Silahkan Mencari !!!

Info!!!

kelanjutan fan fiction & recap drama semua ada di blog q yang baru
fanfic : www.ff-lovers86.blogspot.com
recap : www.korea-recaps86.blogspot.com
terima kasih...

Rabu, 25 Agustus 2010

Cinderella's Sister (Episode 10)

Walaupun dalam keadaan berduka, Eun Jo berusaha tetap kuat dan tetap mengurus bisnis Anggur Dae Sung.

"Kakak, kenapa kau seperti ini?" tanya Jung Woo.

"Panggil Hyo Seon kemari." perintah Eun Jo seakan tidak mendengar ucapan Jung Woo. "Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padanya. Saat sedang di Jepang, ia bertemu dengan seorang wanita. Putra wanita itu sangat menyukainya. Tanyakan padanya apakah ia masih berhubungan dengan mereka."

Jung Woo menatap Eun Jo dengan iba.

"Tidak perlu." kata Eun Jo, berubah pikiran. "Tidak perlu bertanya padanya."

Jung Woo merebut ponsel dari tangan Eun Jo dan mengajaknya pergi ke pemakaman.

Kang Sook dan semua orang yang datang menangisi kematian Dae Sung.

"Apa yang kukatakan padamu..." tangis bibi Hyo Seon. "Kubilang cari istri yang lebih baik..."

Hyo Seon duduk di dalam kamarnya dan minum-minum. Ki Hoon melihatnya dengan iba.

"Kakak. sebanyak apapun aku minum, aku tidak bisa mabuk." kata Hyo Seon, menangis. "Sebanyak apapun aku mencoba percaya, aku tetap tidak percaya..."

Ki Hoon ingin merebut gentong anggur Hyo Seon.

"Kau tidak akan mengizinkanku bersandar di bahumu!" seru Hyo Seon. "Kenapa kau mengambil minumanku? Aku ingin kau... pergi. Pergi! Aku ingin kau dan Eun Jo pergi!"

Hyo Seon mencoba bangkit, namun terjatuh. "Ekspor.. aku sudah melarangnya, tapi ia bersikeras." tangis Hyo Seon. "Jika bukan karena Eun Jo, ayahku tidak akan melakukannya. Ayah melakukan apapun yang dikatakan Eun Jo. Walaupun Eun Jo mengatakan hal yang bodoh, ayah tetap percaya. Jika bukan karena Eun Jo, semuanya tidak akan berakhir seperti ini!"

"Bukan karena Eun Jo, tapi karena aku." ujar Ki Hoon dalam hati. "Akulah yang melakukannya."

"Aku akan membunuhnya." kata Hyo Seon. "Aku tidak akan membiarkannya."

Ki Hoon memeluk Hyo Seon. "Paman... relakan dia pergi." katanya pelan.

"Aku tidak bisa!" seru Hyo Seon, menangis. "Walaupun aku berpakaian seperti ini, aku masih tidak bisa percaya. Bagaimana mungkin aku merelakannya pergi?"

Jung Woo mengajak Eun Jo ke rumah. Baru berjalan beberapa langkah, Eun Jo berbalik lagi. "Ada banyak hal yang harus kulakukan." katanya. "Aku harus pergi ke pabrik. Aku harus memeriksa lab."

"Kakak! Gunakan akal sehatmu!" seru Jung Woo. "Sadar dan lakukan apa yang seharusnya kau lakukan! Sapa para tamu dan rundingkan mengenai masalah pemakaman dengan para tetua. Ada banyak hal yang harus dilakukan. Bibi tidak berhenti menangis dan aku juga tidak bisa menemukan Hyo Seon. Tidak ada orang yang berpikiran jernih hari ini. Kakak, Perusahaan Anggur Dae Sung dan pemakaman presiden Dae Sung, semuanya kacau. Apa kau akan membiarkannya?"

"Pemakaman Presiden Goo Dae Sung..." Eun Jo bergumam pelan dan menguatkan dirinya untuk masuk ke rumah.

Malam itu, Ki Hoon datang ke perusahaan untuk menemui kakaknya, Ki Jung. Saat itu, Ki Jung sedang bicara di telepon menggunakan bahasa Jepang dengan orang Jepang bernama Miura.

"Kau sangat hebat, Kak Ki Jung." kata Ki Hoon.

Ki Jung menutup teleponnya. "Kau datang lebih cepat dari yang kuperkirakan." katanya seraya bangkit dari duduknya. "Ayo kita duduk disana."

"Aku tidak melakukannya." kata Ki Hoon, tidak mengindahkan kata-kata Ki Jung. "Keinginanku adalah mencegahmu memiliki Perusahaan Anggur Dae Sung. Aku tidak ingin merebut Perusahaan itu! Aku berniat menguasainya terlebih dulu kemudian mengembalikannya. Tapi, karena aku... Kau tahu apa yang sudah kulakukan? Apa kau tahu apa yang sudah kau lakukan padaku?! Mulai sekarang, jangan lakukan apapun. Aku tidak akan membiarkan kau melakukan apapun!"

Ki Jung duduk di sofa, kemudian menyuruh Ki Hoon duduk.

"Kenapa kau lakukan itu pada ibuku?" tanya Ki Hoon. "Kau tahu ibuku tidak boleh berlari, tapi kenapa kau membuatnya berlari?!"

"Siapa yang mengatakan itu padamu?" tanya Ki Jung, terlihat terkejut. "Ayah yang mengatakannya?"

"Kenapa kau melakukan itu?" tuntut Ki Hoon.

"Dia berpikir aku menyembunyikanmu! Apa lagi yang bisa kulakukan?!" seru Ki Jung, mulai emosi. "Aku lari karena aku muak! Tapi ibumu mengejarku! Aku tidak membuatnya berlari."

"Kau tahu sangat berbahaya untuknya jika berlari, tapi kau tidak berhenti." kata Ki Hoon tajam, menatap lurus pada Ki Jung. "Aku tidak ingin kau memiliki apa yang kau inginkan. Karena itulah aku ingin memilikinya terlebih dahulu. Lalu... aku membunuh orang yang sudah menolong dan menjagaku. Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, dan aku juga tidak bisa memaafkanmu. Perusahaan Anggur Dae Sung tidak akan pernah mati. Kau ingin menghancurkannya dan menguasai pasaran beras dimana tidak ada yang bisa menyaingimu, tapi itu tidak tidak akan pernah terjadi. Menyerahlah. Jangan pernah melakukan apapun pada Perusahaan Anggur Dae Sung. Jika tidak, aku tidak akan pernah melepaskanmu."

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan membawamu jatuh dan kita akan mati bersama." kata Ki Hoon tajam.

Kang Sook menangis dan terus bersedih. Tapi ia bersedih lebih karena masalah materi, bukan karena kematian Dae Sung.

Disisi lain, Eun Jo berusaha menyelesaikan segalanya. Ia bicara dengan para tetua keluarga. Eun Jo mengatakan pada para tetua bahwa masalah ekspor mereka sudah teratasi berkat bantuan dealer Anggur Jepang yang berhubungan dengan Hyo Seon. "Kami bisa melepas setengah dari stok Anggur ke pasaran anggur Jepang. Sisanya dikembalikan ke Perusahaan Anggur Dae Sung dan akan ditangani."

"Apa maksudnya?" tanya seorang tetua.

"Sebagian stok dikirim ke industri produksi vinegar lokal sebagai bahan mentah dan sisanya... aku meminumnya sendiri." kata Eun Jo.

Para tetua saling berpandangan sejenak.

"Aku berharap bisa membayar hutang tepat waktu." kata Eun Jo. "Tapi sayangnya, kami tidak bisa. Tapi, karena Perusahaan Anggur Dae Sung adalah perusahaan yang baik, aku yakin bahwa tidak lama lagi kami akan memulihkan reputasi kami. Aku yakin para tetua juga percaya dan yakin karena kalian rela memberikan hal yang sangat berarti bagi kalian. Jika kalian bersedia menunggu sedikit lebih lama, aku dan Hyo Seon akan bekerja sama dan membayar hutang kami secepat mungkin."

"Bagaimana jika kami tidak bersedia?" tanya seorang tetua.

"Jika Dae Sung tidak meninggal, 2 atau 3 tahun tidak akan jadi masalah." kata tetua yang lain. "Tapi, bagaimana mungkin kami bisa mempercayai kalian para anak muda?"

Para tetua ribut sendiri mengenai pembayaran hutang.

"Aku akan memberikan saham Perusahaan Anggur Dae Sung pada para tetua." kata Eun Jo. "Kalian semua akan menjadi pemiliki Perusahaan Anggur Dae Sung. Jika kalian setuju untuk menjaga perusahaan ini, aku percaya..." Eun Jo berusaha menahan tangisnya. "Aku percaya... bahwa Presiden Goo Dae Sung akan sangat senang."

Joon Soo datang ke kamar Hyo Seon untuk mengajaknya bermain.

"Main dengan kakak yang satunya saja." kata Hyo Seon, terbaring di tempat tidur.

"Kakak tertua. Tidak pernah bermain denganku." kata Joon Soo. "Kakak kecil. Kadang-kadang bermain denganku. Ibu. Kadang-kadang tidak bermain denganku. Ayah. Orang yang selalu bermain denganku. Kenapa ayah tidak ada?"

Hyo Seon menangis dan memeluk Joon Soo.

Hyo Seon dan Joon Soo berjalan keluar. Disana, mereka bertemu dengan Eun Jo dan pergi ke danau bersama-sama.

Joon Soo bermain melempar batu ke danau sementara Hyo Seon dan duduk di samping Eun Jo.

"Ada sesuatu yang membuatku penasaran." kata Hyo Seon. "Aku berpikir bahwa kau menyukai ayah dengan tulus. Tapi, kau tidak menangis. Bahkan nenek dan para pekerja pabrik menangis. Tidak ada seorangpun yang tidak menangis. Apa benar kau tidak tulus pada ayah?"

"Kau pikir, aku akan menjawab pertanyaanmu?"

"Katakan padaku, apakah kau tulus pada ayah?!" seru Hyo Seon.

"Ketulusan. Apa artinya itu?" tanya Eun Jo.

"Ayah sudah meninggal, apakah itu tidak berarti apa-apa bagimu?!" seru Hyo Seon. "Jika kau tidak ada disini, ini semua tidak akan pernah terjadi!"

"Jadi? Jadi, kau ingin aku melakukan apa?" tanya Eun Jo dingin.

"Jika aku memintamu melakukan sesuatu, apa kau bisa mewujudkannya?" tanya Hyo Seon, menangis. "Kalau begitu, bawa ayahku kembali. Bawa dia kembali! Aku sangat merindukannya, jadi bawa dia kembali!"

Hyo Seon menangis. Eun Jo tetap diam, memandangnya.

Hyo Seon berlutut di tanah di depan Eun Jo. "Aku takut, Kakak." katanya pelan. "Aku seperti berdiri sendirian, tanpa pelindung. Aku kedinginan dan ketakutan." Ia bersandar di kaki Eun Jo. "Kakak..."

Perlahan dan ragu, Eun Jo mengusap rambut Hyo Seon. "Jangan menangis, Hyo Seon." katanya. "Jangan menangis, Hyo Seon."

Itulah yang ingin Eun Jo lakukan. Tapi, Eun Jo tidak sanggup melakukannya. Ia hanya diam dan mendorong Hyo Seon dengan kasar. "Sampai kapan kau akan menangis seperti ini?" tanya Eun Jo kasar. "Para tetua tidak peduli pada masalah kita dan ingin uang mereka dikembalikan. Kita juga tidak yakin apakah bisa membuat anggur dengan rasa yang sama. Dan kau malah menangis terus dari hari ke hari!"

Hyo Seon terpukul karena Eun Jo mendorongnya. "Walapun hanya sekali... tidakkah kau bisa menghiburku?" tanyanya. "Aku sangat ketakutan dan kesepian. Aku hanya berharap kau memperlakukan aku dengan baik sekali ini saja. Dengan begitu ketakutanku akan sedikit berkurang."

"Aku muak dan lelah dengan sikapmu yang tidak dewasa!" bentak Eun Jo seraya berjalan pergi meninggalkan Hyo Seon. Joon Soo marah dan melempar kepala Eun Jo dengan batu.

"Kau jahat! Aku akan mengadukanmu pada ayah!" teriak Joon Soo.

Eun Jo datang ke perusahaan dan melihat pada pekerja disana tidak bekerja.

"Kenapa kalian tidak bekerja?" tanyanya marah. "Apa karena presiden tidak ada disini, jadi kalian bisa bersikap seperti ini?"

Para pekerja diam.

"Apakah disini ada sesuatu yang bisa kami kerjakan?" tanya salah seorang pekerja. "Tidak ada yang bisa dikerjakan. Tidak ada pesanan, jadi kenapa kami harus bekerja?"

"Aku akan menyediakan bahan-bahan, jadi tolong bersiap-siap." kata Eun Jo.

"Apakah kau bisa membuat ragi?" tanya pekerja.

Eun Jo berteriak marah. "Kenapa semua orang bersikap seperti ini?!" serunya. "Kami membayar gaji kalian! Kalian berkata tidak ingin bekerja setelah menerima uang? Jika tidak ingin bekerja, pergi saja!"

Seseorang menyentuh bahu Eun Jo lembut dan menepuknya pelan. Itulah yang selalu Dae Sung lakukan jika berusaha menenangkan Eun Jo.

Eun Jo menoleh. Ternyata Ki Hoon yang ada disana, menyentuh bahunya.

Ki Hoon mengajak Eun Jo ke kantor dan mengatakan padanya agar mengerti perasaan para pekerja. Para pekerja juga sangat sedih karena kehilangan Dae Sung.

"Belajarlah dari Hyo Seon. Bersikaplah baik dan ramah." kata Ki Hoon. Ia mengambil sebuah dokumen dan menyerahkannya pada Eun Jo. "Apa kau ingat kabar mengenai penjualan mandoo? Ada sebuah perusahaan yang berlaku tidak jujur. Perusahaan itu bangkrut namun orang-orang tidak tahu penyebabnya. Belakangan, mereka tahu bahwa perusahaan tersebut ternyata tidak bersalah. Kita bisa menghubungkan masalah kita dengan peristiwa yang terjadi saat itu dan menulis laporan. Tolong tulis mengenai itu. Aku hanya pandai membaca dan memeriksa."

Eun Jo duduk diam, kemudian bangkit sambil membawa dokumen.

Mendadak, para pekerja masuk ke ruangan itu.

"Kami tidak akan kembali lagi besok." kata salah seorang pekerja.

"Tuan Kim, apa maksudmu?" tanya Ki Hoon.

"Di perusahaan ini, kami sadar bahwa posisi kami memang lebih rendah." kata pekerja Kim, memandang Eun Jo dengan ekspresi marah. "Tapi kami lebih tua darimu! Apa yang kau pelajari dari Presiden? Walaupun ketika kami salah presiden berteriak pada kami, tapi ia tetap menunjukkan rasa hormat. Aku tidak akan bekerja dengan diperlakukan seperti ini oleh seseorang yang seumuran dengan putriku."

Para pekerja keluar. Ki Hoon berusaha mengejar mereka.

Ketika hari gelap, Joon Soo dan Hyo Seon baru kembali ke rumah.

"Kemana kau membawa anak yang sedang demam?" tanya Kang Sook marah. "Kau tahu seharian aku berusaha mencarinya? Jika kau membawanya keluar, seharusnya kau memberitahu aku."

"Ibu, kupikir tadi kau sedang tidur." kata Hyo Seon.

"Bagaimana jika demam Joon Soo semakin parah!" bentak Kang Sook, kemudian menarik Joon Soo masuk ke rumah.

Hyo Seon berkata ia akan membantu Kang Sook membersihkan badan Joon Soo, tapi Kang Sook malah menyuruhnya minggir dengan kasar.

Ketika Kang Sook sedang marah-marah pada Tuhan karena membuatnya menjanda lagi, Hyo Seon masuk ke kamarnya.

Hyo Seon meminta maaf karena membawa Joon Soo keluar. "Aku tidak tahu Joon Soo sedang demam." katanya seraya memeluk Kang Sook.

"Jangan sentuh aku!" bentak Kang Sook, menepis Hyo Seon dengan kasar. "Jangan menempel padaku! Itu membuatku risih!"

Hyo Seon diam, matanya berkaca-kaca.

Hyo Seon keluar dari kamar Kang Sook dan menangis. Ia berjalan menuju kamar Eun Jo. Eun Jo sedang bekerja. Hyo Seon hanya berani melihatnya dari jauh.

Setelah itu, ia pergi untuk melihat Ki Hoon. Ki Hoon sedang minum bersama para pekerja.

Keesokkan harinya, Hyo Seon makan bersama keluarganya. Tidak ada yang bicara dan memedulikannya.

Eun Jo sibuk dengan pekerjaannya. Kang Sook menyuapi Joon Soo dan bersikap seakan tidak mendengar jika Hyo Seon memanggilnya.

Eun Jo menyerahkan tugas yang diberikan Ki Hoon, namun Ki Hoon tidak menyukai laporan itu dan menyuruh Eun Jo menulis ulang. Ki Hoon juga meminta Eun Jo memohon maaf pada para pekerja tapi Eun Jo menolak.

"Aku bisa merekrut orang-orang baru." kata Eun Jo dingin.

"Mereka adalah orang yang sudah bekerja di sini selama lebih dari dua puluh tahun!" seru Ki Hoon. "Jika kau pikir ada orang yang bisa menggantikan mereka, maka lakukan. Cari orang yang bisa menggantikan mereka!"

Di tempat lain, Jung Woo pergi ke toko perhiasan dan membeli sebuah bros.

Presiden Hong datang ke Perusahaan Anggur Dae Sung. Ki Hoon sangat terkejut melihatnya.

Presiden Hong meminta Ki Hoon mengembalikan uangnya saat itu juga. Namun Ki Hoon belum bisa membayarnya.

"Kalau begitu, aku akan mengambil perusahaan ini." kata Presiden Hong.

"Ayah!"

"Kudengar kau mencoba melindungi Perusahaan Anggur Dae Sung." ujar Presiden Hong, tertawa mengejek. "Bagaimana kau bisa melindungi sesuatu yang sudah hancur? Perusahaan Anggur Dae Sung sudah tidak ada lagi."

Ki Hoon diam.

"Setelah melihat-lihat perusahaan, aku jadi merasa ingin memilikinya." kata Presiden Hong tajam. "Kembalikan uangku besok atau serahkan Perusahaan Anggur Dae Sung."

Ki Hoon memohon agar ayahnya memberikan waktu lagi, tapi ayahnya menolak. Karena Ki Hoon sudah mengkhianatinya, maka ia akan mempertahankan uangnya.

Ki Hoon merundingkan masalah tersebut bersama Hyo Seon dan Eun Jo, namun tidak menyebut menganai Perusahaan Hong.

Eun Jo langsung mendatangi ibunya untuk meminta uang. "Berikan uang yang dikembalikan Paman Jang." katanya. "Berikan semua uangmu yang kau simpan."

"Uang apa?" tanya ibunya. "Tidak ada uang."

"Kau bohong!" teriak Eun Jo.

Sebagaimanapun Eun Jo meminta dan memaksa, Kang Sook tetap tidak mau memberikan uang itu.

"Berikan uang itu!" teriak Eun Jo, memegang lengan ibunya.

Kang Sook menghempaskan Eun Jo hingga jatuh. Ia keluar dan melihat Hyo Seon sedang berdiri di depan kamar itu. Hyo Seon diam, menatap Kang Sook dengan mata berkaca-kaca.

Hyo Seon masuk ke kamar. "Jadi begitu." katanya pelan pada Eun Jo. "Ibu... Ibu seperti itu? Semuanya bohong, bukan? Aku salah dengar, bukan?"

Kang Sook mengusir nenek dan bibi Hyo Seon.

"Nenek! Bibi!" panggil Hyo Seon ketika melihat mereka keluar dari rumah dengan barang-barang mereka.

"Anakku, kau harus hidup dengan baik." pesan nenek sambil menangis.

Hyo Seon memohon agar neneknya tetap diizinkan tinggal. Nenek tidak hanya pekerja biasa, tapi mereka seperti keluarga baginya. Nenek sudah ada dirumah itu sebelum Hyo Seon lahir. "Nenek sudah seperti ibu bagiku." katanya.

"Kalau begitu, ikutlah dengan mereka." kata Kang Sook.

Hyo Seon menangis.

Kang Sook berkata bahwa Hyo Seon sudah cukup lama diperlakukan sebagai seorang putri. Kini semuanya berubah. "Jika kau mau menangis, KELUAR!" teriak Kang Sook kasar.

Hyo Seon keluar dan menangis dengan keras.

Eun Jo masuk ke kamar Hyo Seon.

"Nenek dan bibi tidak akan kemana-mana." katanya. "Mereka sekarang ada di perusahaan. Banyak yang harus dikerjakan disana."

Eun Jo kelihatan tidak tega, tapi tetap bersikap keras.

"Kenapa tiba-tiba ibu bersikap seperti ini padaku?" tanya Hyo Seon. "Kenapa tiba-tiba ibu menjadi orang yang berbeda?"

"Dia tidak berubah dengan tiba-tiba." kata Eun Jo. "Ibuku selalu seperti itu. Kau bukan putri lagi di rumah ini. Jika kau berbuat salah, ia akan mengusirmu."

"Ia akan mengusirku?" tanya Hyo Seon, kaget.

"Kau pikir ia tidak bisa?" tanya Eun Jo. "Aku meminta tolong padamu. Perhatikan dan bersikaplah pintar. Jangan terus menangis dan cari sesuatu yang bisa kau lakukan di rumah ini, rumah dimana tidak seorangpun yang berada dipihakmu! Mengerti?!"

Eun Jo keluar, kemudian masuk lagi. "Berdiri!" perintahnya.

Hyo Seon masih diam.

"Berdiri! Cepat!" teriak Eun Jo.

Kang Sook mengusir Paman Hyo Seon.

Eun Jo mengajak Hyo Seon ke perusahaan. Jung Woo sudah siap memberikan bros, tapi melihat ekspresi Eun Jo yang muram, ia menundanya.

Ki Hoon menelepon ayahnya dan mengatakan bahwa ia akan menjual sahamnya di Perusahaan Hong agar bisa membayar hutang. Ayahnya sangat marah mendengar itu. Itu adalah paksaan tidak langsung agar Presiden Hong memberinya waktu untuk melunasi hutang. Ki Hoon menutup telepon.

"Apa kau berhubungan dengan Perusahaan Hong?" tanya Jung Woo, tiba-tiba berdiri di dekat Ki Hoon.

"Tidak. Kau salah dengar." kata Ki Hoon tajam.

"Bukankah kau menyebut mengenai saham Perusahaan Hong?" tanya Jung Woo.

"Kau salah dengar!" seru Ki Hoon, kemudian pergi keluar meninggalkan Jung Woo.

Eun Jo membawa Hyo Seon ke tempat penyimpanan anggur dan menyuruhnya mencicipi satu jenis.

"Bagaimana?" tanya Eun Jo. "Anggur siapa itu?"

"Ini anggur ayah. Memangnya anggur siapa lagi?!" tanya Hyo Seon kesal.

"Kau yakin?" tanya Eun Jo, terkejut.

Hyo Seon kesal dan beranjak pergi.

"Aku yang membuatnya." kata Eun Jo. "Aku... melakukannya... Kupikir aku tidak akan bisa..."

Hyo Seon berbalik. "Benarkah? Benarkah kau yang membuatnya?"

"Ya." jawab Eun Jo. "Aku melakukannya lagi, Hyo Seon. Aku memberikan kontribusi besar bagi perusahaan. Apa yang bisa kau lakukan? Jika kau terus seperti ini, semuanya akan menjadi milikku. Aku mirip dengan ibuku, karena itulah aku pintar. Jangan sampai dibodohi, Hyo Seon. Jika kau dibodohi, aku tidak akan menolong. Aku sudah memperingatkanmu."

Hyo Seon duduk diam di tempat penyimpanan.

Eun Jo membawa gentong anggur buatannya mengelilingi perusahaan, pabrik dan terakhir ia membawa gentong itu ke ruang kerja Dae Sung.

Ia menuangkan satu gelas anggur di depan foto Dae Sung.

"Aku memikirkan ini setiap hari." kata Eun Jo. "Haruskah aku kembali lagi ke 8 tahun yang lalu dan tidak pernah menginjakkan kaki ke rumah ini? Atau haruskah aku kembali pada saat kita mendapat pesanan besar dan kau mengatakan bahwa tidak ingin? Dari mana aku harus kembali agar semua ini tidak terjadi? Dari mana aku harus memulai lagi?"

Eun Jo menyerahkan gelas berisi anggur pada foto Dae Sung. "Minumlah." katanya. "Aku membuatnya. Walaupun Hyo Seon mengatakan rasanya sama, tapi... aku ingin... a... ay... ayahlah yang memujiku." Eun Jo menangis. "Maafkan aku. Tolong maafkan aku, Ayah. Ayah..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar