Silahkan Mencari !!!

Info!!!

kelanjutan fan fiction & recap drama semua ada di blog q yang baru
fanfic : www.ff-lovers86.blogspot.com
recap : www.korea-recaps86.blogspot.com
terima kasih...

Sabtu, 04 September 2010

Jejoongwon (Episode 34)

"Apa yang terjadi?" tanya Seok Ran panik pada prajurit Jepang.

"Ia dituduh mengirim pembunuh untuk membunuh Menteri Pasukan yang menandatangani Perjanjian Eulsa." jawab Prajurit Jepang kasar.

"Apa kau punya bukti?" tanya Hwang Jung.

"Bukti?" tanya Prajurit. "Tanyakan pada Jenderal. Aku hanya prajurit yang menjalankan perintah. Ayo!"

"Langit akan menghukummu!" teriak Hwang Jung.

Prajurit itu mengeluarkan pedangnya dan mengarahkannya pada Hwang Jung. "Bicara sekali lagi."

"Kau telah membunuh Ibu Negara kami dan sekarang kau menyiksa rakyat kami." kata Hwang Jung. Bagaimana mungkin langit tidak menghukummu? Beraninya kau mengancam dan menyiksa kami!"

"Dr. Hwang!" Seok Ran berkata cemas.

Parjurit Jepang mengangkat pedangnya untuk menebas leher Hwang Jung.

Hwang Jung memejamkan matanya.

Prajurit itu tertawa. "Benar. Kau adalah dokter pribadi Raja." katanya. "Ayo!" perintahnya pada anak buahnya. Mereka menyeret Tuan Yoo pergi.

"Tuan, aku akan membebaskanmu apapun yang terjadi." janji Hwang Jung.

Tuan Yoo mengangguk. "Temani ibumu." katanya pada Seok Ran. "Tuan Hwang, katakan pada teman-temanku bahwa aku baik-baik saja."

Nyonya Yoo sangat panik dan ketakutan. Hwang Jung meminta Seok Ran menemani ibunnya sementara ia ingin pergi ke markas para pembela negara.

Seok Ran mengejarnya dan bertanya apakah tuduhan pada ayahnya benar.

"Itu benar." jawab Hwang Jung. "Kau juga mengenal siapa orang yang hendak melakukan pembunuhan."

"Siapa?"

"Polisi Jung." jawab Hwang Jung.

"Jika benar, maka akan sulit membebaskan ayahku." kata Seok Ran cemas.

Hwang Jung meraih tangan Seok Ran. "Dr. Yoo, kau harus menyingkirkan semua benda yang bisa menjadi bukti melawan Tuan Yoo." katanya. "Tidak boleh ada satu barang bukti pun yang tersisa. Kau mengerti?"

Seok Ran dan Chilsuk membakar semua barang bukti yang bisa dipakai untuk memberatkan ayahnya.

Di gunung, Po Gyo sedang melatih pasukannya. Hwang Jung datang untuk memberi kabar padanya.

"Berbahaya jika kalian tetap berada disini." kata Hwang Jung.

"Ya, aku akan memindahkan pasukan ke tempat lain." kata Po Gyo.

Mendadak terdengar teriakan. "Kita diserang!"

Po Gyo dan Hwang Jung terkejut dan bergegas keluar. Para prajurit Jepang menembak dan menyerang para pejuang. Po Gyo mengajak Hwang Jung memasuki hutan untuk melarikan diri. Beberapa prajurit Jepang mengejar mereka.

Hwang Jung melawan beberapa prajurit sekaligus. Ketika Hwang Jung sedang melawan seorang prajurit, dua orang prajurit lain hendak menusuk Hwang Jung. Po Gyo berlari untuk melindunginya dan tertusuk.

Hwang Jung membunuh prajurit itu.

Po Gyo sekarat. Hwang Jung berusaha membawanya ke rumah sakit, tapi Po Gyo terlalu lemah.

"Aku sudah berakhir." kata Po Gyo. "Kau tidak akan bisa menyelamatkan aku kali ini."

"Jangan bicara. Aku akan menyelamatkan nyawamu!" seru Hwang Jung. "Aku akan menyelamatkan nyawamu!"

"Aku tidak punya kesempatan untuk bertarung dengan baik bersama pasukan pejuang." kata Po Gyo sedih. "Aku dipenuhi kesedihan karena harus mati dengan cara seperti ini. Tapi aku senang karena bisa membayar hutangku padamu."

"Apa yang kau katakan? Hutang apa?" tanya Hwang Jung cemas.

Po Gyo tertawa. "Itu ciri khasmu." katanya. "Hwang, temanku... Ambillah sesuatu di kantongku."

Hwang Jung mengambil sebuah kertas dari kantong Po Gyo.

"Berikan ini pada Pejabat Yoo." ujar Po Gyo, mulai kehabisan napas. Ia meraih tangan Hwang Jung. "Semua pasukan pejuang di negara ini sudah setuju untuk berjuang bersama. Di kertas ini tertulis semua nama pemimpin dari masing-masing pasukan pejuang. Kau harus menyerahkan kertas ini secara langsung pada Jenderal Huh Wi. Kau harus menyerahkannya langsung. Kau dengar?"

"Akan kulakukan." janji Hwang Jung.

Po Gyo bersandar di tanah. "Disini dingin." katanya. "Kapan musim semi akan tiba..."

Po Gyo meninggal dengan mata terbuka.

Hwang Jung menangis dan menutup mata Po Gyo.

Di Jejoongwon, Do Yang sedang melakukan penelitian mengenai virus rabies dan pembuatan vaksinnya. Do Yang akhirnya berhasil menemukan vaksin rabies.

Ketika Do Yang sedang berbincang mengenai rabies dengan Dr. Avison dan Naoko, Mong Chong tiba. Ia melapor bahwa seseorang dari RS Hansung datang.

"Naoko, tunggulah disini." kata Do Yang seraya berjalan keluar.

Di luar, Do Yang menemui Kim Don yang dikawal oleh beberapa prajurit.

"Untuk apa kau kemari?" tanyanya dingin.

"Aku datang untuk menjemput Nona Naoko." jawab Kim Don.

Do Yang tersenyum. "Naoko tidak akan ikut bersamamu, jadi kau boleh pergi." katanya.

"Biarkan aku menemuinya." kata Kim Don. "Aku akan meminta langsung padanya."

"Jika aku tidak mau?"

"Kau tidak akan membebaskan putri Menteri Luar Negeri yang kau culik, bukan begitu?" ancam Kim Don.

"Culik?" tanya Do Yang, tertawa. "Ini rumah sakit Amerika."

"Itulah intinya. Aku ingin tahu apa yang akan dikatakan Jenderal Ito Hibumi pada Rajamu mengenai penculikan Naoko?" ancam Kim Don.

Mendadak Naoko keluar. "Aku akan ikut dengamu." katanya.

"Naoko, aku tidak akan membiarkanmu pergi." ujar Do Yang.

"Aku tidak ingin menjadi penyebab masalah." kata Naoko. "Aku akan kembali."

"Saat kau meninggalkan Hansung, seharusnya kau meninggalkan semuanya." kata Kim Don dengan nada mengejek. "Tapi kenapa kau membawa gadis ini dan menyebabkan masalah?"

Do Yang hendak maju, tapi Naoko mendahului dengan menampar Kim Don.

"Kau pikir aku barang?" seru Naoko marah. "Minta maaf pada kami! Jika tidak, akan kukatakan pada ayahhku!"

"Aku minta maaf." kata Kim Don terpaksa.

Naoko memandang Do Yang sejenak, kemudian pergi.

Hwang Jung datang ke istana dan bertemu dengan seorang pejabat teman Tuan Yoo. Ia bertanya perihal Jenderal Huh Wi. Pejabat itu menjawab bahwa Jenderal Huh Wi jarang muncul dan membuat Pasukan Jepang kebingungan menangkapnya.

"Aku harus bicara dengan Yang Mulia." kata Hwang Jung. "Aku ingin memintanya membebaskan Pejabat Yoo."

Pejabat itu menarik napas panjang. "Sudah waktunya kau tahu segalanya." katanya. "Yang Mulia juga terlibat dalam pasukan pejuang."

"Apa?!" seru Raja, setelah mendengar kabar yang dibawa Hwang Jung mengenai penyerangan Jepang ke markas pasukan pejuang ibukota. "Pasukan pejuang lain tidak mengenal Hansung dengan baik. Kita akan kalah jika mereka datang kemari! Sekarang, bagaimana cara kita mengusir Jepang dari ibukota?"

"Jangan cemas, Yang Mulia." kata pejabat. "Aku yakin kita akan mendapat kabar bagus dari wakil kita di Konferensi Perdamaian Hague. Jika negara lain mengetahui bahwa Perjanjian Eulsa ditandatangani dengan paksaan Jepang, perjanjian tersebut bisa dibatalkan."

Raja berniat bicara dengan pihak Jepang mengenai pembebasan Tuan Yoo, tapi pejabat melarang. "Mereka akan tahu bahwa Andalah yang mengirim pembunuh untuk membunuh Tuan Yi Geun Taek." katanya. "Mereka juga akan tahu bahwa Andalah yang memimpin para pejuang."

Raja menarik napas panjang.

Prajurit Jepang menyiksa Tuan Yoo habis-habisan dan memaksanya mengaku bahwa Tuan Yoo-lah pemimpin pasukan pejuang.

"Aku hanyalah seorang penerjemah." kata Tuan Yoo, mengelak. "Bagaimana mungkin aku pemimpin pasukan? Apa Jepang selalu seperti itu? Kalian membuat cerita terlebih dahulu, kemudian berusaha membuat segala sesuatu berjalan seperti cerita yang kalian buat?"

"Mungkin kau butuh air lagi!" seru prajurit seraya memasukkan kepala Tuan Yoo ke dalam air.

Watanabe mendatangi Tuan Yoo dan menyuntikkan sesuatu padanya.

"Apakah ia akan bicara jika kau melakukan itu?" tanya prajurit.

"Dia tidak punya pilihan lain." kata Watanabe. "Ia akan merasakan sakit yang tidak terkira."

Pihak Jepang berencana untuk membuat Tuan Yoo bicara dengan menyetrumnya.

"Kita akhiri ini dengan cepat." kata prajurit Jepang pada Tuan Yoo. "Semakin lama yan mengaku, maka semakin besar penderitaan yang kau rasakan. Kau memimpin pasukan pejuang dengan perintah Raja, bukan?"

Tuan Yoo tidak membuka matanya, namun ia tertawa. "Aku pria bebas dan dewasa. Kenapa aku harus melakukan sesuatu dibawah perintah seseorang? Berhenti penyiksa orang tak bersalah dan lepaskan aku."

Watanabe menyetrum Tuan Yoo lagi.

"Tuan Yoo bukanlah orang yang harus kau curigai!" seru Allen, datang langsung ke kedutaan Jepang untuk membela Tuan Yoo. "Kau tidak bisa menangkap warga non Jepang tanpa bukti kejahatan! Kau melanggar hukum Internasional. Tuan Yoo memiliki banyak teman dari kedutaan. Jepang akan berada dalam tekanan jika tindakanmu tersebar!"

"Konsul Jenderal Allen, kenapa dua negara kita melakukan Perjanjian Katsura Taft?" tanya Duta Jepang. "Bukankah kita sudah setuju untuk tidak mencampuri urusan satu sama lain?"

Allen terlihat sangat marah.

"Jangan campuri urusan kami." kata Duta Jepang. "Lebih baik kau segera pergi sebelum kau diseret seperti anjing."

"Apa katamu?!" seru Allen marah.

Telepon berdering. Sepertinya orang ditelepon mengatakan pada Duta Jepang mengenai utusan rahasia yang dikirimkan raja ke Konferensi Perdamaian Hague.

"Apa kau tahu kalau Raja mengirimkan utusan rahasia ke Konferensi Perdamaian Hague?" tanya Duta Jepang pada Allen. "Ia ingin membatalkanPerjanjial Eulsa, tapi kelihatannya gagal."

Raja sangat putus asa. Ia dan Pejabat Herald akhirnya mengambil keputusan, yakni membuat Hwang Jung menjadi Ketua pasukan pejuang. Pejabat Herald memanggil Hwang Jung ke kediamannya.

"Kau bukan hanya mengambil alih, tapi kau juga harus membangkitkan kembali pasukan pejuang." kata pejabat.

"Aku hanyalah seorang dokter." kata Hwang Jung. "Aku sama sekali tidak mengetahui masalah perang dan tidak pantas menjadi ketua."

"Kau pikir Tuan Yoo tahu mengenai perang?" tanya pejabat. "Jenderal Huh Wi mulanya adalah seorang profesor di Akademi bangsawan dan seorang pelajar. Mereka dipilih karena sifat patriot yang mereka miliki."

"Tuan Herald, tempatku adalah di rumah sakit." tolak Hwang Jung. "Aku yakin ada kandidat yang lebih pantas."

"Sangat disesali." ujar pejabat kecewa. "Raja juga berpikir bahwa kau adalah kandidat terbaik. Kenapa kau tidak berpikir terlebih dahulu sebelum menolak?"

Watanabe membawa seorang dokter dari Jepang bernama Dr. Sato. Ia diangkat menjadi Kepala Dokter Bedah menggantikan Do Yang.

"Bisakah kami menyerahkan tanggung jawab padamu untuk melenyapkan Baek Do Yang?" tanya Watanabe. Disambut oleh anggukan kepala Duta Jepang.

"Aku sedang mengadakan penelitian mengenai pengaruh tekanan listrik dan obat pada penjahat." kata Watanabe. "Penelitian ini akan diadakan besok. Bagaimana jika kau datang bersama Suzuki?"

Sato kelihatan sangat senang. "Aku ingin sekali menggunakan Baek Do Yang sebagai bahan penelitian." katanya. "Bolehkah aku melakukan itu?"

Watanabe tertawa. "Kau dan aku akan jadi rekan yang hebat!"

Tanpa mereka ketahui, Naoko mendengar pembicaraan mereka.

Gagalnya utusan Korea di Konferensi Perdamaian membuat Do Yang, Hwang Jung dan Seok Ran sangat terpukul.

"Bagaimana dengan ayahku? Apa itu artinya ia tidak akan pernah keluar?" tanya Seok Ran, menangis. "Ia tidak melakukan sesuatu yang salah! Kenapa masalah demi masalah terus-menerus terjadi?

"Ada desas-desus yang mengatakan bahwa Yang Mulia akan ditahan." tambah Hwang Jung. "Masalah besar akan terus terjadi setelah pengiriman utusan ke Hague."

Hwang Jung menyentuh tangan Seok Ran untuk menenangkannya. Gimana perasaan Seok Ran kalau tahu Hwang Jung bakal jadi ketua pasukan pejuang?

Mendadak Naoko datang.

"Watanabe akan melakukan percobaan pada tahanan!" seru Naoko. "Pejabat Yoo mungkin salah satu dari mereka. Kau harus menghentikannya!"

Tanpa berkata apa-apa, Hwang Jung bergegas pergi.

Hwang Jung menemui Watanabe untuk meminta penjelasan.

"Dr. Hwang, kau pikir akan ada perkembangan tanpa percobaan pada manusia?" tanya Watanabe merendahkan.

"Aku yakin kedokteran akan berkembang tanpa menggunakan manusia sebagai kelinci percobaan!" seru Hwang Jung. "Bukankah sema tahanan di dalam penjara itu adalah orang Korea?"

"Aku mengerti sekarang. Kau datang untuk pejabat Yoo." Watanabe menolak untuk menjelaskan dan berniat pergi, tapi Hwang Jung menarik tangannya dengan kasar.

"Berhenti melakukan percobaan manusia!" perintah Hwang Jung. "Jika tidak, ini adalah terakhir kalinya aku memperingatkanmu dengan kata-kata!"

"Apa yang akan kau lakukan jika aku tidak mau?!" seru Watanabe. "Saat ini Kekaisaran Jepang sudah memiliki negara ini! Jangan campuri urusan kami!"

Keesokkan harinya, Watanabe, Sato dan Suzuki berangkat untuk melanjutkan percobaannya lagi. Mong Chong dan Gwak membuntuti mereka. Mong Chong dan Gwak mengenakan penutup wajah dan memukul mereka dari belakang hingga pingsan.

Watanabe, Sato dan Suzuki dibawa ke hutan dan diikat disana. Baju, sepatu dan semua perlengkapan mereka dirampas oleh Mong Cong dan Gwak.

Hwang Jung dan Seok Ran menyamar menjadi Sato dan Naoko sementara Do Yang tetap menjadi dirinya yang menjabat sebagai Kepala Dokter Bedah. Mereka pergi ke tempat tahanan dan menemui Tuan Yoo.

Do Yang menyogok para penjaga dengan uang agar meninggalkan mereka di ruangan Tuan Yoo disiksa.

"Ayah..." panggil Seok Ran pelan seraya menyentuh tangan ayahnya.

Tuan Yoo membuka matanya perlahan. "Bagaimana kau bisa masuk kemari?"

Seok Ran menangis. "Ayah, bertahanlah sebentar lagi. Kami akan mengeluarkanmu dari sini."

"Kurasa aku tidak bisa..."

"Ayah.. Bagaimana kau bisa berkata begitu?" tanya Seok Ran sedih. "Tuan Muda bisa menyelamatkanmu dulu."

Do Yang dan Hwang Jung berusaha menguatkan Tuan Yoo.

"Kau tidak boleh menyerah!' kata Hwang Jung. "Yang Mulia juga mencemaskanmu."

"Dr. Hwang, jika aku meninggalkan tempat ini, semua orang akan mati." kata Tuan Yoo. "Tapi jika aku mati... pasukan pejuang akan berkumpul kembali dan Yang Mulia akan selamat. Melihat kalian bertiga untuk terakhir kalinya sudah cukup bagiku."

Seok Ran menangis. Tapi keputusan Tuan Yoo sudah bulat. Demi negaranya, ia rela mengorbankan nyawanya.

Watanabe, Sato dan Suzuki kembali dengan keadaan kacau balau. Naoko masuk dan menertawakan mereka.

"Apakah tindakan hari ini adalah ulahmu dan Baek Do Yang?" tanya Duta Jepang pada Naoko. "Kartu identitas kalian berdua terdaftar di penjara hari ini."

"Ya." jawab Naoko jujur. "Mereka ingin mengunjungi tahanan. Apa ada yang salah?"

"Aku akan memaafkan kejadian hari ini karena memandang Menteri Luar Negeri." kata Duta Jepang. "Tapi, jangan sampai kejadian seperti ini terulang kembali."

"Ya, aku mengerti maksudmu." kata Naoko. "Tapi aku ragu jika ayahku mengizinkan tidakan tidak bermoral yang terjadi di penjara." Naoko berbalik hendak pergi. Ia terkejut melihat ayahnya sudah berdiri di depan pintu.

"Naoko, percobaan di dalam penjara adalah dengan perintahku." kata ayah Naoko.

"Naoko, kau akan kembali ke Jepang besok." kata Ayah Naoko.

"Ayah, apakah kau selalu kejam seperti ini?" tanya Naoko sedih.

"Aku adalah seorang Menteri dan pria yang mencintai negara ini!" kata Ayah Naoko.

"Apakah itu alasan untuk menyiksa negara ini?" tanya Naoko.

"Cukup!" seru Ayah Naoko. "Kau akan pergi besok. Kau harus mengakhiri hubunganmu dengan Dr. Baek. Jika tidak, maka aku harus melenyapkannya. Apa kau ingin aku melenyapkannya?"

Naoko diam.

Dengan sedih, Naoko mengucapkan selamat tinggal pada Kyu Hyun, Park So Sa dan Do Yang.

"Jika aku kembali, aku akan memasakkan sesuatu yang enak." janjinya pada mereka.

"Ya, aku akan menunggunya." kata Kyu Hyun.

Do Yang diam. Ia mengantar Naoko keluar, kemudian memeluknya. "Aku berjanji akan datang dan menjemputmu." katanya.

"Jangan." larang Naoko. "Aku akan kembali."

Naoko berjalan pergi, namun berbalik dan memeluk Do Yang lagi.

Do Yang lalu memakaikan dua buah cincin ke jari manis Naoko. Cincin ibunya.

Naoko menangis dan pergi. Do Yang menatap kepergian Naoko dengan sedih.

Tuan Yoo akan segera dihukum mati. Seok Ran pingsan.

Beberapa saat kemudian, Seok Ran sadar lagi dan menangis.

Seok Ran, Hwang Jung dan Nyonya Yoo mengunjungi Tuan Yoo di penjara.

"Jangan menangis." kata Tuan Yoo pada istrinya. "Kau harus mempersiapkan pernikahan Seok Ran. Bagi-bagi tanah kita dan serahkan pada semua pelayan kita, termasuk Chilbok. Biarkan mereka bebas."

"Jangan cemaskan hal itu." kata Nyonya Yoo, menangis.

"Kau telah banyak menderita karena aku."

"Aku tidak menderita." bantah Nyonya Yoo sedih. "Aku memiliki hidup yang menakjubkan sebagai istrimu. Tolong jangan mati."

"Jangan mati?" tanya Tuan Yoo. "Ya, lakukan itu. Jangan anggap aku mati. Tunggulah aku. Aku akan menemuimu dalam mimpi."

Nyonya Yoo menangis.

"Dr. Hwang, bisakah kau memanggilku ayah sekali ini?" pinta Tuan Yoo.

"Ayah.." panggil Hwang Jung pelan.

"Seok Ran, kini tempatmu adalah disisi Dr. Hwang." pesan Tuan Yoo pada putrinya. "Sebagai orang Korea dan sebagai seorang dokter, kau harus terus maju."

"Bagaimana denganku?" tangis Nyonya Yoo.

"Aku akan selalu ada di sampingmu." janji Tuan Yoo. "Aku tidak lagi sedih ataupun cemas mengenai kematian karena aku menitipkan mereka padamu, Dr. Hwang. Karena aku tahu kau bisa melakukan segalanya dengan baik. Kita harus berpisah dengan senyum dan kebahagiaan." Tuan Yoo tertawa.

Tuan Yoo tewas.

Jejoongwon mengadakan penyuntikan vaksin rabies pada semua warga. Chilbok ikut membantu karena kini ia telah menjadi perawat pria Jejoongwon.

Keadaan kesehatan Raja memburuk, ditambah lagi, ia telah kehilangan semangat dan tekadnya.

Seok Ran kini lebih sering membantu di RS wanita Bogu karena kesehatan Seung Yeon sedang buruk. Seung Yeon menyarankan pada Seok Ran agar membicarakan pernikahannya lagi dengan Hwang Jung.

Hwang Jung menjemput Seok Ran di RS Bogu. Seok Ran bersandar ke bahu Hwang Jung.

"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu." kata Seok Ran.

"Aku juga ingin mengatakan sesuatu padamu." ujar Hwang Jung hati-hati. "Tuan Herald memintaku untuk menambil alih pasukan pejuang selama beberapa waktu."

Seok Ran terkejut, mengangkat kepalanya untuk menatap Hwang Jung.

"Tapi aku menolak, karena aku seorang dokter." tambah Hwang Jung.

"Begitu.." ujar Seok Ran ragu.

"Tapi, agak sulit..."

"Sulit untuk menolak tawarannya lagi?" tanya Seok Ran.

"Ya, mereka mengalami banyak masalah. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan." kata Hwang Jung. "Ah, kau ingin mengatakan sesuatu?"

"Tidak, tidak ada apa-apa." Seok Ran berbohong. Ia tahu bahwa sebenarnya Hwang Jung ingin ikut bergabung dalam pasukan pejuang.

Malam itu, Chung Hwan dan Hwang Jung berbincang sambil menunggu jemputan angkong mereka.

"Kenapa kau ingin bertemu kami?" tanya Chung Hwan.

"Kami ingin kau mengobati seorang pasien darurat." kata penarik angkong.

"Siapa pasien itu?" tanya Hwang Jung.

"Kau akan segera tahu." kata penarik angkong. "Tapi aku harus menutup matamu."

Hwang Jung ragu sesaat, namun akhirnya setuju.

"Sampaikan pesanku pada Jenderal." kata Chung Hwan.

Rupanya penarik angkong itu membawa Hwang Jung ke tempat Jenderal Huh Wi.

"Jenderal ditembak oleh orang Jepang." kata penarik angkong.

"Aku akan mengobati lukamu." kata Hwang Jung. Ia membuka balutan perban di tangan Jenderal. "Pelurunya masih di dalam, tapi tidak mengenai tulang. Aku tidak membawa obat bius. Aku akan mengambilnya dulu."

"Tidak ada waktu untuk itu." kata Jenderal. "Kami harus bergerak lagi saat matahari terbit."

"Aku tidak bisa." tolak Hwang Jung. "Rasa sakitnya sangat luar biasa."

"Tidak akan ada yang lebih menyakitkan dibanding kehilangan negaraku." kata Jenderal. "Tolong lakukan sekarang."

Hwang Jung setuju. Ia mengeluarkan peralatan medisnya dan memulai operasi.

"Saat Tuan Yoo masih hidup, aku pernah mendengar beberapa kali tentangmu." kata Jenderal bercerita. "Aku ingin bertemu denganmu. Sangat beruntung aku bisa bertemu denganmu sekarang." Jenderal Huh Wi menahan rasa sakitnya.

Akhirnya Hwang Jung berhasil mengeluarkan peluru tersebut.

"Terima kasih." kata Jenderal.

"Tidak. Kau adalah pasien terbaik." kata Hwang Jung. "Jenderal, aku ingin memberikan sesuatu padamu." Ia merobek bagian dalam bajunya dan mengeluarkan kertas pemberian Po Gyo.

"Ini adalah pemimpin dari semua pasukan pejuang di utara Hansung." kata Jenderal. "Pesan ini tertulis agar kita menyerang semua pemerintah Jepang di Hansung. Aku berhutang besar padamu, Tuan Hwang."

Sebagai ucapan terima kasih, Jenderal Huh Wi menuliskan sebuah puisi untuk Hwang Jung.

"Seorang dokter yang tidak berguna akan menyembuhkan penyakit.

Seorang dokter berkemampuan biasa akan menyembuhkan orang.

Tapi dokter yang hebat akan menyembuhkan sebuah negara."

"Terima kasih." kata Jenderal Huh Wi. "Kita harus bertemu lagi suatu saat nanti."

Hwang Jung kembali ke kantornya dan mengulang kembali puisi Jenderal Huh Wi. Mendadak sebuah tekad yang terpendam dalam hati Hwang Jung, muncul ke permukaan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar