Raja. "Tolong bantu kami, Yang Mulia." katanya. "Menyerang Duta Besar Cing sama dengan menghina Kaisar Besar Cing."
"Tapi apa yang bisa aku lakukan untuk meredam kemarahan warga?" tanya Raja, menolak secara halus.
Jung Myung Seo mengancam dengan terselubung, "Apa kau ingat, Putra Mahkota telah berhasil membebaskan banyak budak dari Sim Yang Nam Tak, serta mengatur aktivitas pertanian dalam skala besar. Putra Mahkota tidak hanya bisa menghasilkan banyak uang, bahkan dia juga berhasil membebaskan para budak Chosun. Kaisar Cing Shunzhi sangat mengaguminya. Jika Putra Mahkota menduduki tahta, aku yakin masa depan Chosun pasti akan sangat gemilang."
"Apa kau mengancamku?" tanya Raja.
"Menghina aku dan putraku sama halnya dengan menghina Negeri Cing. Kau harus membubarkan para protestan di depan gerbang..."
"Kau boleh pergi!"
"Aku akan menyerahkan masalah ini pada Yang Mulia." kata Jung Myung Seo. "Aku pergi."
Swe Dol, Dae Shi, Heung Kyun dan ayah Heung Kyun diam-diam merencanakan sesuatu. Mereka membawa benda berbau ke dalam sebuah gerobak.
"Tidak ada yang mengikuti kalian,
"Benda apa itu, bau sekali?" tanya Ryung, berteriak. Swe Dol menutup mulutnya agar tidak berteriak-teriak.
"Apa itu?" tanya penjaga. "Buka sekarang!"
Swe Dol dan yang lainnya ragu dan terdiam sejenak, kemudian Swe Dol memegang penutup gerobak, membukanya.
Shi Wan mendapat titah untuk mengumumkan sesuatu pada para protestan. Ia malah menyuruh Shi Hoo yang melakukannya.
"Aku tidak mau." ujar Shi Hoo. "Aku tidak mau bicara kebohongan."
"Bicara kebohongan?" Shi Wan berkata marah dan menendang kaki Shi Hoo. "Ini perintah! Pengawal biasa yang melanggar perintah, kau tahu konsekwensinya kan?"
"Serahkan Jung Yi Jong!" seru para protestan. "Serahkan Jung Yi Jong!"
Shi Hoo keluar dari balik gerbang, membawa titah. "Aku, mewakili semua pejabat Istana, akan mengumumkan hasil kasus ini. Kecelakaan ini tidak disengaja. Jung Yi Jong sudah berteriak untuk memperingatkan anak itu untuk minggir, namun anak tersebut tidak mendengar. Karena itulah kecelakaan menyedihkan ini terjadi."
"Apa?!" seru Bong Soon. "Hanya kecelayaan yang menyedihkan? Dia sudah melihat Nyang Soon, tapi dia tidak berhenti. Aku melihatnya sendiri dengan mata kepalaku! Bajingan itu sama sekali tidak berteriak untuk memperingatkan!"
Shi Hoo menunduk, kemudian berkata melanjutkan isi titah, "Semuanya bubar dan kembali ke rumah masing-masing! Jika kalian tidak kembali, kalian akan dikurung dalam penjara. Kepala Pengawal Istana Terlarang."
Para warga tidak mau mundur begitu saja. Mereka terus berteriak meminta sang pembunuh untuk keluar dan meminta maaf.
"Katakan pada Jung Yi Jong agar keluar!" teriak mereka. "Apa yang dilakukan Raja pada saat seperti ini?! Apa Jung Myung Seo begitu pengecut?!"
Ryung mulai berakting. Ia berteriak memprovokasi di depan. "Serahkan pembunuh itu!" teriaknya. "Serahkan! Serahkan!"
Eun Chae menatap Ryung dari jauh, kaget melihat ia sudah kembali.
Ryung dengan sikap acuh dan seenaknya mendatangi Eun Chae. "Kau juga di sini, Nona? Kita memang sudah ditakdirkan untuk bersama." katanya.
Bong Soon melihat mereka dan merasakan ada sesuatu. Ia terlihat sedikit cemburu.
Byun Shik memberitahu Raja bahwa pengawal menemukan para protestan (Swe Dol dkk) membawa kotoran kuda. "Selama kotoran kuda itu tidak basah, tidak akan ada masalah."
"Lalu bagaimana jika kotoran kuda kering?" tanya Raja.
"Kotoran kuda yang kering sangat mudah terbakar. Itu mudah menimbulkan api." kata Byun Shik. "Sedangkan kotoran kuda basah sangat bau namun tidak mudah terbakar."
"Begitukah?" tanya Raja.
Chun menanggapi. "Kotoran kuda kering bisa menimbulkan ledakan."
"Ledakan?"
Raja sengaja memanggil seluruh pejabat istana untuk membicarakan hal ini. Mereka berkesimpulan bahwa para warga hendak melakukan pemberontakan dan membawa senjata berbahaya yang bisa membunuh seseorang.
"Lalu apa yang bisa dilakukan seorang Raja yang bersalah seperti aku?" tanya Raja, sudah memasang skenario. "Ini semua salahku."
"Ambil keputusan segera, Yang Mulia!"
Kong He datang mengunjungi desa tempat peramal buta tinggal, yang dulu pernah dibantai olehnya dan Chun.
Ia melihat beberapa papan nisan yang dibuat Bong Soon untuk orang tua dan keluarganya.
"Maaf aku datang terlambat lagi." kata Kong He. "Bong Soon hidup dengan baik."
Malam sudah tiba. Para protestan mulai mempersiapkan rencana mereka dan membagikan kotoran kuda pada masing-masing warga.
Ryung hanya berdiri di depan gerbang dan mengamati para penjaga. Ia melihat Shi Wan keluar dan membisikkan sesuatu pada penjaga gerbang. Ia merasa curiga.
"Kepala pengawal!" seru Ryung, pura-pura senang melihat Shi Wan.
"Ryung!" Shi Wan berlari mendekati Ryung, namun mundur lagi. "Kenapa kau bau?" Shi Wan menarik Ryung. "Kau, jangan pergi kemana-mana. Tetap dekat denganku!"
"Tapi aku anak dari salah seorang protestan."
"Apa?!" tanya Shi Wan panik. "Orang tuamu ada disini juga? Cepat bawa mereka pergi. Akan terjadi hal buruk disini."
"Kenapa?" tanya Ryung, berpura-pura polos.
Shi Wan membisikkan sesuatu padanya dan menyuruhnya untuk segera pergi. Swe Dol menarik Ryung dan menggenggam tangan Ryung erat-erat. "Jangan melepaskan tanganku, mengerti?"
Shi Wan tiba-tiba melihat Eun Chae. "Eun Chae! Eun Chae! Kau bisa mati jika ada disana!"
Shi Hoo keluar dan mendengarnya. "Mati? Mati kenapa?"
"Lepaskan aku! Eun Chae!" teriak Shi Wan, mengelak dari pegangan Shi Hoo. Shi Wan bergegas menarik Eun Chae masuk ke dalam istana.
Tiba-tiba banyak pasukan pemanah keluar dari istana dan membentuk formasi di depan gerbang.
Swe Dol dan Dan Ee panik, mencari Ryung yang tiba-tiba menghilang.
"Mereka adalah pemberontak yang berniat mengambil alih negara kita." kata salah seorang pejabat. "Jika mereka melempar peledak itu, kita semua akan..."
"Haruskan kita memanah mereka?" tanya Raja dengan sikap santai dan acuh. "Aku tidak berharap warga ataupun pengawal ada yang terluka. Aku takut para pengawal akan memanah mereka sampai mati."
"Satu!" teriak kepala pengawal mengomandani para pemanah agar bersiap-siap menembak.
"Dua!" Para protestan mulai panik.
"Tiga!"
"Tunggu!" terdengar suara tidak dikenal dari atas. Semua orang mendongak dan melihat satu sosok berbaju hitam dan mengenakan topeng. Itu adalah Iljimae. (Dengan penampilan baru)
Di lain pihak, rumah Duta Besar Cing sudah berantakan. Para pengawal yang menjaga tempat itu pingsan dan Jung Yi Jong sudah tidak ada. Jung Myung Seo panik setengah mati dan kaget melihat lukisan bunga Mae Hwa di dekat tempat tidur putranya.
Iljimae menarik keluar Jung Yi Jong dan menunjukkannya pada semua warga.
"Itu Iljimae!" seru para warga senang. "Iljimae! Iljimae! Iljimae!"
Eun Chae mendongak ke atas dan sangat senang melihat Iljimae muncul lagi. Shi Hoo menatap sorotan mata Eun Chae yang penuh kekaguman pada Iljimae.
Eun Chae melihat salah satu pengawal mengendap-endap di genteng untuk menyerang Iljimae secara diam-diam. Dengan spontan, Eun Chae merebut busur dan panah milik Shi Hoo lalu memanah di pengawal. Iljimae mengangguk pada Eun Chae, isyarat berterima kasih.
Iljimae mengikatkan pita merah jambu milik Nyang Soon ditangan kanannya, pertanda ia sedang mencari keadilan untuk kematian Nyang Soon.
Para pengawal mulai naik satu per satu untuk menangkap Iljimae, dan satu per satu dari pengawal itu pun bisa dikalahkan oleh Iljimae. Warga terus berteriak-teriak mendukung.
Iljimae merentangkan busur, memanahkan tali ke seberang. Dari bawah, Swe Dol melihat pita merah jambu yang ada di tangan kanan Iljimae. Ia menjadi teringat dengan pita merah jambu yang pernah ia lihat ada bersama Ryung saat Ryung pulang. Swe Dol terdiam.
Iljimae membopong Jung Yi Jong melewati tali menuju seberang bangunan.
"Ada apa?" tanya Dan Ee, melihat Swe Dol tiba-tiba menjadi diam.
"Tidak ada apa-apa." jawab Swe Dol, manatap Iljimae tanpa berkedip.
Iljimae menggantung Jung Yi Jong di atas sebuah gerbang. Para warga melemparinya dengan kotoran kuda.
"Aku bersalah." ujar Jung Yi Jong, ketakutan.
"Akui kesalahanmu dengan mulutmu sendiri!" seru Bong Soon. "Katakan!"
"Ya.. Aku mengendarai kudaku setelah minum arak dan melewati Gerbang Selatan."kata Jung Yi Jong, menangis. "Ketika aku melihat seorang anak sedang berdiri di tengah jalan, aku ingin melompatinya... Aku takut dan kemudian melarikan diri."
Orang tua Nyang Soon membawa mayat putrinya ke depan Ji Yong.
"Aku bersalah. Aku pantas mati beratus-ratus kali." Yi Jong berlutut di depan mereka.
"Bunuh dia! Bunuh dia!"
"Jika kita membunuhnya, maka kita tidak ada bedanya dengan mereka." kata ibu Nyang Soon.
Namun warga bersikeras. Raja tega memerintahkan pengawal untuk membunuh warga tidak berdosa seperti mereka. "Raja seperti apa dia?!", "Kita tidak akan mengembalikan orang ini sampai Raja meminta maaf pada kita!", "Kami tidak butuh Raja seperti dia!", "Raja kita adalah Iljimae!"
Mendengar keributan diantara para warga, maka Raja mengirimkan titah yang berisi bahwa Jung Yi Jong akan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Raja juga meminta maaf pada keluarga korban dan memberi kedua orang tua Nyang Soon 30 tael perah dan 20 gulung kain.
"Katakan ini pada Yang Mulia!" seru ayah Nyang Soon. "Kami tidak butuh perak dan kain! Kami akan sangat senang jika penjahat itu dihukum dengan hukuman yang setimpal!"
"Benar! Benar!" seru warga lain menanggapi.
"Aku juga merasa marah." kepala pengawal melanjutkan pembacaan titah. "Mereka berencana melakukan kejahatan tidak terampuni dengan mengarahkan panah pada rakyat yang kucinta. Aku sangat kecewa dan hatiku menjadi sakit. Bukan hanya para pengawal tidak mendengar protes rakyat, tapi mereka juga hendak menembak rakyat dengan panah. Aku akan mengusut masalah ini dan menghukum mereka seberat-beratnya."
"Apa dia pikir kita bodoh?" gumam warga marah. "Iljimae! Iljimae! Iljimae!"
Kasus protes sudah berakhir. Ryung akhirnya muncul dan berjalan mendekati ayahnya. "Ayah!"
"Ryung, pergi kemana kau tadi malam?" tanya Swe Dol dengan wajah cemas.
"Aku pergi ke belakang." jawab Ryung ceria. "Kenapa kau melepas tanganku, Ayah? Untung saja aku bisa kabur! Iljimae sangat keren tadi malam. Aku merasa sangat senang. Dia hebat sekali!"
Swe Dol hanya diam mendengar Ryung mengoceh. Dari balik ikat pinggang Ryung, Swe Dol menarik selembar pita merah jambu. "Apa ini? Apa kau membelinya untuk ibumu?"
"Ah, ini milik Nyang Soon." ujar Ryung. "Aku mengambilnya di jalan.Dimana ibu?" Ryung pergi dan berteriak-teriak mencari Dan Ee.
Swe Dol berlari menuju ke rumah kecil di tengah hutan tempat dulu ia bekerja sebagai pandai besi, dan sekarang ditempati Ryung sebagai markas persembunyiannya.
"Bukan dia. Bukan dia." gumam Swe Dol, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Tiba-tiba ia terjatuh karena tersandung sesuatu, dan melihat sebuah kait untuk membuka sesuatu. Swe Dol menarik kait itu. Pintu rahasia terbuka dari bawahnya, menuju ke sebuah ruang rahasia di bawah tanah.
Ryung dan semua warga desa mengantar kepergian Nyang Soon di sungai. Ryung memegang obor, membakar peti mati Nyang Soon, kemudian menghanyutkannya di sungai. Ryung menangis dan melempar pita merah jambu ke sungai.
Swe Dol masuk ke ruang rahasia itu dan melihat banyak kertas di tempel di dinding. Di meja, ia melihat beberapa warna cat lukis. Cat yang sebelumnya digunakan Ryung untuk melukis keluarganya. Lukisan keluarganya itu digantungkan di dekat meja.
"Ya Tuhan!" seru Swe Dol kaget, melihat lukisan sebuah keluarga yang dikelilingi bunga Mae Hwa. "Apa yang harus kulakukan sekarang?" Di samping lukisan itu, ada baju milik Iljimae. Swe Dol gemetaran dan menangis. "Tidak... Ia sudah memperoleh kembali ingatannya... Dia sudah ingat semuanya... Apa yang harus kulakukan? Benar... Dia sedang mencari pembunuh ayahnya... Tidak! Ja Dol dan aku akan... Apa.. apa yang harus kulakukan?" Swe Dol terjatuh di tanah dan menangis histeris.
Tiba-tiba Ryung masuk ke ruangan rahasia itu. Swe Dol bersembunyi.
Ryung membaca daftar anggota Jeonwoohoe dan mulai membidik target selanjutnya.
Setelah Ryung pergi, Swe Dol keluar dari tempat persembunyiannya dan melihat tiga lembar kertas di dinding. "Apa ini nama rumah bangsawan yang akan dimasukinya?" gumam Swe Dol. Karena tidak bisa membaca, maka Swe Dol meniru tulisan tersebut di kertas yang lain.
Byun Shik memarahi Eun Chae karena Eun Chae bergabung dengan para protestan. Eun Chae tidak bergeming oleh kemarahan Byun Shik. Ia malah bertanya siapa orang yang tega memerintahkan pasukan untuk memanah warga.
"Apa ayah yang memerintahkan mereka?" tanya Eun Chae.
"Bukan aku!" seru Byun Shik cepat. "Kalian percaya padaku, kan? Kubilang, BUKAN AKU! Sudah, jangan tanya lagi. Cepat kembali ke kamarmu dan beristirahat. Kau juga tidak diizinkan keluar dari kamar, mengerti?!"
Pihak istana menjadi kalang kabut. Byun Shik kemudian memerintahkan Shi Hoo untuk berjaga intensif di rumah para anggota Jeonwoohoe.
Swe Dol menemui Heung Kyun untuk membantunya membacakan tulisan yang dibuatnya.
"Ini seperti nama seseorang, tapi tulisannya benar-benar..."
"Nama siapa ini?" tanya Swe Dol tidak sabar.
"Siapa ini?" tanya Heung Kyun.
"Ini.. Ah, seseorang memintaku membuat gembok dan kunci pintu, tapi aku tidak bisa membaca." kata Swe Dol. "Cepat baca ini untukku!"
"Oh Gak So. Jung Hyung Gu. Pejabat Kim Woo Jin di Seung Hung Won." kata Heung Kyun membaca tulisan itu. "Wah, mereka semua pejabat tingkat tinggi yang memesan kuncimu."
Swe Dol secara gratis memasangkan gembok di rumah para pejabat tersebut. "Kau tidak akan bisa mencuri apapun lagi." gumam Swe Dol. "Kau tidak akan bisa membuka gembok ini."
Swe Dol masuk ke kamar Ryung dan merangkak mendekatinya.
"Aku Ryung, bukan Dan Ee." ujar Ryung ketakutan.
"Kau tahu berapa anak yang ku punya?" tanya Swe Dol, nyengir dan terus mendekati Ryung. "Apa kau tahu seberapa besar aku menyayangimu?"
Swe Dol menyentuh badan Ryung. Ryung memukulinya dengan bantal.
"Cepat kemari, mumpung aku masih baik!" seru Swe Dol, mulai menggunakan paksaan.
Semalaman, Swe Dol tidur bersama Ryung. Swe Dol mengikatkan kakinya dan kaki Ryung dengan tali agar Ryung tidak bisa kabur.
Ryung melepaskan tali itu dan keluar.
Iljimae menyusup ke rumah bangsawan dan berusaha membuka kunci. Namun ia gagal. Iljimae kemudian menyusup masuk lewat atap dengan tali dan mencuri ginseng 300 tahun yang sangat berharga.
Tiba-tiba terdengar pintu hendak dibuka. Iljimae membakar talinya yang menggantung dan bersembunyi.
"ini adalah hadiah untuk Duta Besar Jung Myung Seo." kata seorang pejabat, menunjuk kotak tempat ginseng berada. "Saat matahari terbit, tolong bungkus itu untukku." Mereka pergi.
Ryung keluar dari tempat persembunyiannya dan memeriksa pintu. Pintu tersebut digembok dari luar. Ryung pasrah, tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan. Ia bersandar pada pintu dan tiba-tiba pintu tersebut terbuka, membuat Ryung terjatuh.
Ternyata sambungan pintu sebelah kiri telah digergaji oleh Swe Dol karena pemilik rumah bilang bahwa pintu sebelah kiri tersebut tidak pernah dibuka. "Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, aku harus memberi jalan keluar untuk putraku." gumam Swe Dol.
Iljimae berlari keluar melewati atap. Shi Hoo mengikutinya dari belakang dan bersiap menangkap. Namun Iljimae tiba-tiba menghilang dan berhasil lolos.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar