Silahkan Mencari !!!

Info!!!

kelanjutan fan fiction & recap drama semua ada di blog q yang baru
fanfic : www.ff-lovers86.blogspot.com
recap : www.korea-recaps86.blogspot.com
terima kasih...

Rabu, 11 Agustus 2010

Mendung Di Suatu Senja


Title : Mendung Di Suatu Senja
Author : Sweety Qliquers
Genre : Romance, Friendship
Production : www.korea-lovers86.blogspot.com
Production Date : 11 Agustus 2010, 11.13 AM
Cast :
Park Shin Hye
Yoon Eun Hye (Shin Hye’s Bestfriend)
Jung Yong Hwa



Mendung Di Suatu Senja
Created By Sweety Qliquers

Seraut wajah Oval muncul dari balik pintu. Park Shin Hye. Aku melempar senyum sembari meletakkan pulpen ke meja kecil di samping tempat tidurku.

”Ada apa, kau sakit Park Shin Hye?” Tanyaku menghampirinya. Park Shin Hye tidak menjawab. Didorongnya daun pintu hingga terbuka lebar, lalu duduk di pinggir tempat tidur. Keruh sekali wajahnya. Bibirnya yang tipis terkatup rapat. Sepasang mata beningnya dengan alis hitam lebat nampak muram. Entah problem apa lagi yang mengusiknya.

”Ada apa? Ditanya kok, diam?” Aku duduk di sampingnya. Hening. Park Shin Hye menunduk. Ada yang bergulir di kedua belah pipinya. Aku menghapus mutiara cair itu.

”Bebanmu tidak akan berkurang, kalau kau hanya menangis saja.” Kataku.

”Ayo, ceritakan saja. Aku siap mendengarkanmu.” Lanjutku.

Kembali hening, kembali ada yang bergulir pelan-pelan di pipi mulusnya tapi makin lama makin deras. Tangis tanpa suara, tanpa isak. Itu memang ciri khas Park Shin Hye. Atau, mungkin ia sudah tak mampu lagi terisak. Sudah jenuh karena dukanya seperti tak kunjung reda, kendati hidup dalam alam kemewahan. Kedua orang tuanya yang tak pernah rukun, kakak-kakaknya yang sibuk berhura-hura senantiasa menancapkan kuku-kuku kepedihan di lubuk hatinya. Kisah klise memang, tapi itulah realita. Itulah hidup yang harus dijalani Park Shin Hye.

Dan, ia tak mungkin menolaknya kecuali berusaha merubahnya. Tetapi mungkinkah itu? Apa yang bisa dilakukannya? Si bungsu yang tak pernah mencicipi manisnya kasih sayang orang tua. Si bungsu yang tak dipedulikan kakak-kakaknya. Sendirian sibuk berjuang untuk tetap berjalan pada jalur yang lurus agar tidak terperosok dalam lubang gelap yang kerap menggerogoti remaja-remaja dari keluarga broken home. Pasrah. Hanya itu yang bisa dilakukan Park Shin Hye.

Dan, bila segala duka tak sanggup lagi ia pendam, dicurahkannya padaku, sahabat satu-satunya yang dipercaya. Setelah tumpah ruah kerikil yang mengganjal hatinya, ia pun merasa lega... tenang. Selalu begitu. Sore ini, kehadirannya pasti seperti hari-hari lalu. Membawa cerita sedih untuk kusimak baik-baik.

”Rasanya aku ingin mati.” Kata pembukaan yang mengejutkan, Memecah kebisuan. Aku diam, memasang telinga lebar-lebar.

”Aku sudah tidak tahan lagi.” Park Shin Hye menyapu pipinya yang basah dengan tissue.

”Mereka mau bercerai. Mereka sudah gila...” Lirih suaranya hampir tak terdengar.

”Semalam Papaku pulang pagi lagi.” Lanjut Park Shin Hye masih dengan suara yang lirih.

”Mamaku yang sedang tidur, terbangun oleh suara pintu pagar yang dibuka Papa. Mama menegur Papa dengan kasar.” Park Shin Hye mulai dapat berkata lancar. Volume suaranya kini agak keras.

”Awalnya Papa pura-pura tidak mendengar tapi Mama mengomel terus. Papa jadi keael lalu menampar Mama dan...” Kembali Park Shin Hye berkata lirih.

”Mama minta cerai. Dan... Papa juga setuju. Yoon Eun Hye, kenapa aku harus dilahirkan oleh orang tua seperti mereka? Orang tua yang tidak pernah mau mengerti kebutuhan anaknya. Orang tua egois yang hanya bisa menunjukkan pertengkaran demi pertengkaran di hadapan anak-anaknya.” Sudut mata Park Shin Hye mulai basah lagi, mencurahkan aliran bening untuk yang ke sekian kalinya.

”Jangan bicara seperti itu, Park Shin Hye.” Kataku sambil membelai rambut hitamnya.

”Sebelum kita lahir, Tuhan sudah menentukan siapa yang akan menjadi orang tua kita. Jadi, kita harus menerima mereka apa adanya. Bagaimanapun juga mereka tetap orang tuamu, Park Shin Hye.” Lanjutku.

”Tapi mereka egois, Yoon Eun Hye!” Sela Park Shin Hye dengan suara keras.

”Mereka tidak pernah mencintaiku!” Teriaknya lagi.

”Siapa bilang?” Sergahku cepat.

”Semua orang tua pasti mencintai anaknya. Aku kan udah bilang itu berulang kali.” Lanjutku.

”Kalau mereka mencintaiku, kenapa harus bercerai?” Park Shin Hye menatapku sedih.

”Belum cukup mereka menyiksa batinku? 17 tahun hidup tanpa kasih sayang dan perhatian, Sekarang mereka malah berpisah hanya untuk memuaskan amarah. Tanpa peduli pada kita, anak-anaknya. Hah! Orang tua macam apa itu?” Kepala mungil Park Shin Hye merunduk.

Aku menghela nafas panjang. Tak tahu apa yang harus kukatakan untuk meringankan beban Park Shin Hye. Rasanya sudah terlalu sering aku menasehatinya, menghiburnya dan 1001 ’me’ lainnya. Tapi problem yang dihadapinya memang pelik. Papa dan Mamanya adalah korban kawin paksa. Mereka dijodohkan orang tua masing-masing. Padahal, mereka sudah memiliki pujaan hati. Tetapi, rasa cinta dan hormat pada orang tua, memaksa mereka untuk menikah dengan pilihan orang tua. Akibatnya, sepanjang usia perkawinan mereka selalu diwarnai pertengkaran. Begitu cerita Park Shin Hye padaku. Park Shin Hye tahu semua kisah orang tuanya dari diary mamanya yang tak sengaja ditemukannya.

”Park Shin Hye, kau harus tabah ya?” Kataku kemudian.

”Anggap saja semua itu kerikil kecil yang menghalangi jalan kehidupanmu. Lanjutku.

”Aku capek, Park Shin Hye.” Jawab Park Shin Hye pelan. Disandarkannya kepalanya di bahuku. Aku membelai rambutnya.

”Untung saja ada kau yang selalu mendengarkanku. Kalau tidak, mungkin sekarang aku sudah minum racun, Yoon Eun Hye.”

”Jangan Park Shin Hye...” Aku mendorong tubuh Park Shin Hye pelan.

”Aku akan membencimu seumur hidupku, Jika kau melakukan itu.”

”Tenang saja, aku tak sedepresi itu.” Jawab Park Shin Hye sambil tersenyum. Aku pun ikut tersenyum lega.

”Syukurlah!” Kataku.

”Sekarang sudah jam 8 malam. Kau belum makan kan, Park Shin Hye? Makan bersamaku saja yuk!”

”Kebetulan, aku sudah lapar sekali.” Park Shin Hye menepuk perutnya. Mendung di wajahnya sirna entah kemana. Dia memang sangat senang jika kuajak makan bersama dirumah karena di rumahnya suasana makan bersama tidak pernah terjadi. Ah, Seandainya mendung itu benar-benar berlalu... Tapi kapan???

***


Park Shin Hye datang lagi. Wajah ovalnya tampak muram. Tapi tidak semuram kemarin. Matanya juga tidak berkaca-kaca ketika mengungkapkan cerita dukanya.

”Mereka akhirnya bercerai.” Kata Park Shin Hye tanpa ekspresi.

”Kak Song Hye Gyo denganku ikut Mama. Kak Rain dan Kak Jang Geun Suk ikut Papa.” Aku menjerit kecil. Ah, Park Shin Hye... Kenapa nasibmu harus seperti ini? Betapa teganya orang tuamu. Betapa...

”Kau kaget, Yoon Eun Hye?” Tanya Park Shin Hye. Aku mengangguk.

”Kau tinggal dimana sekarang?” Tanyaku sambil dalam hati memuji ketabahan Park Shin Hye. Hebat sekali, dia bisa mengendalikan air matanya. Aku sendiri tak mampu membayangkan bila itu terjadi pada diriku.

”Di rumah yang dulu juga. Papa memberikan rumah itu untukku, Mama dan Kak Song Hye Gyo.”

”Lalu, Papa, Kak Rain dan Kak Jang Geun Suk tinggal dimana?”

”Papa masih punya rumah lain di Incheon Residence.”

”Oh...” Aku manggut-manggut.

”Sudah?”

”Apanya yang sudah?”

”Pertanyaanmu?”

Aku tertawa. ”Ya sudah, sudah jelas. Jelas sekali malah.”

”Yoon Eun Hye...” Tiba-tiba Park Shin Hye menyentuh lenganku.

”Aku ingin punya seseorang yang... memperhatikanku, menyayangiku. Aku kesepian, Yoon Eun Hye. Aku butuh kasih sayang...” Park Shin Hye menunduk.

”Betapa bahagianya, Jika saja ada orang yang mencintaiku. Aku butuh seorang sahabat, Yoon Eun Hye.”

”Park Shin Hye, aku kan sahabatmu?” Kusentuh lengan Park Shin Hye.

”Tapi kita kan tidak selalu bersama. Rumah dan sekolah kita saja berbeda. Padahal, aku ingin punya sahabat yang selalu ada untukku dimana saja aku berada.”

Aku terdiam. Park Shin Hye benar. Setelah lulus SMP, kami tidak lagi menuntut ilmu di sekolah yang sama. Karena keluarga Park Shin Hye pindah rumah maka mau tidak mau sekolah Park Shin Hye pun ikut pindah. Otomatis, kami tidak selalu dapat bersama seperti dulu. Walaupun sekarang zaman sudah canggih, rasanya aneh saja kalau hanya berkomunikasi dengan HP. Lebih menyenangkan jika bisa bertatap muka dan berbagi cerita. Dengan jarak rumah kami yang cukup jauh, jadi tidak memungkinkan untuk kami saling mengunjungi setiap hari. Hhh, betapa ingin aku mengulangi kembali pada masa-masa kami hampir selalu bersama. Betapa ingin kupeluk separuh lara Park Shin Hye. Tapi keinginan itu hanya terpendam di hati tanpa pernah terwujud. Aku tak pernah mampu berbuat lebih banyak untuk menghalau duka Park Shin Hye, kecuali dengan menghiburnya. Hanya itu...

***


Empat minggu sudah Park Shin Hye tidak hadir dengan cerita-cerita sedihnya. Aku jadi bertanya-tanya. Apa yang telah terjadi pada Park Shin Hye? Apakah...

”Hai! Kau sedang melamunkan siapa?” Aku kaget. Menoleh. Jung Yong Hwa, ketua OSIS sekolahku yang keren itu tersenyum. Aku merasa meleleh sesaat. Ah, senyum itu mengapa selalu menimbulkan getar di dalam sini? Mengapa aku mendadak dag...dig...dug... begini?

”Aku perhatikan kau melamun terus!” Jung Yong Hwa menepuk bahuku. Aku tersipu.

”Siapa yang kau pikirkan?” Tanya Jung Yong Hwa sambil duduk di kursi yang ada disampingku.

”Eh... tidak, aku tidak sedang memikirkan siapa-siapa.” Aku menggeleng.

”Bohong. Kau pasti sedang memikirkanku?” Jung Yong Hwa menatapku dengan tatapan menggoda.

”Sembarangan! Untuk apa aku memikirkanmu?”

”Sudah... mengaku saja. Aku kan kekasihmu, aku rasa itu pantas-pantas saja jika kau selalu memikirkanku.”

Uf! Apa? Jung Yong Hwa tadi bilang apa? Dia, kekasihku? Tapi, sejak kapan dia jadi kekasihku? Ah, seandainya itu jadi kenyataan.

”Sedang asyik berduan ya!” Lagi sibuk-sibuknya aku bengong, seraut wajah oval muncul dari balik pintu pagar yang tidak terkunci. Kurasakan wajahku langsung memanas.

”Siapa Yoon Eun Hye?” Tanya Jung Yong Hwa.

”Ooo... dia Park Shin Hye, sahabatku.” Sahutku sambil bangkit.

”Eh, Park Shin Hye! Ayo, masuk!” Panggilku menghampirinya.

”Aku menggangu tidak?” Park Shin Hye masuk sambil senyum menggoda. Aku memukul bahunya, pelan.

”Tentu saja tidak! Dia hanya temanku.” Desisku di telinganya.

”Kalau begitu, bolehkan aku menyukainya?” Bisik Park Shin Hye. Aku mengangguk tapi dalam hati... menyembul sepercik rasa takut akan kata-kata Park Shin Hye. Semoga dia hanya bercanda.

”Jung Yong Hwa, kenalkan Sahabatku yang paling cantik, Park Shin Hye.” Kutarik tangan Park Shin Hye.

”Jung Yong Hwa.” Tangan Jung Yong Hwa segera terulur.

” Park Shin Hye.” Park Shin Hye menjabat tangan Jung Yong Hwa. Matanya memancarkan rasa terpesona pada ketampanan Jung Yong Hwa. Bibirnya mengulas senyum manis. Oh, kucoba untuk tidak merasa sakit menyaksikan semua itu. Jung Yong Hwa kan’ bukan apa-apaku. Dia hanya teman baik. Tak lebih dari itu.

***


Sejak pertemuannya dengan Jung Yong Hwa, Park Shin Hye menjadi lebih rajin main ke rumahku. Awalnya, aku tak berprasangka apa-apa. Tapi sore ini, kata-kata Park Shin Hye hampir membuatku panas.

”Tolong aku, Yoon Eun Hye. Aku benar-benar menyukainya.”

”Iya, nanti aku coba. Kau tenang saja.” Kataku sambil menahan emosi. Ya, Tuhan! Bagaimana mungkin aku menjadi mak comblang bagi mereka? Bagaimana mungkin aku merelakan Jung Yong Hwa yang kucintai diam-diam jatuh ke tangan wanita lain? Tapi, aku sudah berjanji. Dan janji itu harus ditepati. Ah... seandainya dulu aku berterus terang, pasti keadaannya berbeda.

”Aku pasti sangat bahagia sekali, Yoon Eun Hye. Jika Jung Yong Hwa menjadi kekasihku, Aku pasti tidak akan kesepian lagi. Ternyata aku butuh seorang kekasih bukan seorang sahabat sejati.” Park Shin Hye berkata dengan mata menyimpan sejuta mimpi. Tuhan, rupanya aku memang harus membiarkan Jung Yong Hwa menjadi milik Park Shin Hye. Park Shin Hye haus kasih sayang, cinta dan perhatian. Dia lebih pantas menerima semua itu. Ya, inilah saatnya aku harus memberikan sesuatu untuk menghalau duka Park Shin Hye, walaupun ada yang patah di dalam sini.

Tetapi, sebelum aku melaksanakan aksi ’Mak Comblang’ ku. Jung Yong Hwa telah memberi surprise untukku. Dan aku tak tahu apakah harus menangis atau tertawa? Apakah aku harus menerima pernyataan cintanya? Kebimbangan seperti mengepungku dari berbagai arah. Aku menyayangi Park Shin Hye seperti saudara kandung sendiri, tapi aku juga mencintai Jung Yong Hwa. Haruskah kubiarkan Park Shin Hye menelan kekecewaan sementara aku larut dalam kebahagiaan bersama Jung Yong Hwa? Bagaimana ini, belum pernah aku dihadapkan pada situasi yang begitu rumit.

”Maafkan aku Jung Yong Hwa, aku tidak bisa menjadi kekasihmu.” Dengan menguatkan hati, aku mengambil keputusan itu. Ya, aku harus berkorban demi Park Shin Hye. Biarlah aku yang menelan kekecewaan ini asalkan Park Shin Hye mendapatkan kebahagiaan. Park Shin Hye sudah terlalu banyak menderita, kini saatnya ia merasakan setetes air kebahagiaan.

”Kau pasti berbohong, Yoon Eun Hye. Sinar matamu itu, tidakk bisa membohongiku.” Kata Jung Yong Hwa dengan mata memendam kecewa.

”Kenapa Yoon Eun Hye? Kenapa...”

”Jung Yong Hwa kita hanya bisa bersahabat, tidak lebih dari itu.” Kualihkan pandanganku ke arah luar. Sungguh, aku tak sanggup menatap mata bening itu. Aku tak sanggup melihat pijar kecewa di matanya.

”Aku tidak mengerti, Yoon Eun Hye.” Jung Yong Hwa menghela napas panjang.

”Aku pikir keakraban kita, akn memudahkanku untuk mendapatkanmu. Tapi nyatanya, kau begitu sulit untuk aku dapatkan. Angan-anganku selama ini ternyata pupus sudaj. Pupus...”

”Jung Yong Hwa.” Kusentuh tangannya.

”Lebih baik kau menerima sepotong cinta yang sudah menantimu.” Kurasakan bibirku bergetar ketika mengucapkannya.

”Apa maksudmu, Yoon Eun Hye?” Jung Yong Hwa bertanya bingung.

”Park Shin Hye. Dia... dia mencintaimu.” Serasa remuk hati ini saat mengatakannya. Tetapi aku berusaha untuk tetap tegar. Jangan sampai Jung Yong Hwa tahu isi hatiku yang sebenarnya.

”Kau ingin aku mencintai Park Shin Hye?”

Aku mengangguk, menatap Jung Yong Hwa penuh harap. ”Jika kau memang mencintaiku, kabulkanlah permintaanku. Park Shin Hye membutuhkanmu, Jung Yong Hwa. Sejak kecil Park Shin Hye tidak pernah merasakan apa itu cinta dan kasih sayang. Papa dan Mamanya selalu sibuk dan tidak pernah rukun. Dan malah sekarang orang tuanya sudah bercerai. Jung Yong Hwa please, kenapa kau tidak mencoba memberikan cintamu untuk Park Shin Hye?”

”Yoon Eun Hye, kau pikir cinta itu apa?! Mainan?! Tidak Beb! Walaupun aku sangat mencintaimu, aku tak akan pernah mengabulkan permintaan gilamu itu. Park Shin Hye akan lebih kecewa lagi jika dia tahu aku mencintainya karena terpaksa.” Jung Yong Hwa menatapku tajam. Aku seperti ditikam dengan tatapannya.

”Aku hanya mencintaimu, Yoon Eun Hye.” Suara Jung Yong Hwa melembut. Digenggamnya jemariku.

”Kenapa kau harus menyakiti diri sendiri hanya untuk seorang sahabat? Kenapa Yoon Eun Hye???”

”Aku tidak pernah mencintaimu, Jung Yong Hwa! Tidak pernah!” Kugelengkan kepala sambil menggigit bibirku. Aku tidak boleh menangis. Aku harus kuat!

”Munafik! Kau munafik, Yoon Eun Hye!” Dengan kasar, Jung Yong Hwa melepaskan genggamannya.

”Katakan, katakan... jika kau juga mencintaiku!” Kata Jung Yong Hwa sambil mengguncang bahuku.

”Aku tidak bisa, Jung Yong Hwa...” Kataku lirih.

”Hanya Park Shin Hye yang mencintaimu.”

”TIDAKKK!” Terdengar jeritan panjang. Aku menoleh. Park Shin Hye! Dia berdiri mematung di depan pintu ruang tamu. Matanya basah. Bibirnya bergetar menahan tangisnya agar tak terisak.

”Jangan paksa Jung Yong Hwa, Yoon Eun Hye.” Kata Park Shin Hye lirih.

”Park Shin Hye, aku...”

”Terima kasih untuk semua kebaikanmu.” potong Park Shin Hye lalu berlari meninggalkan rumahku. Pintu pagar dibukanya dengan kasar.

”Park Shin Hye! Tunggu!” Teriakku berusaha mengejarnya tapi... Ya, Tuhan! Decit ban mobil dan lengkingan Park Shin Hye bagai palu menghantam kepalaku.

”Park Shin Hye!” Kupeluk tubuh bersimbah darah yang tergeletak di aspal itu.

”Maafkan aku, Park Shin Hye.” Kuciumi kening yang berlumuran darah itu.

”Aku hanya ingin melihatmu bahagia.” Air mata membanjiri wajahku.

”Kau... ti... tidak... ber... sa...salah, Yoon Eun Hye.” Lemah, jemari Park Shin Hye membelai pipiku.

”A...Aku su... su...dah mendengar se...mmua...nya. A...aku per...gi ya Yoon Eun Hye. Se...sse...lamat ting...gal.” Tangan Park Shin Hye terkulai jatuh dan tak bergerak lagi.

”Park Shin Hye, kau tidak boleh pergi!” Park Shin Hyeee...” Sekelilingku mendadak gelap Gelap dan sepi.

Aku terbangun ketika mendengar seseorang memanggil namaku.

”Yoon Eun Hye...”

Kukerjapkan mataku. Park Shin Hye??? Dia berdiri di samping tempat tidurku. Wajahnya tampak lebih cantik dan berseri. Dan dia mengenakan gaun putih yang panjang menutupi kaki. Bibirnya tersenyum manis sekali.

”Aku sudah menemukan sahabat sejati, Yoon Eun Hye.” Kata Park Shin Hye sambil tetap tersenyum.

”Dia selalu menemaniku dimana dan kapan saja. Dia selalu ada didekatku. Aku bahagia sekali, Yoon Eun Hye. Aku sudah tidak kesepian lagi. Di tempatku sekarang, tidak ada duka dan airmata. Aku ingin sekali mengajakmu ke rumahku yang baru, tapi dia bilang belum saatnya.”

”Aku juga ingin tinggal disana, Park Shin Hye. Aku tidak mau berpisah denganmu.” Kataku sambil memegang tangan Park Shin Hye.

”Jangan, Yoon Eun Hye. Kau tidak kasihan dengan Jung Yong Hwa? Kau mencintainya kan?”

”Tapi, Park Shin Hye...”

”Aku pergi ya, Yoon Eun Hye. Semoga kau bahagia bersama Jung Yong Hwa.” Tiba-tiba tubuh Park Shin Hye terangkat ke atas. Dia melambaikan tangan. Aku ingin mengejarnya tapi tubuhku terasa kaku.

”Park Shin Hye... Park Shin Hye... aku ikut...” Aku menggapai-gapai tangannya.

”Yoon Eun Hye...” Ada yang berbisik di telingaku. Aku membuka mata. Mama duduk di samping tempat tidur. Kuedarkan pandanganku ke sekeliling kamar. Di dekat pintu, ada Papa dan Jung Yong Hwa. Mana Park Shin Hye? Ah, aku ingat sekarang... Park Shin Hye sudah pergi. Jadi, tadi itu hanya mimpi?

”Mama...” Aku mendekap tubuh Mama erat.

”Park Shin Hye sudah pergi, Ma. Park Shin Hye...” Aku terisak dalam pelukan Mama.

”Sudahlah Yoon Eun Hye, jangan kau tangisi Park Shin Hye. Di sudah tenang disana.” Mama membelai rambutku lembut.

***

Matahari telah turun ke barat. Senja datang membayang berkawan mendung. Aku menatap tanah pemakaman yang masih merah itu dengan perasaan pilu. Selamat jalan, Park Shin Hye... bisikku. Selamat jalan sahabat... Suatu saat kita pasti bertemu lagi.

”Yoon Eun Hye...” Aku menoleh. Jung Yong Hwa menggandeng tanganku.

”Ayo kita pulang.” Ajak Jung Yong Hwa.

”Jung Yong Hwa...” Aku menangis di bahu Jung Yong Hwa.

”Seandainya, Park Shin Hye tidak datang ke rumah waktu itu dan mendengar obrolan kita, pasti...”

”Yoon Eun Hye, sudahlah. Semua itu sudah kehendak-NYA. Kau jangan mengungkit-ungkit yang sudah lewat. Park Shin Hye pasti sedih jika dia melihatmu masih menangisinya.” Jung Yong Hwa menuntunku menuju mobilnya. Aku terdiam. Menghapus pipiku yang basah dengan punggung tangan.

”Ya, Jung Yong Hwa benar. Maafkan aku Park Shin Hye, aku tidak akan menangisimu lagi. Tidurlah kau dengan tenang. Dengan damai dalam naungan cinta-NYA.” Batinku seraya memandang langit yang makin mendung.


TAMAT

3 komentar: