Sinopsis Boku no Hatsukoi Kimi ni Sasagu
(I Give My First Love to You)
Part 4 (Final)
Mayu dan kedua orang tua Takuma menunggu dengan cemas di depan ruang operasi.
Beberapa saat kemudian, Dr. Taneda keluar. "Masuklah." katanya pada kedua orang tua Takuma. "Aku takut mungkin ini adalah saat-saat terakhirnya."
Ibu Takuma menangis keras. Ayah Takuma menuntunya masuk.
"Ayah..." gumam Mayu pelan.
"Masuklah." ujar Dr. Taneda. "Kau juga harus bersamanya."
Perlahan, Mayu masuk ke dalam ruangan.
"Takuma, maafkan ibu." tangis Ibu Takuma. "Seharusnya ibu menjagamu lebih baik. Maafkan ibu."
"Takuma, rasanya menyakitkan, bukan?" tanya Ayah sedih. "Tapi kau sudah berusaha keras."
"Tidak, tidak, tidak, tidak tidak..." tangis Mayu, melihat Takuma, kemudian berlari keluar.
"Kumohon padamu, kumohon padamu, kumohon padamu!" seru Mayu, menangis dan bersujud pada Ibu dan Kakek Kou. "Tolong berukan jantung Kou pada Takuma. Aku tahu aku mengatakan hal yang kejam, tapi jika terus seperti ini, Takuma bisa mati. Kumohon padamu, tolong berikan jantung Kou pada Takuma. Tolong selamatkan Takuma!"
Dr. Taneda masuk ke kamar Kou dan melihat putrinya dengan iba.
"Kumohon padamu, tolong selamatkan Takuma!" seru Mayu. "Kumohon.. Kumohon... Kumohon..."
Dr. Taneda berusaha menghentikan Mayu. "Hentikan. Hentikan."
Kakek Kou berlutut di depan Mayu. "Aku mengerti apa yang kau katakan." katanya. "Tapi saat ini, kami tidak bisa mengizinkan. Cucuku mengeluarkan air mata. Tadi pagi, ia menggerakkan jari-jarinya. Walaupun dokter mengatakan itu hanya refleks, tapi bagi kami, keluarganya, itu adalah secercah harapan. Ini adalah keajaiban. Mungkin ia akan bangun besok pagi dan bertanya, 'Kakek, dimana aku?'. Kami harus menggenggam keajaiban itu. Kau mengerti, bukan?"
Ibu Kou berjalan mendekati mereka. "Siapa Takuma?" tanyanya.
"Dia kekasihku." jawab Mayu lemah.
"Maafkan aku." tangis Ibu Kou. "Aku sungguh minta maaf."
Mayu keluar dan duduk seorang diri di lorong rumah sakit, menangis keras.
"Semanggi berdaun 4, apa artinya tetap hidup?" tanya Takuma. "Sekarang Mayu sedang menangis lagi. Tolonglah... beri aku waktu sedikit lagi. Waktu terakhir. Tolong biarkan aku hidup."
Takuma menggerakkan jari-jarinya, kemudian membuka matanya perlahan.
Saat Mayu berjalan gontai ke kamar Takuma, kamar tersebut sudah kosong.
Tidak lama kemudian, Takuma keluar dari toilet. "Yo, Mayu!" panggilnya. "Ini kesempatan kita sekarang. Saat aku bangun, Ibu dan Ayah sangat terkejut dan berlari menemui Dr. Taneda." Takuma mengambil jaket di lemari dan memakainya. "Oke, ayo kita pergi!"
"Pergi kemana?" tanya Mayu bingung.
"Apa maksudmu? Tentu saja bulan madu." jawab Takuma seraya berjalan keluar kamar.
Mayu mengejar Takuma. "Takuma, ini tidak baik untukmu! Ayo kembali!" serunya.
"Tidak, lihat! Cuaca sangat bagus hari ini!" bantah Takuma. "Kemana kau ingin pergi?"
"Takuma, dengarkan aku!" seru Mayu, menghentikan jalan Takuma.
"Kau sangat mengganggu." protes Takuma. "Aku sungguh baik-baik saja. Ini pertama kalinya aku merasa baik dalam beberapa waktu belakangan."
"Ini tidak benar, Takuma!" seru Mayu. "Kumohon padamu, kembalilah. Biarkan ayahku memeriksamu."
Takuma mendorong Mayu. "Kemana kita akan pergi berbulan madu?" tanyanya, mengacuhkan kata-kata Mayu.
"Bulan madu? Tapi kita belum menikah."
"Kita tidak perlu mengikuti aturan." ujar Takuma. "Aku akan membawamu kemanapun kau suka."
Takuma mengajak Mayu ke taman bermain. Mereka naik roller coaster, bombom car, menonton pertunjukkan lumba-lumba, pergi ke akuarium dan makan spaghetti.
Setelah puas bermain di taman bermain, Takuma mengajak Mayu pergi ke pantai dan bermain disana.
Berdesak-desakan di bus.
Kemudian duduk di bukit. Mayu bersandar ke bahu Takuma.
"Hari ini sangat menyenangkan." kata Mayu. "Kuharap hari lain seperti ini akan datang lagi."
Takuma terdiam sejenak dengan ekspresi sedih. "Mayu." panggilnya. "Sangat menyenangkan, bukan?"
"Ya." jawab Mayu, tersenyum.
"Sejak awal sampai hari ini."
Mayu terkejut dan mengangkat kepalanya menatap Takuma.
"Maafkan aku." ujar Takuma. "Aku tidak bisa menepati janjiku padamu. Bahkan semanggi berdaun 4 bisa merasakan bahwa sekarang sudah mencapai batas waktuku. Ayo kembali ke rumah sakit."
Takuma mengeluarkan sebuah kertas dari saku celananya dan menyerakan kertas tersebut pada Mayu.
Mayu menerima kertas tersebut.
Takuma tersenyum. "Ayo, Mayu!"
Sesampainya di rumah sakit, Ibu Takuma menampar Mayu. "Kenapa kau membawa pasien keluar dari rumah sakit?!" bentaknya. "Kau tahu kondisi Takuma!"
"Tenang." ujar Ayah Takuma, membawa istrinya pergi.
Mayu melihat ke dalam ruangan. Dr. Taneda dan perawat melakukan perawatan dan pengobatan pada Takuma yang saat itu berada dalam kondisi kritis.
Takuma meninggal pada pukul 6.27 pagi.
"Maafkan aku." ujar Dr. Taneda. "Aku sungguh minta maaf dari hatiku yang terdalam."
Ibu dan Ayah Takuma menangis, mendekati jenazah putranya.
Mayu hanya berdiri diam di luar ruangan. Ayahnya menatapnya cemas.
Mayu berjalan pergi ke atap rumah sakit. Ia bersandar pada pagar dan memasukkan tangan dalam saku jaketnya. Ia mengeluarkan tangannya dan menemukan kertas pemberian Takuma.
Mayu membuka kertas tersebut.
"Untuk semua orang yang kucintai." tulis Takuma kecil. "Walaupun aku pergi, aku berharap kalian semua bahagia. Takuma."
Mayu tersenyum pahit membaca surat itu. Mayu terjatuh ke lantai dan menangis.
Mayu melihat-lihat kamar Takuma. Kamar tersebut sangat berantakan. Di dinding, Takuma menempel foto-fotonya bersama Mayu.
Ayah dan Ibu Takuma menyerahkan botol abu Takuma.
"Maafkan aku karena mengatakan hal yang egois." ujar Mayu.
"Tidak apa-apa." kata Ayah Takuma. "Aku yakin Takuma akan senang. Ia memang mengharapkan sesuatu seperti ini."
"Terima kasih banyak." ujar Mayu seraya beranjak pergi.
"Mayu." panggil Ibu Takuma. "Walaupun sampai sekarang aku belum sempat mengatakannya, tapi terima kasih. Kau memberi kesempatan pada putraku untuk merasakan cinta. Terima kasih."
Mayu tersenyum.
Dr. Taneda berjalan dan duduk di sebuah bangku taman menghadap gereja. Dari sana, ia bisa melihat gereja dengan jelas.
Di dalam gereja, Mayu berdiri seorang diri mengenakan baju pengantin. Ia memegang botol berisi abu Takuma.
"Takuma, mimpi kita akhirnya terwujud." ujar Mayu. "Tapi ini tidak mudah. Takuma, tetap hidup adalah hal yang menyedihkan. Tapi kau tahu, aku sama sekali tidak menyesal. Karena aku bertemu denganmu. Karena aku mencintaimu. Jika aku bertemu kau lagi atau jika sudah aku tahu resiko menyedihkan apa yang menantiku, aku akan tetap jatuh cinta padamu lagi."
Beberapa tahun sebelumnya, saat Takuma dan Mayu kecil pertama kali bertemu.
Mayu bediri di balik pohon, menunggu seseorang duduk di jebakan yang sudah dibuatnya.
Takuma datang dan duduk di bangku itu.
"Kenapa kau duduk disini?" tanya Mayu, keluar dari persembunyiannya. "Aku sedang akan mengolok-olok seorang wanita tua."
Takuma bangkit dan melihat belakang celananya kotor.
Mayu meminta Takuma mencoret-coret bangku, kemudian ia duduk diatasnya. Takuma bingung.
"Sekarang celanaku juga kotot." kata Mayu. "Kau akan memaafkan aku, bukan?"
"Untuk apa aku memaafkanmu?" tanya Takuma. "Sejak awal aku memang tidak marah."
"Walaupun aku melakukan itu padamu? Kenapa?"
"Aku tidak tahu." jawab Takuma polos.
"Siapa namamu?"
"Kakinouchi Takuma."
"Namaku Taneda Mayu." ujar Mayu, mengulurkan tangannya. "Senang berkenalan denganmu."
"Aku tidak menyesal." ujar Mayu. "Tidak peduli sebanyak apapun aku dilahirkan kembali, tidak peduli sebanyak apapun kita bertemu lagi, aku akan selalu jatuh cinta padamu."
TAMAT
Beberapa saat kemudian, Dr. Taneda keluar. "Masuklah." katanya pada kedua orang tua Takuma. "Aku takut mungkin ini adalah saat-saat terakhirnya."
Ibu Takuma menangis keras. Ayah Takuma menuntunya masuk.
"Ayah..." gumam Mayu pelan.
"Masuklah." ujar Dr. Taneda. "Kau juga harus bersamanya."
Perlahan, Mayu masuk ke dalam ruangan.
"Takuma, maafkan ibu." tangis Ibu Takuma. "Seharusnya ibu menjagamu lebih baik. Maafkan ibu."
"Takuma, rasanya menyakitkan, bukan?" tanya Ayah sedih. "Tapi kau sudah berusaha keras."
"Tidak, tidak, tidak, tidak tidak..." tangis Mayu, melihat Takuma, kemudian berlari keluar.
"Kumohon padamu, kumohon padamu, kumohon padamu!" seru Mayu, menangis dan bersujud pada Ibu dan Kakek Kou. "Tolong berukan jantung Kou pada Takuma. Aku tahu aku mengatakan hal yang kejam, tapi jika terus seperti ini, Takuma bisa mati. Kumohon padamu, tolong berikan jantung Kou pada Takuma. Tolong selamatkan Takuma!"
Dr. Taneda masuk ke kamar Kou dan melihat putrinya dengan iba.
"Kumohon padamu, tolong selamatkan Takuma!" seru Mayu. "Kumohon.. Kumohon... Kumohon..."
Dr. Taneda berusaha menghentikan Mayu. "Hentikan. Hentikan."
Kakek Kou berlutut di depan Mayu. "Aku mengerti apa yang kau katakan." katanya. "Tapi saat ini, kami tidak bisa mengizinkan. Cucuku mengeluarkan air mata. Tadi pagi, ia menggerakkan jari-jarinya. Walaupun dokter mengatakan itu hanya refleks, tapi bagi kami, keluarganya, itu adalah secercah harapan. Ini adalah keajaiban. Mungkin ia akan bangun besok pagi dan bertanya, 'Kakek, dimana aku?'. Kami harus menggenggam keajaiban itu. Kau mengerti, bukan?"
Ibu Kou berjalan mendekati mereka. "Siapa Takuma?" tanyanya.
"Dia kekasihku." jawab Mayu lemah.
"Maafkan aku." tangis Ibu Kou. "Aku sungguh minta maaf."
Mayu keluar dan duduk seorang diri di lorong rumah sakit, menangis keras.
"Semanggi berdaun 4, apa artinya tetap hidup?" tanya Takuma. "Sekarang Mayu sedang menangis lagi. Tolonglah... beri aku waktu sedikit lagi. Waktu terakhir. Tolong biarkan aku hidup."
Takuma menggerakkan jari-jarinya, kemudian membuka matanya perlahan.
Saat Mayu berjalan gontai ke kamar Takuma, kamar tersebut sudah kosong.
Tidak lama kemudian, Takuma keluar dari toilet. "Yo, Mayu!" panggilnya. "Ini kesempatan kita sekarang. Saat aku bangun, Ibu dan Ayah sangat terkejut dan berlari menemui Dr. Taneda." Takuma mengambil jaket di lemari dan memakainya. "Oke, ayo kita pergi!"
"Pergi kemana?" tanya Mayu bingung.
"Apa maksudmu? Tentu saja bulan madu." jawab Takuma seraya berjalan keluar kamar.
Mayu mengejar Takuma. "Takuma, ini tidak baik untukmu! Ayo kembali!" serunya.
"Tidak, lihat! Cuaca sangat bagus hari ini!" bantah Takuma. "Kemana kau ingin pergi?"
"Takuma, dengarkan aku!" seru Mayu, menghentikan jalan Takuma.
"Kau sangat mengganggu." protes Takuma. "Aku sungguh baik-baik saja. Ini pertama kalinya aku merasa baik dalam beberapa waktu belakangan."
"Ini tidak benar, Takuma!" seru Mayu. "Kumohon padamu, kembalilah. Biarkan ayahku memeriksamu."
Takuma mendorong Mayu. "Kemana kita akan pergi berbulan madu?" tanyanya, mengacuhkan kata-kata Mayu.
"Bulan madu? Tapi kita belum menikah."
"Kita tidak perlu mengikuti aturan." ujar Takuma. "Aku akan membawamu kemanapun kau suka."
Takuma mengajak Mayu ke taman bermain. Mereka naik roller coaster, bombom car, menonton pertunjukkan lumba-lumba, pergi ke akuarium dan makan spaghetti.
Setelah puas bermain di taman bermain, Takuma mengajak Mayu pergi ke pantai dan bermain disana.
Berdesak-desakan di bus.
Kemudian duduk di bukit. Mayu bersandar ke bahu Takuma.
"Hari ini sangat menyenangkan." kata Mayu. "Kuharap hari lain seperti ini akan datang lagi."
Takuma terdiam sejenak dengan ekspresi sedih. "Mayu." panggilnya. "Sangat menyenangkan, bukan?"
"Ya." jawab Mayu, tersenyum.
"Sejak awal sampai hari ini."
Mayu terkejut dan mengangkat kepalanya menatap Takuma.
"Maafkan aku." ujar Takuma. "Aku tidak bisa menepati janjiku padamu. Bahkan semanggi berdaun 4 bisa merasakan bahwa sekarang sudah mencapai batas waktuku. Ayo kembali ke rumah sakit."
Takuma mengeluarkan sebuah kertas dari saku celananya dan menyerakan kertas tersebut pada Mayu.
Mayu menerima kertas tersebut.
Takuma tersenyum. "Ayo, Mayu!"
Sesampainya di rumah sakit, Ibu Takuma menampar Mayu. "Kenapa kau membawa pasien keluar dari rumah sakit?!" bentaknya. "Kau tahu kondisi Takuma!"
"Tenang." ujar Ayah Takuma, membawa istrinya pergi.
Mayu melihat ke dalam ruangan. Dr. Taneda dan perawat melakukan perawatan dan pengobatan pada Takuma yang saat itu berada dalam kondisi kritis.
Takuma meninggal pada pukul 6.27 pagi.
"Maafkan aku." ujar Dr. Taneda. "Aku sungguh minta maaf dari hatiku yang terdalam."
Ibu dan Ayah Takuma menangis, mendekati jenazah putranya.
Mayu hanya berdiri diam di luar ruangan. Ayahnya menatapnya cemas.
Mayu berjalan pergi ke atap rumah sakit. Ia bersandar pada pagar dan memasukkan tangan dalam saku jaketnya. Ia mengeluarkan tangannya dan menemukan kertas pemberian Takuma.
Mayu membuka kertas tersebut.
"Untuk semua orang yang kucintai." tulis Takuma kecil. "Walaupun aku pergi, aku berharap kalian semua bahagia. Takuma."
Mayu tersenyum pahit membaca surat itu. Mayu terjatuh ke lantai dan menangis.
Mayu melihat-lihat kamar Takuma. Kamar tersebut sangat berantakan. Di dinding, Takuma menempel foto-fotonya bersama Mayu.
Ayah dan Ibu Takuma menyerahkan botol abu Takuma.
"Maafkan aku karena mengatakan hal yang egois." ujar Mayu.
"Tidak apa-apa." kata Ayah Takuma. "Aku yakin Takuma akan senang. Ia memang mengharapkan sesuatu seperti ini."
"Terima kasih banyak." ujar Mayu seraya beranjak pergi.
"Mayu." panggil Ibu Takuma. "Walaupun sampai sekarang aku belum sempat mengatakannya, tapi terima kasih. Kau memberi kesempatan pada putraku untuk merasakan cinta. Terima kasih."
Mayu tersenyum.
Dr. Taneda berjalan dan duduk di sebuah bangku taman menghadap gereja. Dari sana, ia bisa melihat gereja dengan jelas.
Di dalam gereja, Mayu berdiri seorang diri mengenakan baju pengantin. Ia memegang botol berisi abu Takuma.
"Takuma, mimpi kita akhirnya terwujud." ujar Mayu. "Tapi ini tidak mudah. Takuma, tetap hidup adalah hal yang menyedihkan. Tapi kau tahu, aku sama sekali tidak menyesal. Karena aku bertemu denganmu. Karena aku mencintaimu. Jika aku bertemu kau lagi atau jika sudah aku tahu resiko menyedihkan apa yang menantiku, aku akan tetap jatuh cinta padamu lagi."
Beberapa tahun sebelumnya, saat Takuma dan Mayu kecil pertama kali bertemu.
Mayu bediri di balik pohon, menunggu seseorang duduk di jebakan yang sudah dibuatnya.
Takuma datang dan duduk di bangku itu.
"Kenapa kau duduk disini?" tanya Mayu, keluar dari persembunyiannya. "Aku sedang akan mengolok-olok seorang wanita tua."
Takuma bangkit dan melihat belakang celananya kotor.
Mayu meminta Takuma mencoret-coret bangku, kemudian ia duduk diatasnya. Takuma bingung.
"Sekarang celanaku juga kotot." kata Mayu. "Kau akan memaafkan aku, bukan?"
"Untuk apa aku memaafkanmu?" tanya Takuma. "Sejak awal aku memang tidak marah."
"Walaupun aku melakukan itu padamu? Kenapa?"
"Aku tidak tahu." jawab Takuma polos.
"Siapa namamu?"
"Kakinouchi Takuma."
"Namaku Taneda Mayu." ujar Mayu, mengulurkan tangannya. "Senang berkenalan denganmu."
"Aku tidak menyesal." ujar Mayu. "Tidak peduli sebanyak apapun aku dilahirkan kembali, tidak peduli sebanyak apapun kita bertemu lagi, aku akan selalu jatuh cinta padamu."
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar