Sinopsis Boku no Hatsukoi Kimi ni Sasagu
(I Give My First Love to You)
Prolog
"Kisah cintaku punya batasan waktu." ujar Takuma. "Waktuku itu lebih pendek dibandingkan dengan orang lain. Jadi, aku tidak punya waktu untuk berlama-lama. Seperti kembang api di musim panas, yang bersinar hanya dalam sekejap waktu. Aku sudah tahu hal itu sejak berumur 8 tahun."
Takuma kecil di rawat di rumah sakit.
"Luar biasa." ujar Mayu kecil pelan. "Jantung Takuma berdetak dengan cepat."
"Dokter, aku tidak tahu penyakit apa yang kuderita." ujar Takuma kecil.
"Apa yang kau rasakan?" tanya Mayu, berpura-pura menjadi dokter.
"Aku merasa tidak nyaman dan dadaku sakit." jawab Takuma.
"Aku harus mengobatimu." kata Mayu. "Buka celanamu."
"Apa?"
"Kau tidak perlu malu." ujar Mayu. "Aku dokter jadi kau tidak perlu malu."
Karena Takuma menolak, Mayu memaksa Takuma. Mereka berhenti berebut ketika kembang api meledak di atas langit.
"Itu kembang api!" seru Takuma.
Takuma dan Mayu pergi ke atap rumah sakit.
"Cantik sekali!" seru Mayu, melompat-lompat girang.
"Mayu, aku akan memanggil ayah dan ibu." kata Takuma seraya berlari pergi. Ia menuruni tangga ke bawah.
Dibawah, Takuma melihat ayah dan ibunya sedang bicara di sebuah ruangan bersama dokter. Dokter tersebut bernama Taneda Takahito, ayah dari Taneda Mayu.
Takuma membuka pintu hendak memanggil orang tuanya.
"Apa tidak ada kesempatan bagi Takuma untuk sembuh?" tanya Ayah Takume.
"Tentu saja kita tidak boleh menyerah." ujar Dokter. "Tapi tolong mengerti bahwa dengan teknologi saat ini, hal tersebut masih sulit. Walaupun perawatan memang masih sulit, tapi dengan makanan dan latihan fisik..."
"Jadi nyawanya bisa diperpanjang dengan cara itu?" tanya Ayah Takuma penuh harap.
Dokter diam.
"Jika kami mengatur makanan dan latihan fisiknya, berapa tahun yang ia miliki?" tanya Ayah Takuma lagi.
"Jangan tanyakan!" seru Ibu Takuma takut.
"Tidak." bantah Ayah Takuma. "Lebih baik kita tanyakan sekarang."
Dokter kelihatan ragu. "Jantung Takume tidak akan mengalami perubahan besar saat ia tumbuh. Tapi jika ia terus seperti ini, mungkin ia akan bertahan hidup sampai umur 20 tahun."
Ayah dan Ibu Takuma sangat terpukul mendengar semua itu.
Takuma berdiri diam di depan pintu. Ia menoleh dan melihat Mayu berdiri tidak jauh darinya. Mayu menangis.
"Kisah cintaku punya batasan waktu." ujar Takuma. "Tidak, biar kuperbaiki. Kisak cinta KAMI punya batasan waktu."
Para perawat mengikat seluruh tubuh Takuma agar ia tidak bisa bergerak.
"Ini mungkin kejam." kata Dokter. "Tapi jik aia bergerak dengan bebas, ada kemungkinan ia akan terluka."
"Kami mengerti." ujar Ayah Takuma.
Takuma berteriak dan menolak diperlakukan seperti itu, tapi Ibu Takuma menenangkannya. Orang tua Takuma sangat sedih, namun tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan untuk memperpanjang nyawa putranya kecuali dengan cara tersebut.
Takuma mengatakan pada ibunya bahwa ia ingin pipis. Tapi ibunya menyuruh Takuma pipis di pampers.
Mayu menemui ayahnya dengan wajah cemberut, kesal karena ayahnya mengikat Takuma di ranjang.
"Aku sudah selesai pipis." kata Takuma. "Ibu bisa menggantinya sekarang.
"Bagus." ujar ibunya, tersenyum.
"Maafkan aku." ujar Takuma dengan mata berkaca-kaca, memalingkan wajahnya agar orang tuanya tidak bisa melihat ia menangis.
Ibu Takuma mengambil pengganti pampers. Tapi mendengar ucapan maaf Takuma, ibunya tidak bisa menahan air matanya.
"Biar aku yang melakukannya." kata Ayah Takuma cemas. Takut Takuma melihat tangisan ibunya. "Kau tunggulah diluar."
Ibu Takuma mengangguk dan keluar.
"Maafkan ayah, Takuma." ujar Ayah sedih. "Jika bisa, ayah ingin mengganti tempatmu dengan ayah. Tapi ayah tidak bisa melakukan apapun untuk membantu. Maafkan ayah."
Di luar, ibu Takuma menangis.
"Itsuka." panggil Dokter, menunjuk ke bagian belakang rok perawat. "Apakah itu olok-olok dari Mayu lagi?"
Perawat Itsuka melihat ke bagian belakang roknya. Rok itu sudah kotor. "Ah, dimana tadi aku duduk?" keluhnya. Ia berjalan mendekati dokter. "Apakah itu Takuma..."
"Ya." jawab Dokter sedih. "Jika aku tidak bisa membantunya, aku bukan lagi seorang dokter. Aku juga cemas pada putriku. Kita tidak bisa melakukan apa-apa saat ibunya meninggal dan kini temannya. Mungkin lebih baik aku tidak membawanya ke rumah sakit, bukan?"
"Mereka berdua bukan hanya sekedar teman." kata Perawat.
Dokter Taneda tertawa pahit. "Cinta pertama?"
Ketika Mayu sedang bermain di pinggur hutan, Takuma mendekatinya.
"Mayu, apa yang kau lakukan?" tanya Takuma.
"Aku ingin menemukan semanggi berdaun 4." jawab Mayu. "Dengan begitu, permohonan apapun yang kuminta akan terkabul."
"Aku tidak pernah mendengar itu." ujar Takuma.
"Aku pernah."
Takuma ikut membantu Mayu mencari semangggi. "Jika kau bisa menemukan semanggi berdaun 4, permohonan seperti apa yang akan kau minta?"
"Tidak ada yang istimewa." jawab Mayu,
"Kalau tidak ada yang istimewa, kenapa kau mencarinya?" tanya Takuma polos.
"Kau sangat menyebalkan." kata Mayu. "Aku hanya bosan karena tidak bisa bermain denganmu. Apa kau sudah berhenti memakai pampers?"
Takuma cemberut. "Jika kita bisa menemukan semanggi berdaun 4, bisakah aku membuat permintaan? Jika aku besar, aku ingin menjadi astronot. Jika itu terjadi, ayo kita menikah. Itu impianku. Aku ingin menjadi astronot dan menikah denganmu."
Mayu hanya diam, menatap Takuma.
Takuma menunduk. "Ah, aku menemukannya." katanya, menunjuk daun semanggi itu.
Mayu mendorong Takuma hingga jatuh dan berteriak pada daun semanggi. "Semanggi berdaun 4, tolong bantu Takuma!" serunya. "Jangan biarkan Takuma mati! Biarkan kami bersama selamanya! Tolong sembuhkan penyakitnya! Kumohon padamu! Kumohon padamu! Kumohon padamu!"
Mayu menangis keras.
"Mayu!" panggil Takuma. Ia mendekati Mayu dan mencium bibirnya.
"Saat itu, aku tidak tahu apa artinya kematian." ujar Takuma dewasa. "Karena itulah, aku membuat janji yang tidak bisa kupenuhi. Itu janji yang sangat buruk."
Mayu kecil memotong tirai jendelanya dan membuat gaun pengantin. "Takuma ingin menikah denganku." katanya senang pada ayahnya.
Di lain sisi, saat Takuma sedang duduk seorang diri di taman, sebuah bola menggelinding di kakinya.
"Bisakah kau melempar bola itu?" tanya seorang anak kecil.
Takuma menatap bola itu dengan senang dan ikut bermain. Itulah yang mengakibatkan kondisi Takuma menjadi kritis. Takuma tidak boleh melakukan olahraga berat.
"Aku membuat janji yang tidak bisa kupenuhi." ujar Takuma dewasa. "Ayo kita menikah saat kita sudah dewasa."
Takuma kecil di rawat di rumah sakit.
"Luar biasa." ujar Mayu kecil pelan. "Jantung Takuma berdetak dengan cepat."
"Dokter, aku tidak tahu penyakit apa yang kuderita." ujar Takuma kecil.
"Apa yang kau rasakan?" tanya Mayu, berpura-pura menjadi dokter.
"Aku merasa tidak nyaman dan dadaku sakit." jawab Takuma.
"Aku harus mengobatimu." kata Mayu. "Buka celanamu."
"Apa?"
"Kau tidak perlu malu." ujar Mayu. "Aku dokter jadi kau tidak perlu malu."
Karena Takuma menolak, Mayu memaksa Takuma. Mereka berhenti berebut ketika kembang api meledak di atas langit.
"Itu kembang api!" seru Takuma.
Takuma dan Mayu pergi ke atap rumah sakit.
"Cantik sekali!" seru Mayu, melompat-lompat girang.
"Mayu, aku akan memanggil ayah dan ibu." kata Takuma seraya berlari pergi. Ia menuruni tangga ke bawah.
Dibawah, Takuma melihat ayah dan ibunya sedang bicara di sebuah ruangan bersama dokter. Dokter tersebut bernama Taneda Takahito, ayah dari Taneda Mayu.
Takuma membuka pintu hendak memanggil orang tuanya.
"Apa tidak ada kesempatan bagi Takuma untuk sembuh?" tanya Ayah Takume.
"Tentu saja kita tidak boleh menyerah." ujar Dokter. "Tapi tolong mengerti bahwa dengan teknologi saat ini, hal tersebut masih sulit. Walaupun perawatan memang masih sulit, tapi dengan makanan dan latihan fisik..."
"Jadi nyawanya bisa diperpanjang dengan cara itu?" tanya Ayah Takuma penuh harap.
Dokter diam.
"Jika kami mengatur makanan dan latihan fisiknya, berapa tahun yang ia miliki?" tanya Ayah Takuma lagi.
"Jangan tanyakan!" seru Ibu Takuma takut.
"Tidak." bantah Ayah Takuma. "Lebih baik kita tanyakan sekarang."
Dokter kelihatan ragu. "Jantung Takume tidak akan mengalami perubahan besar saat ia tumbuh. Tapi jika ia terus seperti ini, mungkin ia akan bertahan hidup sampai umur 20 tahun."
Ayah dan Ibu Takuma sangat terpukul mendengar semua itu.
Takuma berdiri diam di depan pintu. Ia menoleh dan melihat Mayu berdiri tidak jauh darinya. Mayu menangis.
"Kisah cintaku punya batasan waktu." ujar Takuma. "Tidak, biar kuperbaiki. Kisak cinta KAMI punya batasan waktu."
Para perawat mengikat seluruh tubuh Takuma agar ia tidak bisa bergerak.
"Ini mungkin kejam." kata Dokter. "Tapi jik aia bergerak dengan bebas, ada kemungkinan ia akan terluka."
"Kami mengerti." ujar Ayah Takuma.
Takuma berteriak dan menolak diperlakukan seperti itu, tapi Ibu Takuma menenangkannya. Orang tua Takuma sangat sedih, namun tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan untuk memperpanjang nyawa putranya kecuali dengan cara tersebut.
Takuma mengatakan pada ibunya bahwa ia ingin pipis. Tapi ibunya menyuruh Takuma pipis di pampers.
Mayu menemui ayahnya dengan wajah cemberut, kesal karena ayahnya mengikat Takuma di ranjang.
"Aku sudah selesai pipis." kata Takuma. "Ibu bisa menggantinya sekarang.
"Bagus." ujar ibunya, tersenyum.
"Maafkan aku." ujar Takuma dengan mata berkaca-kaca, memalingkan wajahnya agar orang tuanya tidak bisa melihat ia menangis.
Ibu Takuma mengambil pengganti pampers. Tapi mendengar ucapan maaf Takuma, ibunya tidak bisa menahan air matanya.
"Biar aku yang melakukannya." kata Ayah Takuma cemas. Takut Takuma melihat tangisan ibunya. "Kau tunggulah diluar."
Ibu Takuma mengangguk dan keluar.
"Maafkan ayah, Takuma." ujar Ayah sedih. "Jika bisa, ayah ingin mengganti tempatmu dengan ayah. Tapi ayah tidak bisa melakukan apapun untuk membantu. Maafkan ayah."
Di luar, ibu Takuma menangis.
"Itsuka." panggil Dokter, menunjuk ke bagian belakang rok perawat. "Apakah itu olok-olok dari Mayu lagi?"
Perawat Itsuka melihat ke bagian belakang roknya. Rok itu sudah kotor. "Ah, dimana tadi aku duduk?" keluhnya. Ia berjalan mendekati dokter. "Apakah itu Takuma..."
"Ya." jawab Dokter sedih. "Jika aku tidak bisa membantunya, aku bukan lagi seorang dokter. Aku juga cemas pada putriku. Kita tidak bisa melakukan apa-apa saat ibunya meninggal dan kini temannya. Mungkin lebih baik aku tidak membawanya ke rumah sakit, bukan?"
"Mereka berdua bukan hanya sekedar teman." kata Perawat.
Dokter Taneda tertawa pahit. "Cinta pertama?"
Ketika Mayu sedang bermain di pinggur hutan, Takuma mendekatinya.
"Mayu, apa yang kau lakukan?" tanya Takuma.
"Aku ingin menemukan semanggi berdaun 4." jawab Mayu. "Dengan begitu, permohonan apapun yang kuminta akan terkabul."
"Aku tidak pernah mendengar itu." ujar Takuma.
"Aku pernah."
Takuma ikut membantu Mayu mencari semangggi. "Jika kau bisa menemukan semanggi berdaun 4, permohonan seperti apa yang akan kau minta?"
"Tidak ada yang istimewa." jawab Mayu,
"Kalau tidak ada yang istimewa, kenapa kau mencarinya?" tanya Takuma polos.
"Kau sangat menyebalkan." kata Mayu. "Aku hanya bosan karena tidak bisa bermain denganmu. Apa kau sudah berhenti memakai pampers?"
Takuma cemberut. "Jika kita bisa menemukan semanggi berdaun 4, bisakah aku membuat permintaan? Jika aku besar, aku ingin menjadi astronot. Jika itu terjadi, ayo kita menikah. Itu impianku. Aku ingin menjadi astronot dan menikah denganmu."
Mayu hanya diam, menatap Takuma.
Takuma menunduk. "Ah, aku menemukannya." katanya, menunjuk daun semanggi itu.
Mayu mendorong Takuma hingga jatuh dan berteriak pada daun semanggi. "Semanggi berdaun 4, tolong bantu Takuma!" serunya. "Jangan biarkan Takuma mati! Biarkan kami bersama selamanya! Tolong sembuhkan penyakitnya! Kumohon padamu! Kumohon padamu! Kumohon padamu!"
Mayu menangis keras.
"Mayu!" panggil Takuma. Ia mendekati Mayu dan mencium bibirnya.
"Saat itu, aku tidak tahu apa artinya kematian." ujar Takuma dewasa. "Karena itulah, aku membuat janji yang tidak bisa kupenuhi. Itu janji yang sangat buruk."
Mayu kecil memotong tirai jendelanya dan membuat gaun pengantin. "Takuma ingin menikah denganku." katanya senang pada ayahnya.
Di lain sisi, saat Takuma sedang duduk seorang diri di taman, sebuah bola menggelinding di kakinya.
"Bisakah kau melempar bola itu?" tanya seorang anak kecil.
Takuma menatap bola itu dengan senang dan ikut bermain. Itulah yang mengakibatkan kondisi Takuma menjadi kritis. Takuma tidak boleh melakukan olahraga berat.
"Aku membuat janji yang tidak bisa kupenuhi." ujar Takuma dewasa. "Ayo kita menikah saat kita sudah dewasa."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar