Seok Ran terus menunggu Hwang Jung yang tak kunjung datang.
Di tempat lain, Hwang Jung disekap oleh Watanabe.
"Saat hari terang, tolong lakukan operasi padaku." pinta Watanabe. "Aku sudah berpuasa, jadi aku sudah siap dioperasi."
"Kapan aku setuju melakukan itu?" tanya Hwang Jung dingin.
"Kaulah satu-satunya orang yang bisa melakukannya." kata Watanabe bersikeras.
"Kalau begitu, mintalah Dr. Baek yang melakukannya. Kau tahu dimana dia berada." ujar Hwang Jung.
"Aku mengirim Dr. Baek berlibur agar kau bisa mengoperasiku." mata Watanabe.
"Kenapa harus aku?" tanya Hwang Jung. "Dr.Baek lebih berpengalaman dan lebih pandai dalam operasi paru-paru."
"Benar." kata Watanabe. "Tapi dari segi pandangan pasien, pilihanku sudah pasti kau. Kau lebih hati-hati dan teliti dalam operasi. Dan kemampuanmu dalam berpikir di saat situasi darurat adalah salah satu kehebatanmu."
"Apa kau lupa? Kau adalah orang yang membiarkan ibuku mati. Terlebih lagi, kau orang Jepang yang dengan kejam membunuh Ratu."
"Bukankah kematian ibumu yang membuatmu menjadi seorang dokter hari ini?" tanya Watanabe.
"Kalau begitu, jika aku melakukan operasi padamu, itu akan menjadi peluang yang sangat bagus untuk balas dendam." kata Hwang Jung dingin.
Kim Don mengancam Hwang Jung, tapi Watanabe melarangnya. "Aku yakin kau tidak akan melakukan itu." kata Wanatabe.
"Tidak. Aku mungkin akan memotong pembuluh darahmu." kata Hwang Jung. "Tidak, aku pasti akan melakukannya."
"Kalau begitu, bukankah seharusnya kau sudah membunuh orang yang membunuh ayahmu?"
"Aku ingin melakukannya, tapi Dr. Yoo dan Dr. Baek melarangku." jawab Hwang Jung.
Watanabe sedikit ragu. "Kau menghargai hidup dan mati pasirn lebih dari keinginanmu sendiri untuk balas dendam." katanya, terbatuk-batuk. "Keyakinanku padamu menjadi lebih besar lagi." Ia memerintahkan Kim Don untuk menyiapkan keperluan operasi.
"Kukatakan sekali lagi padamu, aku tidak akan melakukan operasi ini!" seru Hwang Jung, mencoba melepaskan diri. Kim Don menahannya.
"Aku tidak ingin menunjukkan ini padamu tapi..." Watanabe mengeluarkan selembar kertas. "Pukul 7 am, pergi ke Jejoongwon sendirian. SENDIRIAN. 11 am, pergi ke Kantor Kesehatan Istana sendirian. 1 pm meninggalkan istana dan pergi ke Rumah Sakit Bogu sendirian." Jadwal kegiatan Seok Ran. "Bagaimana bisa seorang wanita pergi kemana-mana sendirian?"
"Benar. Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya?" tambah KimDon, mengancam.
"Jika kau menyentuh sehelai rambut Dr. Yoo Seok Ran, aku tidak akan melepaskanmu." ancam Hwang Jung.
"Siapkan keperluan operasi." perintah Watanabe pada Kim Don.
Do Yang tiba ke rumahnya dalam keadaan sedih dan lelah.
Seok Ran khawatir karena sampai pagi Hwang Jung tidak juga kembali ke Jejoongwon.
"Sesuatu pasti terjadi padanya!" seru Jang Geun cemas.
"Tidak, Dr. Go!" seru Chung Hwan. "Ia pasti mendadak harus pergi mengunjungi pasien."
"Jangan terlalu cemas." ujar Gwak, "Aku akan menunggu diluar dan membawanya kemari."
"Kalau begitu, aku akan pergi ke restoran." ujar Seok Ran. "Aku ingin mencari tahu siapa yang ia temui dan apa yang terjadi."
Hwang Jung diseret ke ruang operasi.
"Kuharap kau melakukan yang terbaik, Dr. Hwang." ujar Suzuki.
"Aku aku akan mendampingimu, Dr. Hwang." kata Kim Don. "Kami harap kau mengingat sumpah dokter sebelum melakukan operasi."
"Aku akan melakukan operasi, tapi izinkan aku memberi kabar ke Jejoongwon." ujar Hwang Jung. "Mereka pasti sedang mencariku saat ini."
"Kami tidak bisa mengizinkan itu." ujar Kim Don. "Begitu operasi ini selesai, kami akan memberi kabar pada Jejoongwon, jangan khawatir."
Naoko datang ke rumah Do Yang untuk mencarinya. Begitu melihat Do Yang keluar, ia langsung memeluknya.
"Aku salah." ujar Naoko, menangis. Ia berlutut di hadapan Do Yang. "Aku mohon padamu. Tolong maafkan aku."
Do Yang hanya diam saja dan beranjak pergi. Tapi kemudian Naoko batuk-batuk.
"
"Aku tidak tahu, tapi sekarang sudah tidak apa-apa." jawab Naoko.
"Naoko, jangan seperti ini." kata Do Yang. "Kepercayaan adalah hal yang terpenting dalam cinta. Jika kepercayaan sudah rusak, maka demikian juga cinta."
"Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku berjanji." kata Naoko membujuk.
Tiba-tiba Do Yang melihat Seok Ran datang. Naoko kesal.
"Tadi malam, Dr. Hwang datang kemari untu bertemu seseorang, tapi sampai sekarang belum kembali." kata Seok Ran cemas.
"Benarkah?" tanya Do Yang. Ia memanggil Je Wook untuk bertanya.
"Je Wook, kemari Dr. Hwang kemari." ujar Seok Ran.
"Ya, ia bertemu dengan Watanabe." jawab Je Wook.
"Untuk apa mereka bertemu?" tanya Do Yang.
"Aku tidak tahu." jawab Je Wook. "Tapi Watanabe pasti sakit. Ia duduk di kursi roda dan terlihat sangat pucat! Mereka bicara sebentar, kemudian Hwang Jung pergi terburu-buru. Watanabe duduk diam selama satu jam, kemudian bajingan Kim Don datang dan menjemputnya."
"Aku harus menemui Direktur Watanabe." kata Seok Ran.
Do Yang ikut dengannya dan menyuruh Naoko menunggu. Naoko terlihat sangat kesal.
Do Yang dan Seok Ran mencari Watanabe kemana-mana, tapi tidak juga berhasil menemukannya. Mereka juga tidak menemukan Kim Don dan Suzuki.
"Ruang operasi!" seru Do Yang, tapi hasilnya juga nihil. Ruang operasi kosong melompong.
Ketika Do Yang hendak keluar, ia sadar ada yang hilang. Peralatan operasi hilang.
Disisi lain, Hwang Jung mulai melakukan operasi.
"Mengeluarkan satu bagian saja tidak cukup." kata Hwang Jung. "Kita harus mengeluarkan semua paru-paru."
"Lihat Sinar X!" seru Suzuki.
"Sinar X tidak memperlihatkan keseluruhan hasil." ujar Hwang Jung. "Lihat saja sendiri, kankernya sudah menyebar ke seluruh paru-paru."
"Ia pasti kecewa setelah bangun." gumam Kim Don.
"Kalau begitu, lakukanlah." ujar Suzuki.
Seok Ran memutuskan untuk kembali ke Jejoongwon sementara Do Yang terus mencari. Naoko datang dan mengatakan padanya, mungkin saja Watanabe ada di Laboratorium di ruang bawah tanah. Do Yangbergegas menuju kesana.
"Kau tidak boleh masuk." ujar penjaga.
"Aku adalah Ketua Dokter Bedah!" seru Do Yang. Mereka terpaksa mengizinkannya masuk.
Di dalam, Do Yang melihat Hwang Jung dan yang lainnya sedang melakukan operasi.
"Tiba-tiba kondisinya kritis." kata Kim Don.
"Kami tidak punya pilihan lain selain memanggil Dr. Hwang." tambah Suzuki.
"Kau setuju untuk melakukan operasi. Benar bukan, Dr. Hwang?" tanya Kim Don.
Hwang Jung terdiam.
Do Yang menggangguk. "Benarkah? Kupikir ia sengaja membuatku pergi berlibur agar bisa melakukan operasi ini."
"Tidak, itu kesalahpahaman." ujar Suzuki.
"Dan bagaimana kau tahu itu, Suzuki?" tanya Do Yang tajam. Ia meminta Hwang Jung melanjutkan sementara ia melihat.
Setelah selesai, Kim Don memerintahkan pengawal untuk membawa Hwang Jung pergi.
"Tunggu!" larang Do Yang. Ia berpaling pada Kim Don dan Suzuki. "Kalian boleh pergi sekarang."
Kim Don terkejut.
"Kau harus memonitor perkembangannya terlebih dahulu." kata Do Yang pada Hwang Jung. "Paru-parunya sangat lemah dan kini ia hanya punya satu. Jika ia terkena pneumothorax, ia mungkin akan mati."
"Dia pernah terkena pneumothorax." ujar Suzuki.
"Jika ia terkena lagi, maka paru-parunya akan colaps dan ia akan mati karena tidak bisa bernapas." kata Hwang Jung. "Tapi Dr. Baek bisa.."
"Tidak." ujar Do Yang. "Kurasa lebih baik jiika kau tetap disini sampai Direktur sadar. Itulah tugas Dokter Bedah yang mengoperasi. Selain itu, kau harus menjelaskan rincian operasi padaku."
Do Yang membawa Watanabe ke kamar, bersama dengan Hwang Hung. Ia kemudian mengunci pintu dan menyuruh Hwang Jung pergi.
"Dr. Hwang, kau harus melarikan diri." perintah Do Yang. "Terlalu panjang untuk menjelaskan. Cepatlah!"
Hwang Jung hanya berdiri diam.
"
"Aku tidak tahu apa yang baru saja aku lakukan." kata Hwang Jung.
"Apa kau diculik?" tanya Do Yang.
"Ya." jawab Hwang Jung. "Mereka bilang, jika aku tidak melakukan operasi, mereka akan menyakiti Dr. Yoo."
"Apa?!" seru Do Yang. "Perasaanku mengatakan bahwa mereka tidak akan membiarkan kau hidup. Watanabe lebih kejam dari yang kupikirkan. Dia tidak akan membiarkan seorang pun tahu bahwa ia dioperasi oleh Dokter
"Aku tidak memikirkan hal lain selain Dr. Yoo yang mungkin terluka." kata Hwang Jung.
"Kau harus segera pergi!" seru Do Yang. "Kau bisa jendela untuk melarikan diri."
"Jika aku pergi, kau akan ada dalam bahaya!" ujar Hwang Jung. "Ikutlah denganku!"
"Jika aku melakukan itu, maka kita berdua yang akan dalam bahaya." kata Do Yang. Do Yang menggenggamkan tangan Hwang Jung erat. "Lakukan apa yang kuminta. Pukullah aku, lalu semua akan baik-baik saja. Semakin keras kau memukulku, aku akan semakin aman."
Kim Don berusaha membuka pintu kamar, namun terkunci.
"Cepatlah!" seru Do Yang.
"Tuan Baek, berhati-hatilah." ujar Hwang Jung.
"Aku akan baik-baik saja." ujar Do Yang menenangkan.
"Maafkan aku!" Hwang Jung memukul Do Yang hingga menabrak meja.
Hwang Jung keluar lewat jendela.
"Tuan Baek!" seru Kim Don, melihat Do Yang terluka.
Suzuki masuk. "Apa apa?" tanyanya.
"Dr. Hwang memukul Dr. Baek dan melarikan diri!" seru Kim Don.
Watanabe sadar dan mengeluarkan suara aneh.
"Dia terkena pneumothorax!" seru Suzuki cemas. "Apa yang harus kita lakukan?"
"Dr. Baek, apa yang harus kita lakukan?" tanya Kim Don.
"Bawakan aku jarum suntik panjang yang biasa digunakan untuk pasien pleuritis." perintah Do Yang.
Hwang Jung kembali ke Jejoongwon. Seseorang mengikutinya.
"Aku menemui pasien rabies." kata Hwang Jung berbohong.
Semua orang percaya. Seok Ran menatap Hwang Jung dalam-dalam.
Hwang Jung memakan kue yang dibuat oleh Seok Ran dan yang lainnya.
"Hmm, enak sekali." katanya. "Rasa manisnya sangat enak."
"Aku takut rasanya jadi asam." ujar Seok Ran. Ia terdiam sesaat, kemudian berkata, "Paling tidak katakan yang sebenarnya padaku."
"Apa maksudmu?" tanya Hwang Jung.
"Aku tahu kau berbohong pada semua orang agar mereka tidak cemas." ujar Seok Ran. "Aku bisa melihat dari wajahmu."
Hwang Jung tetap bersikeras bahwa ia menemui pasien rabies. Seok Ran ngambek.
Hwang Jung menyuapi dan menggoda Seok Ran sampai Seok Ran tidak ngambek lagi.
Watanabe tersadar. Do Yang mengancam Watanabe. Jika Watanabe berani mencelakai Dr. Hwang atau orang-orang Jejoongwon, maka Jepang akan tahu apa yang terjadi hari ini.
Hwang Jung mengantar Seok Ran pulang. Ia berbincang sebentar dengan keluarga Yoo mengenai peperangan antara Jepang dan Rusia yang makin meruncing.
"Apakah kau bisa mengirim dua orang kuat untuk mengantar Dr. Yoo pergi dan pulang bekerja?" tanya Hwang Jung pada Tuan Yoo.
Tuan dan Nyonya Yoo setuju.
Setelah itu, Tuan Yoo ingin bicara berdua dengan Hwang Jung.
Ketika aku berkunjung ke istana hari ini, aku bertemu dengan Konsul Jenderal Allen." kata Tuan Yoo."Dia berkata bahwa Presiden Roosevelt memerintahkannya. Perdana Menteri Jepang, Katsura, dan Sekretarus Amerika Taft datang untuk melakukan perundingan rahasia. Perundingan agar Amerika mengambil alih Filipina dan Jepang mengambil alih
"Bagaimana bisa mereka memperlakukan
"Kelihatannya Konsul Jenderal Allen tidak bisa berbuat apa-apa." kata Tuan Yoo. "Sepertinya kita akan menjadi protektorat Jepang."
"Apa maksudmu?" tanya Hwang Jung terkejut.
"Ini hanya soal waktu. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menghentikan ini. Itulah alasan kenapa aku ingin menghabiskan sisa hidupku berjuang demi kemerdekaan
Tanpa sengaja, Seok Ran bertemu dengan Do Yang dan berbincang di restoran. Mereka membicarakan mengenai buku yang dibaca Seok Ran. Mendadak seorang pria asing mendekati mereka dan ingin melihat buku tersebut.
"Kelihatannya kau adalah penggemar berat Mark Twain." kata Seok Ran pada pria asing itu, dalam bahasa Inggris. Mark Twain adalah pengarang buku yang sedang dibaca Seok Ran.
"Penggemar?" tanya pria asing itu. "Ya, bisa dibilang begitu. Sebenarnya.. aku Mark Twain."
"Kau Mark Twain?" tanya Do Yang. Ia dan Seok Ran bangkit dari duduk mereka. "Maksudku, apa yang dilakukan Mark Twain di Joseon?"
"Aku disini sebagai jurnalis untuk perang Russo-Jepang." jawab Mark Twain. "Aku punya kartu nama. Aku akan memberi kalian satu. Itu adalah nama asliku, Samuel L. Clemens."
"Itu benar." seru Seok Ran. "Nama aslinya Samuel Langhorne Clemens!"
Do Yang terkejut dan langsung berjabat tangan. "Sebuah kehormatan bertemu denganmu. Aku penggemar buku-bukumu."
Setelah itu, Mark Twain kembali ke mejanya.
Mendadak, Naoko datang dan menyiram Seok Ran dengan air. Ia marah-marah kemudian berjalan pergi.
Sikap orang-orang Jepang pada orang
Mong Chong adalah salah satu orang yang menjadi korban. Ia bekerja di pertambangan emas, tapitidak dibayar, malah dipukuli oleh orang-orang Jepang. Ia kemudian datang ke Jejoongwon untuk mengobati badannya yang terluka.
Hwang Jung sangat mencemaskan Seok Ran dan keluar untuk mencarinya.
"Kenapa kau terlambat?" tanya Hwang Jung marah pada Seok Ran. "Kemana kau pergi?"
Agar Seok Ran lebih berhati-hati, Hwang Jung terpaksa menceritakan mengenai operasi yang dilakukannya pada Watanabe.
Tiba-tiba terjadi keributan di Jejoongwon. Beberapa orang Jepang datang dan membuka baju mereka. Mereka ingin membawa Mong Chong kembali ke pertambangan emas.
"Aku sudah keluar!" seru Mong Chong.
Orang-orang Jepang itu menuduh Mong Chong menelan emas mereka.
"Jika kalian tidak mau menyerahkannya, kami akan membuka semua baju kami dan tinggal disini!" seru salah satu dari mereka.
"Kalian orang-orang jahat, cepat pergi." kata Seok Ran.
Orang Jepang itu melihat Seok Ran tajam. Seok Ran, Nang Rang dan Miryung ketakutan, kemudian berjalan pergi. Rupanya mereka mengambil air untuk menyiram orang-orang itu.
"Aku membawa air panas disini!" seru Seok Ran. Orang-orang Jepang itu lari ketakutan.
Rupanya Mong Chong memang benar telah menelan emas. Ia menyimpan 'kotorannya' untuk mencari emas itu. Huek.
Disisi lain, Jang Geun, Chung Hwan, Seok Ran dan Hwang Jung makan bersama di restoran untuk membicarakan persiapan peletakkan batu pertama di Jejoongwon mereka yang baru. Seok Ran menyanyikan melodi yang cocok untuk merayakan hari itu, tapi Chung Hwan ingin aransement ulang dari melodi tersebut. Tapi sayang tidak ada yang bisa.
Hujan turun cukup deras. Hwang Jung dan Seok Ran pulang bersama.
Hwang Jung menoleh kesana-kemari, takut ada orang yang mengikuti.
"Tidak ada yang mengikuti kita." kata Seok Ran. "Aku sudah memeriksa."
Hwang Jung menoleh lagi. "Tidak ada seorang pun disini." katanya. Tiba-tiba ia mencium pipi Seok Ran.
Seok Ran terkejut dan balas mencium pipi Hwang Jung. Hwang Jung membalasnya lagi dengan mencium kening Seok Ran.
Muncul petir yang menyambar.
"Wah, jantung berdebar." gumam Hwang Jung. Seseorang melewati mereka dengan menggunakan payung. Orang itu menoleh. Jung
Do Yang marah besar pada Naoko dan tidak mau bicara dengannya. Naoko terus menunggu Do Yang di luar gerbang pagar dibawah hujan deras. Tapi Do Yang tidak juga keluar. Naoko batuk-batuk.
Keesokkan harinya, Naoko masih menunggu di luar. Kyu Hyun membangunkan Do Yang.
Naoko sangat pucat dan sulit bernapas. Do Yang bergegas menggendong dan membawa Naoko masuk ke dalam rumah.
"Ia terkena sesak napas epiglottis akut." ujar Do Yang. Epiglottis adalah masalah dengan katup pernapasan/tenggorokan (kalau ga salah ya!).
Park So Sa membantu Do Yang, yang berusaha menyembuhkan Naoko.
Do Yang kemudian membawa Naoko ke Hansung.
Horace Allen datang dalam acara peletakkan batu pertama Jejoongwon. Ia membuka dengan berpidato, setelah itu, mereka bernyanyi. Do Yang juga datang. Ia tersenyum pada Hwang Jung kemudian bersalaman dengan Allen.
"Heron mengirim
"Saat membuat vaksin cacar." jawab Seok Ran. Hwang Jung dan Do Yang setuju.
Allen tersenyum. Ia mengeluarkan sebuah kotak kayu dan menyerahkannya pada Do Yang.
Do Yang membuka kotak itu, yang berisi peralatan operasi.
"Heron memintaku menyerahkan itu padamu." kata Allen. "Tapi aku belum sempat memberikannya karena kau pergi setelah kematian Heron."
Do Yang menatap scalpel.
"Heron sangat menghargaimu. Mungkin karena itulah ia meminta Dr. Hwang menjagamu." kata Allen. "Ia ingin Dr. Hwang membantumu."
"Dr. Heron tidak pernah bilang begitu." ujar Hwang Jung.
"Ia bilang begitu." kata Do Yang, menangis. "Sebelum meninggal, itulah yang ia katakan. Di saat-saat terakhirnya, yang ia ingat adalah Dr. Hwang. Ia juga berkata bahwa kedokteran
"Dr. Baek..."
"Aku tidak dewasa." kata Do Yang. "Kupikir ia lebih memilih Dr. Hwang dibanding aku."
"Tidak. Maksudnya adalah agar kita menjaga Jejoongwon bersama." kata Hwang Jung. "Dr. Baek, kembalilah ke Jejoongwon."
"Ya." jawab Do Yang.
Di tempat lain, Perjanjian Eulsa telah disepakati. Semua bertepuk tangan, kecuali Raja. Ia menggebrak meja. "Bagaimana perjanjian ini disepakati jika aku tidak memberi cap atau menandatanganinya?!"
"Yang Mulia, jangan khawatir, kami sudah memberi cap dan menandatangainya atas namamu." kata seorang pejabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar