Sinopsis Boku no Hatsukoi Kimi ni Sasagu
(I Give My First Love to You)
Part 1
Beberapa tahun kemudian.
Takuma dewasa memeriksakan dirinya ke Dokter Taneda. Kata Dokter, kondisi Takuma baik. Tapi ia mengingatkan Takuma agar tidak berolahraga berat dan tidak memakan makanan yang terlalu manis atau asin.
"Aku tahu itu." ujar Takuma santai. "Sampai jumpa."
Dokter hanya tertawa melihat sikap Takuma itu.
Setelah dari rumah sakit, Takuma menemui Mayu. Mereka berdua bergandeng tangan dan berjalan bersama.
"Apa yang ayah katakan?" tanya Mayu.
"Dia bilang aku baik-baik saja." jawab Takuma.
Mayu dan Takuma bersekolah di sekolah yang sama dan duduk di kelas yang sama. Saat ini, mereka duduk di SMP kelas 3-2.
Saat guru bahasa Inggris sedang menjelaskan di depan, Mayu malah menggambar di bukunya.
"Siapa yang bisa menjelaskan arti dari kalimat ini?" tanya Guru. "Taneda Mayu, coba jelaskan."
Mayu bangkit dari duduknya dan membaca tulisan bahasa Inggris di papan tulis. tidak ada satu katapun yang ia mengerti.
"Takuma, bantu aku." bisik Mayu.
Takuma membacakan arti kalimat di papan tulis. Mayu mengatakannya lagi pada Guru.
Guru bahasa Inggris mengangguk. "Orang yang membantumu sangat luar biasa." katanya. "Bagus, Takuma."
"Terima kasih." jawab Takuma.
Saat pelajaran olahraga, Takuma hanya bisa duduk diam dipinggir lapangan, menonton teman-temannya berolahraga. Mayu bermain basket bersama teman-temannya. Ia sangat canggih melakukan olahraga itu.
Ketika Mayu dan kedua temannya berjalan seusai berolahraha, tiga orang murid laki-laki menyiram air pada Mayu.
"Maafkan kami." kata salah satu murid laki-laki. "Kami ingin membersihkan lapangan."
"Apa yang ingin kalian lakukan?!" seru Mayu kesal.
"Wah, merah jambu!" seru murid laki-laki lain, melihat baju dalam Mayu.
Mayu menunduk.
"Minta maaf!" seru teman-teman Mayu.
"Untuk apa? Kami tidak melakukan apapun." jawab murid laki-laki.
Mendadak Takuma datang. Ia menyelimuti badan Mayu dengan jas sekolahnya.
"Itu kecelakaan! Kecelakaan!" seru murid laki-laki.
Ketiga murid itu beranjak pergi, tapi Takuma mengejar dan menyerang mereka. Ia memukuli salah seorang dari mereka.
"Kalian pikir apa yang kalian lakukan?!" seru Takuma marah.
Kedua murid lain berusaha menarik Takuma, namun Takuma tidak menggubris dan terus memukuli murid itu.
Mayu berlari cemas. "Aku tidak apa-apa!" katanya, mendorong Takuma. "Aku tidak apa-apa!"
Takuma terus berusaha menyerang. Mayu terpaksa menamparnya.
"Tolong hentikan!" seru Mayu cemas.
Mayu membawa Takuma ke ruang kesehatan.
"Kenapa kau marah karena hal kecil seperti itu?" tanya Mayu. "Itu hanya olok-olok."
"Mereka melihat pakaian dalammu." kata Takuma, membelakangi Mayu. "Aku belum pernah melihatnya."
"Apa?"
"Bagaimana bisa mereka melihat pakaian dalam merah jambumu sebelum aku?" keluh Takuma.
"Bodoh!" seru Mayu, memukul kepala Takuma. "Kenapa kau membahayakan nyawanya hanya demi masalah sepele?"
"Itu tidak sepele!" seru Takuma, bangkit dari tidurnya. "Itu penting! Aku pacarmu! Tentu saja pacar harus melihatnya lebih dulu. Kita sudah berjanji ketika masih kecil."
Mayu diam sejenak, kemudian menutup tirai pembatas. "Baik, aku akan membiarkanmu melihatnya pertama kali."
"Apa?"
"Aku bisa menunjukkan padamu kapan saja." kata Mayu. "Tolong jangan lakukan tindakan gegabah seperti ini lagi."
Mayu melepas jas sekolah Takuma. Dari luar baju olahraganya yang basah, baju dalam merah jambunya terlihat. Ketika Mayu hendak membuka kaosnya, mendadak Takuma berteriak.
"Tunggu!" seru Takuma, memegangi dadanya. "Dadaku sakit."
Mayu memakai kembali jas sekolah Takuma. "Jika kau begitu antusias, aku tidak akan pernah menunjukkan padamu! Tidak akan pernah!"
Mayu hendak berjalan keluar dari ruang kesehatan, tapi Takuma mengejarnya.
"Tunggu!"
Mayu berlari, menghindari Takuma. Takuma mengejar Mayu. Yah, kejar-kejaran deh!"
Akhirnya Takuma berhasil menangkap Mayu dan memeluknya.
Mendadak terdengar suara murid lewat. Mayu dan Takuma menunduk, bersembunyi agar tidak terlihat.
Takuma meraih tangan Mayu, kemudian mencium bibirnya.
"Mayuku tersayang, aku menyadari sesuatu ketika aku dirawat di rumah sakit untuk ke tujuh kalinya." ujar Takuma. "Ada sesuatu yang kuinginkan. Jika aku bisa keluar dari rumah sakit, aku ingin menciummu. Menggenggam tanganmu. Memelukmu dengan erat, kemudian putus denganmu. Ketika kau bersamaku, kau selalu menangis. Ketika di pikiranku hanya ada Mayu, tapi bagi Mayu, di dalam pikirannya selalu ada penyakitku. Kau selalu cemas mengenai kapan aku mati. Agar kau tidak selalu menangis, kurasa seharusnya aku putus saja denganmu, saat aku masih hidup."
Ketika berciuman dengan Takuma, Mayu menangis. Takuma kemudian memeluknya erat.
Takuma mengatakan pada kedua orang tuanya bahwa ia ingin bersekolah di SMA Shidou. Tapi orang tuanya menolak. Jika bersekolah disana, maka Takuma harus tinggal di asrama. Kedua orang tuanya tidak akan bisa menjaga Takuma.
"Aku ingin membuat kenangan indak sebelum aku mati." kata Takuma. "Aku ingin mencoba segalanya tanpa takut. Agar aku tidak menyesal."
Kedua orang tuanya diam sejenak.
"Apa karena Mayu?" tanya Ibu Takuma. "Kau melihat pilihan sekolah Mayu, bukan?"
"Ini tidak ada hubungannya dengan Mayu."
Ibu Takuma mendatangi Mayu dan memohon pada Mayu agar membujuk Takuma mengambil SMA lokal.
"Bibi, kurasa kau salah." kata Mayu, terlihat terkejut mendengar informasi itu. "Dengan nilaiku, mustahil bagiku diterima di SMA Shidou. Aku baru tahu kalau Takuma mendaftar di SMA Shidou."
Di sekolah.
"Takuma sudah mempersiapkan ujian masuknya." kata Mayu, menoleh ke arah Takuma yang sedang serius. "Kemana kau akan mendaftar?"
"SMA Shidou." jawab Takuma singkat.
"Wah!" seru Mayu keras, membuat semua murid menoleh. "Orang ini akan mendaftar di Shidou!"
"Diam!" seru Takuma.
"Aah, nilaiku tidak akan cukup." keluh Mayu. "Aku tidak ingin masuk SMA. Aku punya rencana lain. Rencana yang sudah kita buat saat masih kecil. Apa kau lupa?"
Takuma diam.
"Sepertinya kau lupa." gumam Mayu.
Takuma menunjukkan surat penerimaan SMA Shidou pada ibunya. "Dengan ini, aku bisa putus dengan Mayu secara wajar."
Hari kelulusan.
Takuma mencari-cari Mayu, namun tidak bisa menemukannya.
Mendadak, seseorang memukul kepalanya dengan keras. Mayu. "Siapa yang kau cari?" tanya Mayu.
"Aku tidak mencari siapa-siapa." jawab Takuma.
"Begitukah?!" seru Mayu, berjalan mendahului.
"Bagaimana hasil ujian masuk ke SMA pilihan keduamu?" tanya Takuma.
"Aku gagal." jawab Mayu. "Aku kagum pada diriku sendiri. Aku tidak pernah berpikir bahwa aku sebodoh ini."
"Lalu apa yang akan kau lakukan?"
"Mungkin aku akan mencari kerja." jawab Mayu acuh. Ia mengeluh. "Sepertinya aku hanya bisa berada di samping Takuma sampai SMP."
"Mayu..." panggil Takuma ragu. Walaupun berusaha, tapi Takuma tidak sanggup mengucapkan selamat tinggal pada Mayu.
Malam itu, Takuma duduk diam di kamarnya, memandang foto-fotonya bersama Mayu sejak kecil. Ia merasa bimbang dan frustasi.
Takuma masuk ke SMA Shidou. Saat Kepala Sekolah mengucapkan pidatonya, Takuma terlihat sangat bosan dan mengantuk.
Pidato akhirnya selesai.
"Selanjutnya." ujar pembawa acara. "Kata sambutan dari murid baru. Perwakilan murid baru adalah Taneda Mayu."
Takuma kaget dan menoleh.
Mayu berjalan dengan percaya diri ke depan untuk mengucapkan sambutannya.
Mayu berdiri di podium. Matanya jelalatan ke arah murid-murid, mencari Takuma.
"Takuma! Aku menemukanmu!" seru Mayu. "Kau terkejut? Kau ingin putus denganku? Terlalu cepat sejuta tahun! Aku belajar! Aku mencari guru private dan belajar dengan keras."
Para murid bingung mendengar celotehan Mayu.
"Terima kasih padamu aku mendapat nilai tertinggi di ujian masuk." kata Mayu. "Aku murid perwakilan dan kau hanya murid biasa. Takuma bodoh! Kau meremehkan aku! Terlalu cepat sejuta tahun!"
"Aku tidak meremehkanmu!" seru Takuma, bangkit dari duduknya.
"Takuma bodoh!" teriak Mayu. "Aku sama sekali tidak berniat masuk SMA! Aku ingin masuk organisasi!"
"Hentikan!" seru pihak SMA Shidou, menarik Mayu dari podium.
Mayu mendorong mereka dengan kasar hingga jatuh ke lantai. "Hari minggu aku ingin ikut kelas memasak dan belajar merangkai bunga. Dan bahasa Inggris. Aku ingin menikah. Hanya tinggal 2 tahun lagi. Aku senang menunggu Takuma berumur 18. Apa kau lupa? Janji masa kecil kita?"
Takuma diam.
"Jangan meremehkan aku." ujar Mayu. "Aku tidak akan pernah melupakan janji itu. Ingin mencampakkan aku? Terlalu cepat seratus juta tahun! Aku ingin menjadi pengantin paling cantik di dunia! Apa kau dengar?!"
Makin banyak orang yang naik ke podium untuk menarik Mayu turun, tapi Mayu mendorong mereka semua. "Lepaskan aku!" serunya, meronta. "Aku belum selesai!"
Takuma dan Mayu meneruskan berdebatan mereka di taman sekolah. Mereka jadi bahan tontonan murid-murid lain.
"Tentu saja aku tidak lupa!" seru Takuma. "Tapi, walaupun tidak lupa..."
"Kau melamar dan menciumku!" seru Mayu. "Dan kau masih bisa mengatakan itu?"
"Yang ingin kukatakan..."
"Apa?" potong Mayu.
"Dandananmu terlalu berlebihan!" kata Takuma, mengejek.
"Diam!" seru Mayu, membalas. "Apa yang salah dengan itu. Lihat rambutmu!"
"Mereka benar-benar akan menikah." celetuk salah seorang murid.
"Diam! Siapa yang bilang?"
"Memang!" kata Mayu. "Karena itu, tidak ada seorangpun yang bisa mengambil orang ini dariku."
"Diam." kata Takuma, berjalan pergi. "Kau bahkan tidak tahu apa yang dirasakan orang lain."
"Tunggu!" seru Mayu, mengejar Takuma.
Tanpa mereka ketahui, seorang murid laki-laki tersenyum menonton mereka.
Takuma dewasa memeriksakan dirinya ke Dokter Taneda. Kata Dokter, kondisi Takuma baik. Tapi ia mengingatkan Takuma agar tidak berolahraga berat dan tidak memakan makanan yang terlalu manis atau asin.
"Aku tahu itu." ujar Takuma santai. "Sampai jumpa."
Dokter hanya tertawa melihat sikap Takuma itu.
Setelah dari rumah sakit, Takuma menemui Mayu. Mereka berdua bergandeng tangan dan berjalan bersama.
"Apa yang ayah katakan?" tanya Mayu.
"Dia bilang aku baik-baik saja." jawab Takuma.
Mayu dan Takuma bersekolah di sekolah yang sama dan duduk di kelas yang sama. Saat ini, mereka duduk di SMP kelas 3-2.
Saat guru bahasa Inggris sedang menjelaskan di depan, Mayu malah menggambar di bukunya.
"Siapa yang bisa menjelaskan arti dari kalimat ini?" tanya Guru. "Taneda Mayu, coba jelaskan."
Mayu bangkit dari duduknya dan membaca tulisan bahasa Inggris di papan tulis. tidak ada satu katapun yang ia mengerti.
"Takuma, bantu aku." bisik Mayu.
Takuma membacakan arti kalimat di papan tulis. Mayu mengatakannya lagi pada Guru.
Guru bahasa Inggris mengangguk. "Orang yang membantumu sangat luar biasa." katanya. "Bagus, Takuma."
"Terima kasih." jawab Takuma.
Saat pelajaran olahraga, Takuma hanya bisa duduk diam dipinggir lapangan, menonton teman-temannya berolahraga. Mayu bermain basket bersama teman-temannya. Ia sangat canggih melakukan olahraga itu.
Ketika Mayu dan kedua temannya berjalan seusai berolahraha, tiga orang murid laki-laki menyiram air pada Mayu.
"Maafkan kami." kata salah satu murid laki-laki. "Kami ingin membersihkan lapangan."
"Apa yang ingin kalian lakukan?!" seru Mayu kesal.
"Wah, merah jambu!" seru murid laki-laki lain, melihat baju dalam Mayu.
Mayu menunduk.
"Minta maaf!" seru teman-teman Mayu.
"Untuk apa? Kami tidak melakukan apapun." jawab murid laki-laki.
Mendadak Takuma datang. Ia menyelimuti badan Mayu dengan jas sekolahnya.
"Itu kecelakaan! Kecelakaan!" seru murid laki-laki.
Ketiga murid itu beranjak pergi, tapi Takuma mengejar dan menyerang mereka. Ia memukuli salah seorang dari mereka.
"Kalian pikir apa yang kalian lakukan?!" seru Takuma marah.
Kedua murid lain berusaha menarik Takuma, namun Takuma tidak menggubris dan terus memukuli murid itu.
Mayu berlari cemas. "Aku tidak apa-apa!" katanya, mendorong Takuma. "Aku tidak apa-apa!"
Takuma terus berusaha menyerang. Mayu terpaksa menamparnya.
"Tolong hentikan!" seru Mayu cemas.
Mayu membawa Takuma ke ruang kesehatan.
"Kenapa kau marah karena hal kecil seperti itu?" tanya Mayu. "Itu hanya olok-olok."
"Mereka melihat pakaian dalammu." kata Takuma, membelakangi Mayu. "Aku belum pernah melihatnya."
"Apa?"
"Bagaimana bisa mereka melihat pakaian dalam merah jambumu sebelum aku?" keluh Takuma.
"Bodoh!" seru Mayu, memukul kepala Takuma. "Kenapa kau membahayakan nyawanya hanya demi masalah sepele?"
"Itu tidak sepele!" seru Takuma, bangkit dari tidurnya. "Itu penting! Aku pacarmu! Tentu saja pacar harus melihatnya lebih dulu. Kita sudah berjanji ketika masih kecil."
Mayu diam sejenak, kemudian menutup tirai pembatas. "Baik, aku akan membiarkanmu melihatnya pertama kali."
"Apa?"
"Aku bisa menunjukkan padamu kapan saja." kata Mayu. "Tolong jangan lakukan tindakan gegabah seperti ini lagi."
Mayu melepas jas sekolah Takuma. Dari luar baju olahraganya yang basah, baju dalam merah jambunya terlihat. Ketika Mayu hendak membuka kaosnya, mendadak Takuma berteriak.
"Tunggu!" seru Takuma, memegangi dadanya. "Dadaku sakit."
Mayu memakai kembali jas sekolah Takuma. "Jika kau begitu antusias, aku tidak akan pernah menunjukkan padamu! Tidak akan pernah!"
Mayu hendak berjalan keluar dari ruang kesehatan, tapi Takuma mengejarnya.
"Tunggu!"
Mayu berlari, menghindari Takuma. Takuma mengejar Mayu. Yah, kejar-kejaran deh!"
Akhirnya Takuma berhasil menangkap Mayu dan memeluknya.
Mendadak terdengar suara murid lewat. Mayu dan Takuma menunduk, bersembunyi agar tidak terlihat.
Takuma meraih tangan Mayu, kemudian mencium bibirnya.
"Mayuku tersayang, aku menyadari sesuatu ketika aku dirawat di rumah sakit untuk ke tujuh kalinya." ujar Takuma. "Ada sesuatu yang kuinginkan. Jika aku bisa keluar dari rumah sakit, aku ingin menciummu. Menggenggam tanganmu. Memelukmu dengan erat, kemudian putus denganmu. Ketika kau bersamaku, kau selalu menangis. Ketika di pikiranku hanya ada Mayu, tapi bagi Mayu, di dalam pikirannya selalu ada penyakitku. Kau selalu cemas mengenai kapan aku mati. Agar kau tidak selalu menangis, kurasa seharusnya aku putus saja denganmu, saat aku masih hidup."
Ketika berciuman dengan Takuma, Mayu menangis. Takuma kemudian memeluknya erat.
Takuma mengatakan pada kedua orang tuanya bahwa ia ingin bersekolah di SMA Shidou. Tapi orang tuanya menolak. Jika bersekolah disana, maka Takuma harus tinggal di asrama. Kedua orang tuanya tidak akan bisa menjaga Takuma.
"Aku ingin membuat kenangan indak sebelum aku mati." kata Takuma. "Aku ingin mencoba segalanya tanpa takut. Agar aku tidak menyesal."
Kedua orang tuanya diam sejenak.
"Apa karena Mayu?" tanya Ibu Takuma. "Kau melihat pilihan sekolah Mayu, bukan?"
"Ini tidak ada hubungannya dengan Mayu."
Ibu Takuma mendatangi Mayu dan memohon pada Mayu agar membujuk Takuma mengambil SMA lokal.
"Bibi, kurasa kau salah." kata Mayu, terlihat terkejut mendengar informasi itu. "Dengan nilaiku, mustahil bagiku diterima di SMA Shidou. Aku baru tahu kalau Takuma mendaftar di SMA Shidou."
Di sekolah.
"Takuma sudah mempersiapkan ujian masuknya." kata Mayu, menoleh ke arah Takuma yang sedang serius. "Kemana kau akan mendaftar?"
"SMA Shidou." jawab Takuma singkat.
"Wah!" seru Mayu keras, membuat semua murid menoleh. "Orang ini akan mendaftar di Shidou!"
"Diam!" seru Takuma.
"Aah, nilaiku tidak akan cukup." keluh Mayu. "Aku tidak ingin masuk SMA. Aku punya rencana lain. Rencana yang sudah kita buat saat masih kecil. Apa kau lupa?"
Takuma diam.
"Sepertinya kau lupa." gumam Mayu.
Takuma menunjukkan surat penerimaan SMA Shidou pada ibunya. "Dengan ini, aku bisa putus dengan Mayu secara wajar."
Hari kelulusan.
Takuma mencari-cari Mayu, namun tidak bisa menemukannya.
Mendadak, seseorang memukul kepalanya dengan keras. Mayu. "Siapa yang kau cari?" tanya Mayu.
"Aku tidak mencari siapa-siapa." jawab Takuma.
"Begitukah?!" seru Mayu, berjalan mendahului.
"Bagaimana hasil ujian masuk ke SMA pilihan keduamu?" tanya Takuma.
"Aku gagal." jawab Mayu. "Aku kagum pada diriku sendiri. Aku tidak pernah berpikir bahwa aku sebodoh ini."
"Lalu apa yang akan kau lakukan?"
"Mungkin aku akan mencari kerja." jawab Mayu acuh. Ia mengeluh. "Sepertinya aku hanya bisa berada di samping Takuma sampai SMP."
"Mayu..." panggil Takuma ragu. Walaupun berusaha, tapi Takuma tidak sanggup mengucapkan selamat tinggal pada Mayu.
Malam itu, Takuma duduk diam di kamarnya, memandang foto-fotonya bersama Mayu sejak kecil. Ia merasa bimbang dan frustasi.
Takuma masuk ke SMA Shidou. Saat Kepala Sekolah mengucapkan pidatonya, Takuma terlihat sangat bosan dan mengantuk.
Pidato akhirnya selesai.
"Selanjutnya." ujar pembawa acara. "Kata sambutan dari murid baru. Perwakilan murid baru adalah Taneda Mayu."
Takuma kaget dan menoleh.
Mayu berjalan dengan percaya diri ke depan untuk mengucapkan sambutannya.
Mayu berdiri di podium. Matanya jelalatan ke arah murid-murid, mencari Takuma.
"Takuma! Aku menemukanmu!" seru Mayu. "Kau terkejut? Kau ingin putus denganku? Terlalu cepat sejuta tahun! Aku belajar! Aku mencari guru private dan belajar dengan keras."
Para murid bingung mendengar celotehan Mayu.
"Terima kasih padamu aku mendapat nilai tertinggi di ujian masuk." kata Mayu. "Aku murid perwakilan dan kau hanya murid biasa. Takuma bodoh! Kau meremehkan aku! Terlalu cepat sejuta tahun!"
"Aku tidak meremehkanmu!" seru Takuma, bangkit dari duduknya.
"Takuma bodoh!" teriak Mayu. "Aku sama sekali tidak berniat masuk SMA! Aku ingin masuk organisasi!"
"Hentikan!" seru pihak SMA Shidou, menarik Mayu dari podium.
Mayu mendorong mereka dengan kasar hingga jatuh ke lantai. "Hari minggu aku ingin ikut kelas memasak dan belajar merangkai bunga. Dan bahasa Inggris. Aku ingin menikah. Hanya tinggal 2 tahun lagi. Aku senang menunggu Takuma berumur 18. Apa kau lupa? Janji masa kecil kita?"
Takuma diam.
"Jangan meremehkan aku." ujar Mayu. "Aku tidak akan pernah melupakan janji itu. Ingin mencampakkan aku? Terlalu cepat seratus juta tahun! Aku ingin menjadi pengantin paling cantik di dunia! Apa kau dengar?!"
Makin banyak orang yang naik ke podium untuk menarik Mayu turun, tapi Mayu mendorong mereka semua. "Lepaskan aku!" serunya, meronta. "Aku belum selesai!"
Takuma dan Mayu meneruskan berdebatan mereka di taman sekolah. Mereka jadi bahan tontonan murid-murid lain.
"Tentu saja aku tidak lupa!" seru Takuma. "Tapi, walaupun tidak lupa..."
"Kau melamar dan menciumku!" seru Mayu. "Dan kau masih bisa mengatakan itu?"
"Yang ingin kukatakan..."
"Apa?" potong Mayu.
"Dandananmu terlalu berlebihan!" kata Takuma, mengejek.
"Diam!" seru Mayu, membalas. "Apa yang salah dengan itu. Lihat rambutmu!"
"Mereka benar-benar akan menikah." celetuk salah seorang murid.
"Diam! Siapa yang bilang?"
"Memang!" kata Mayu. "Karena itu, tidak ada seorangpun yang bisa mengambil orang ini dariku."
"Diam." kata Takuma, berjalan pergi. "Kau bahkan tidak tahu apa yang dirasakan orang lain."
"Tunggu!" seru Mayu, mengejar Takuma.
Tanpa mereka ketahui, seorang murid laki-laki tersenyum menonton mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar