Swe Dol terbangun di tengah malam dan melihat Ryung masih berbaring di sampingnya. "Anak yang malang." ujarnya seraya mengusap rambut Ryung, lalu kembali tidur.
"Rumah Tuan Jung Hyung Gu, Oh Gok So dan Kim Woo Jin kecurian." ujar Shi Wan, tersenyum merendahkan pada Shi Hoo. "Aku sudah menjaga rumah para anggota Jeonwoohae, namun ketiga orang tersebut tidak termasuk dalam list. Apa artinya semua ini? Pencuri itu hanya masuk ke rumah anggota Jeonwoohoe? Hahaha. Warna darah pada bunga Mae Hwa itu sedang mengincarmu."
Iljimae memberikan ginseng berumur 300 tahun pada tabib Song untuk menyembuhkan para pasien. Ryung dengan seenaknya datang dan mencicipi bubur ginseng. Bong Soon menariknya pergi.
Iljimae sedang sangat populer dikalangan para warga desa. Anak-anak mengenakan kostum hitam Iljimae dan bermain-main.
Ryung memarahi anak-anak yang terus-menerus menyebut nama Iljimae. Anak-anak tersebut menusuk pantat Ryung dengan pedang kayu. "Rasakan Jung Yi Jong! Aku adalah Iljimae, Raja para warga!" teriak salah seorang anak.
Ryung datang ke kedai Dae Shi.
"Woi Iljimae, bawakan aku teh bunga Mae Hwa!" teriak salah satu pelanggan. Dae Shi keluar dengan mengenakan kostum Iljimae dan mengantarkan teh tersebut.
Ryung tertawa melihat tingkah para warga.
Kong He akhirnya kembali. Dia terkejut melihat Dae Shi mengenakan pakaian besi. "Apa disini ada perang saat aku pergi?" tanya Kong He. "Apa kau pergi ke
Deok berlari-lari senang menyambut kekasihnya, Kong He, kembali ke Nam Mun. "Sayang, kau sudah pulang!" serunya. "Wajahmu kurus sekali. Apa kau merindukan aku?"
Kong He mengangguk. Ryung tersenyum iseng dan mendekati Kong He. "Kemana saja kau, Paman? Oh iya, rumah bordir sudah dibuka di samping dermaga itu."
"Rumah bordir?" tanya Deok marah. "Apa selama ini kau ada disana? Cepat bicara!"
"Kau pikir siapa suamimu ini, hah?"
Deok menjewer telinga Kong He dan mengajaknya masuk.
Shi Wan mengajak Ryung ke tempat terjadinya pencurian. Di
"Ini seperti abu." kata Ryung, memberi petunjuk. "Ya, ini memang abu. Adanya abu menandakan bahwa ada sesuatu yang dibakar. Mungkin saja tali. Sesuatu jatuh dari atap dan kemudian kembali lagi ke atas."
Shi Wan menjentikkan jari tangannya, pertanda bahwa ia sudah mengerti trik si pencuri. Ia memanggil Shi Hoo dan kepala pengawal untuk menceritakan persepsinya. "Pencuri itu datang dari atap. Dia melompat dari atap dengan menggunakan tali. Setelah berhasil mencuri, dia kembali ke atap dengan tali tersebu, kemudian membakar tali untuk menghilangkan bukti."
"Lalu kenapa pintu itu rusak?" tanya kepala pengawal.
"Itu karena... Itu karena... Itu karena dia turun lewat tali, setelah itu dia merusak pintu dan keluar melewati pintu itu." kata Shi Wan.
"Tidak mungkin." ujar Shi Hoo. "Iljimae tidak mungkin masuk lewat atap. Ia pasti masuk lewat pintu." Shi Hoo berjalan ke arah pintu. "Pintu ini tidak dirusak lewat dalam, melainkan lewat luar."
Ryung menoleh melihat pintu tersebut.
"Sepertinya tebakan Tuan Byun salah kali ini." kata kepala pengawal, tersenyum.
"Lalu bagaimana dengan abu di
"Apa yang dikatakan Tuan Byun mungkin benar." kata Shi Hoo. "Pencuri melompat turun dengan tali. Tapi pintu itu sudah terpotong dari luar. Jadi, pencuri itu pasti membawa temannya."
Ryung terkejut.
Swe Dol bekerja di pasar untuk membuat gembok. Antrian sudah panjang, namun Swe Dol sepertinya sedang banyak pikiran dan tidak memedulikan pada pelanggannya.
Tiba-tiba Heung Kyun datang untuk mencari ayahnya.
"Dia sedang melakukan kerja sambilan." kata Swe Dol.
Ayah Heung Kyun ternyata sedang memperbaiki genteng dinding pagar. "Bukankah aku sudah memberitahu agar tidak menggunakan genteng yang lincin seperti ini?!" serunya marah. "Jika Iljimae datang ke rumah ini dan terpeleset, apa kalian mau bertanggung jawab?!"
Byun Shik menghadiahi Eun Chae seekor kuda dengan harapan Eun Chae tidak lagi membuat masalah.
"Kuda ini mirip seseorang." ujar Seung Seung, tertawa. "Nona, apa kau sudah memberi kuda ini nama? Bolehkah aku yang memberinya nama? Bagaimana jika Iljima?"
"Iljima?"
"Benar! Dia hitam dan cepat. Iljima."
Kim Ik Hee datang menemui pemburu Jang. "Aku sudah bilang padamu. Dia pernah bertemu dengan Shim Ki Yoon. Ia juga ada saat budah wanita itu dihukum gantung." kata pemburu Jang.
"Benarkah?"
"Aku yakin sekali." kata pemburu Jang. "Kau harus segera menemuinya."
Kim Ik Hee mengangguk. "Tolong katakan padanya. Jika ia ingin mengetahui tentang pembunuh ayahnya, datang ke tempat ini besok pagi." Kim Ik Hee menyerahkan sekantung uang pada pemburu Jang.
"Ya, Tuan."
"Jika informasi ini benar, aku akan memberikan sisa uangnya. Tapi ingat, kau harus merahasiakan ini. Jika hal ini sampai tersebar, kau dan putramu akan mati."
Kim Ik Hee kembali ke istana. Byun Shik mendekatinya dan berbisik, "Apa kau sudah mendengar?" tanya Byun Shik. "Putra Lee Won Ho masih hidup. Kau punya hubungan yang sangat baik dengan Lee Won Ho, bukan? Kau tidak boleh membiarkan Yang Mulia tahu."
Byun Shik hendak memancing Kim Ik Hee.
"Aku juga mendengar gosip itu." kata Kim Ik Hee. "Setelah mendengar gosip itu, aku juga mencarinya. Tapi..."
"Apa kau menemukannya?"
"Benar. Aku menemukannya." jawab Kim Ik Hee. "Tapi dia sudah mati."
"Ma... mati?"
"Ya. Setelah kematian kakaknya, dia terlibat pertarungan antar geng dan terbunuh dengan pedang."
"Ah, kenapa nasibnya begitu buruk?" ujar Byun Shik. "Jika aku menemukannya lebih awal, aku pasti akan memperlakukan dia seperti anakku sendiri. Aku akan menyayanginya dan membesarkannya dengan baik."
Kim Ik Hee memandang Byun Shik dengan muak.
Byun Shik melaporkan kematian putra Lee Won Ho pada Raja. "Kim Ik Hee yang mengatakannya sendiri padaku."
Pemburu Jang menemui Ryung dan menyampaikan pesan Kim Ik Hee padanya.
"Sudah kubilang ayahku masih hidup!" ujar Ryung bersikeras.
"Terserah padamu. Yang penting aku sudah menyampaikan pesan."
Ryung kembali ke markas persembunyiannya dan mencari nama Kim Ik Hee di di buku anggota Jeonwoohoe. Ternyata memang ada.
Swe Dol berubah menjadi pemurung. Dan Ee mengkhawatirkannya. "Apa lukamu belum sembuh? Kenapa kau tidak tidur?"
"Lukaku sudah sembuh dan sudah tidak sakit lagi." kata Swe Dol sedih. "Jika anak itu sudah pulang, aku baru bisa tidur. Apapun yang terjadi malam ini, aku tidak akan membiarkan dia keluar lagi. Aku harus memastikan bahwa dia tidur dan beristirahat."
"Terserah padamu." ujar Dan Ee seraya masuk ke kamarnya. Di dalam, ia ternyata sudah mempersiapkan tempat tidur untuknya dan Swe Dol bersama. Ia juga sudah mengenakan lipstik pemberian Swe Dol, namun di pikiran Swe Dol saat ini hanya ada Ryung.
Ryung menemui Bong Soon dan melihatnya bekerja keras di kedai. Ia duduk dan mengisyaratkan agar Bong Soon duduk disebelahnya. Ia mengeluarkan kertas perjanjian dan merobeknya. "Kau bebas sekarang." kata Ryung.
"Kenapa?" tanya Bong Soon heran, tidak terlihat senang.
"Kenapa bertanya 'kenapa'? Aku membebaskanmu. Kenapa kau tidak senang?" tanya Ryung balik.
"Aku tidak senang. Aku ingin menjadi budak dan memasak untukmu selamanya." kata Bong Soon sedih.
"Kau.. Siapa yang menyuruhmu berbuat itu?" Ryung menghancurkan kertas penjanjian itu. "Cepat pergi! Jika kau tidak pergi, aku akan melaporkanmu pada polisi!"
Ryung berjalan pergi, namun Bong Soon menariknya ke suatu tempat.
"A.. apa yang kau lakukan?" tanya Ryung panik.
"Apa yang kau takutkan?" tanya Bong Soon, memojokkan Ryung ke dinding. "Karena majikanku sudah membebaskan aku, maka aku harus membayar kebaikan hatinya."
"Apa kau sudah gila?!"
Bong Soon memegang pergelangan tangan Ryung ke tembok agar Ryung tidak bisa bergerak, kemudian memaksa untuk mencium Ryung. Ryung mengelak dari Bong Soon, namun gagal. Bong Soon berhasil mencium bibir Ryung.
Ryung mendorong Bong Soon. "Kau benar-benar sudah gila!" seru Ryung marah seraya meludah dan membersihkan bibirnya.
"Lihat, wajahmu merah." goda Bong Soon. "Tunggu! Apa ini ciuman pertamamu? Ini ciuman pertamamu, kan? Aaahh, kau benar-benar laki-laki yang polos."
Ryung tidak mengatakan apa-apa dan bergegas kabur.
Ryung kembali ke markas persembunyiannya dan memutuskan untuk menemui Kim Ik Hee. "Aku akan menemui Kim Ik He besok. Semuanya akan segera berakhir."
Iljimae menemui Eun Chae dan menebarkan kelopak bunga Mae Hwa. "Kemampuan memanahmu tidak buruk." kata Iljimae.
"Apa kau tidak tahu betapa kerasnya aku berusaha mencarimu?" tanya Eun Chae, terlihat sedikit marah. "Apa kau tahu sudah berapa lama sejak kau terluka saat itu?"
"Aku datang untuk mengucapkan terima kasih karena kau sudah menyelamatkan aku."
"Aku tahu." kata Eun Chae. Ia naik ke atas kudanya dan pergi.
Ryung hanya diam dan menunduk sedih, namun beberapa saat kemudian Eun Chae kembali. Ryung naik ke atas kuda Eun Chae dan mengedarai kuda tersebut.
"Apa kau tahu, setiap kali bunga Mae Hwa mekar, pemandangan menjadi sangat indah di sini." ujar Eun Chae, melihat rumah keluarga Lee Won Ho dari luar.
Ia kemudian mengajak Iljimae duduk di atas batang pohon Mae Hwa besar. "Pohon ini sangat istimewa untukku. Karena itu aku mengajakmu kemari." kata Eun Chae, tersenyum. "Ketika aku masih kecil, aku bertemu seorang anak laki-laki di pohon ini. Dia adalah cinta pertamaku. Tapi, dia sudah meninggal. Sampai sekarang pun dia masih ada dalam ingatanku."
"Walaupun dia sudah meninggal, dia pasti sangat bahagia." kata Iljimae.
"Aku juga pernah bertemu dengan seorang laki-laki di pohon ini." kata Eun Chae melanjutkan. "Aku sempat berpikir, mungkin saja anak itu masih hidup dan kembali kemari. Itu sangat konyol." Eun Chae tertawa pahit. Ia kemudian berpaling menatap Iljimae. "Wajahmu... Bolehkah aku melihatnya?"
Eun Chae mengulurkan tangan untuk membuka topeng Iljimae, namun Ryung memegang tangannya untuk menghalangi. "Mungkin kita tidak akan bisa bertemu lagi." kata Iljimae sedih.
"Kenapa?"
Ryung tidak menjawab. Ia membuka ikat kepalanya dan menutup mata Eun Chae dengan ikat kepala itu. Ia kemudian membuka topengnya dan mencium bibir Eun Chae.
Bong Soon mengeluarkan uang tabungannya. "Aku ingin memberi kejutan pada Ryung." ujarnya.
Bong Soon pergi ke rumah keluarga Lee Won Ho dan menemui bibi Eun Chae. "Tolong jual rumah ini padaku." kata Bong Soon.
"Tidak. Cepat pergi!"
Bibi Eun Chae menyuruh pelayannya untuk menebang pohon Mae Hwa yang ada di halaman rumahnya. Bong Soon menghalanginya.
"Jangan! Tolong jangan tebang pohon ini!" teriak Bong Soon. "Jual pohon ini padaku! Aku akan memberikan semua uang ini. Tolong jual pohon ini."
"Baiklah." kata bibi Eun Chae, hendak mengambil uang Bong Soon.
"Kau tidak boleh melakukan apa-apa pada pohon itu!" ujar Bong Soon.
Tiba-tiba Eun Chae datang berlari-lari. "Bibi!" panggilnya. Ia kemudian melihat pohon Mae Hwa kesayangannya masih utuh. "Syukurlah... Bibi, kenapa kau ingin menebang pohon ini? Kau tidak boleh melakukannya."
"Nona, tolong minggir tiga langkah dari situ!" seru Bong Soon, tertawa. "Pohon ini milikku."
"Bibi!" Eun Chae menatap bibinya, minta penjelasan. Setelah bibinya menjelaskan Eun Chae menawarkan uang 10 kali lipat dari uang yang diberikan Bong Soon.
"Kau sudah terlambat, Nona." ujar Bong Soon. "Sejak saat ini, pohon ini sudah menjadi milik Bong Soon."
Eun Chae kesal.
Pagi itu, Raja mengajak para pejabatnya untuk berburu bersama. Kim Ik Hee terpaksa ikut serta.
Di lain pihak, Ryung sedang menunggu Kim Ik Hee di tempat yang sudah dijanjikan, namun pria itu tidak juga datang.
"Dia benar-benar Geom." gumam pemburu Jang, mengintip Ryung dari jauh.
Acara perburuan anggota kerajaan di mulai. Ternyata acara ini adalah salah satu konspirasi untuk membunuh Kim Ik Hee agar terlihat seperti sebuah kecelakaan. Kim Ik Hee tewas, terjatuh di sebuah tebing. Ini juga merupakan suatu ancaman bagi para pejabat lain yang berani menentang Raja dan sekutunya.
Ryung menunggu sampai larut malam, namun Kim Ik Hee tidak juga datang. Ryung bergegas berlari ke rumah Kim Ik Hee untuk mencari tahu. Ternyata Kim Ik Hee sudah meninggal.
"Tuanku mengalami kecelakaan saat acara perburuan." kata salah satu orang, menangis.
Ryung berpikir dan kejadian dimasa lalu. Setiap kali ada orang yang hendak memberi tahu tentang kematian ayahnya, orang tersebut selalu meninggal.
"Siapa... siapa yang bertanggung jawab atas hal ini?" gumam Ryung marah.
Anggota pusat Jeonwoohoe tinggal dua orang. Mereka bersujud di depan Raja untuk meminta ampun.
"Lee Won Ho, Shin Ki Yoon, Kwon Do Hyun, Lee Ik Hee... dan kalian berdua... Jika bukan karena bantuan kalian berenam, aku tidak akan bisa menggulingkan Raja Gwang Hae dan duduk di tahta ini." kata Raja. "Jangan khawatir. Kalian boleh pergi."
"Aku akan segera menghabisi mereka, Yang Mulia." ujar Chun.
"Tidak perlu." kata Raja. "Mereka adalah orang-orang setia yang membantuku duduk di tahta ini. Selama mereka tidak mengancam kekuasaanku, kita tidak perlu membunuh mereka. Awasi saja mereka."
Jung Myung Seo kesal setengah mati dan ingin menangkap Iljimae dengan tangannya sendiri. Ia memerintahkan Byun Shik untuk menangkap para pemuda di desa.
Dae Shi bersembunyi di dalam gentong besar. Bong Soon menyuruh Ryung ikut bersembunyi, namun Ryung menolak.
Anak pemburu Jang, Eun Bok, di keroyok karena menolak ikut. Ryung menolongnya, dan mereka berdua di bawa ke istana.
"Kalian semua akan digunakan untuk memancing Iljimae." kata pengawal istana.
Swe Dol murung dan tidak punya semangat hidup. Gembok-gembok yang dipasang Swe Dol tidak ada yang benar. Teman-temannya heran melihatnya.
"Kenapa kau? Apa Dan Ee menyakiti perasaanmu lagi?" tanya ayah Heung Kyun.
"Aku ingin pensiun." ujar Swe Dol lemah. "Aku juga ada dipihak Iljimae. Aku tidak bisa membiarkannya ditangkap karena gembok yang kubuat."
"Benar!" ujar ayah Heung Kyun setuju. "Aku akan membuatkan sepatu gratis untukmu sepanjang sisa hidupmu."
"Aku juga!" seru Kong He. "Aku akan memberikan makanan gratis padamu!"
Seorang pria tua mengamati Dan Ee dan Swe Dol. Pria itu tidak lain adalah orang yang dulu hendak membunuh Dan Ee saat Swe Dol muda menculik Dan Ee dari rumah keluarga Lee Won Ho. Pria itu tersenyun licik.
Bong Soon berlari panik dan memberi tahu Swe Dol kalau Ryung ditangkap. Mereka bergegas berlari ke pintu gerbang istana. Hee Bong juga ikut ambil bagian. Ia marah-marah mengetahu Ryung ditangkap.
"Tidak perlu khawatir!" kata ayah Heung Kyun. "Tidak mungkin Iljimae akan diam saja membiarkan ini terjadi!"
Bong Soon mengangguk setuju.
"Iljimae ada di dalam sana." kata Swe Dol.
"Dimana? Dimana dia?"
Kong He hanya diam, menarik napas cemas.
Jung Myung Seo dan Jung Yi Jong menemui para pemuda yang ditangkap dan tertawa. "Kenapa kalian begitu tegang?" tanya Myung Seo. "Ini hanya sebuah permainan. Apa kalian takut terluka? Hahahahaha. Di negara Cing, kemampuan memanah putraku adalah yang terbaik. Kalian tidak perlu khawatir."
"Ayo bersenang-senang!" seru Yi Jong.
Satu per satu pemuda yang ditangkap diperintahkan berdiri di depan sebuah batang kayu, yang diatasnya terdapat lukisan bunga Mae Hwa milik Iljimae. Jung Yi Jong memanah ke arah lukisan di atas kepala para pemuda tersebut.
Shi Wan marah-marah karena melihat Ryung ditangkap. "Beraninya mereka menangkap teman baikku!" Ia hendak menyelamatkan Ryung, namun kepala pengawal menahannya.
Shi Hoo kelihatan tidak senang dengan pancingan semacam ini. Ia khawatir melihat Ryung dan hendak menghentikan permainan tersebut, namun pengawal yang lain menghalangi.
Ryung menoleh ke Eun Bok, yang ada disebelahnya. Eun Bok terlihat sangat ketakutan dan Ryung berusaha menenangkannya. "Kemampuan memanahnya tidak biasa. Terlebih lagi, karena kecelakaan yang kemarin, dia tidak akan berani menyakiti siapapun. Ini hanyalah pancingan untuk Iljimae. Tenanglah."
Kini giliran Eun Bok untuk maju. Jung Yi Jong kelihatan lelah. Ia meminum beberapa teguk arak. Ryung menjadi cemas.
Eun Bok mengompol di celana. Ia menatap Ryung takut, dan Ryung mengangguk untuk menenangkan. "Berdiri saja dan jangan bergerak." ujar Ryung.
Ryung melihat baik-baik ke arah Jung Yi Jong. Ia merasa bahwa panahan Yi Jong kali ini akan meleset dan melompat untuk menyelamatkan Eun Bok. Memang benar, panah yang dilepaskan Yi Jong tidak menusuk lukisan bunga Mae Hwa melainkan mengenai punggung Ryung yang berusaha menyelamatkan Eun Bok.
Shi Hoo bergegas berlari untuk menolong dan membopong Ryung keluar.
"Ryung!" teriak Swe Dol dan yang lainnya panik.
"Biar kubawa dia!" teriak Kong He. Mereka bergegas membawa Ryung pada tabib Song.
Keadaan diputarbalikkan. Pihak istana mengumumkan bahwa para pemuda yang ditangkap itu berniat membunuh Jung Yi Jong. Jung Yi Jong sedang berada dalam kondisi kritis (bohong banget!). Jika Iljimae tidak muncul juga dalam waktu tiga hari, maka para pemuda tersebut akan dihukum mati karena dianggap berkomplot dengan Iljimae.
"Apa benar mereka mengaku bahwa Iljimae-lah yang menyuruh mereka?" tanya Dae Shi pada Hee Bong.
"Benar." jawab Hee Bong. "Jika Iljimae tidak muncul, maka mereka semua akan dibunuh!"
Para pemuda yang ditangkap menoleh marah pada Eun Bok.
"Mereka bilang jika aku mengaku seperti yang mereka perintahkan, maka kita semua akan dibebaskan." Eun Bok menangis histeris.
Malam itu, Iljimae menyusup diam-diam. Ia meletakkan sebuah selang ke dalam kolam, belum jelas ingin merencanakan apa.
Swe Dol mengobati punggung Ryung.
"Hari ini adalah hari ketiga." ujar Swe Dol hati-hati. "Jangan gunakan lengan kirimu. Kau harus lebih hati-hati malam ini."
Ryung menoleh ke arah ayahnya, namun tidak berkata apa-apa.
Byun Shik menakut-nakuti para pemuda dan menyuruh para pengawal untuk bersiaga.
"Apa benar mereka akan dibunuh, Ayah?" tanya Shi Wan, protes. "Jung Yi Jong tidak sedang dalam keadaan kritis!"
"Hush!" Byun Shik menyuruh Shi Wan diam. "Apa yang kau katakan? Jangan sampai kelelawar (Iljimae) itu mendengar!"
Iljimae menyusup ke istana. Ia memberi sebuah surat pada para pemuda yang ditangkap.
Selang yang diletakkannya di kolam dipergunakan untuk membuang air dari kolam teratai.
Para pengawal menemukan Iljimae di atas atap dan mengejarnya.
"Hancurkan dinding dekat kolam teratai." salah seorang pemuda membaca surat dari Iljimae.
"Ayo kita lakukan seperti yang Kak Iljimae perintahkan." kata Eun Bok. "Kita hancurkan dinding ini."
Mereka menghancurkan dinding tersebut dan berhasil lolos.
Iljimae cukup kesulitan menghadapi para pengawal yang jumlahnya sangat banyak, namun pada akhirnya ia berhasil lolos juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar